Kamis, 05 September 2013

Doa Tasbih (Doa Batin) dalam Tradisi Gereja Orthodox




Oleh: Presbyter Rm.Kirill JSL (Omeц Кирилл Д.С.Л.)

Setiap agama-agama besar dunia, di dalam kehidupan spiritualitasnya mengenal aspek esoterik maupun eksoterik. Dalam semua agama besar kita dapat menemukan aspek esoterik (ke dalam) maupun eksoterik (ke luar). Aspek eksoterik menghasilkan doktrin khas, tata cara upacara agama dan penampilan luar dari suatu agama. Aspek esoterik menghasilkan pengalaman misteri dan mendorong orang untuk datang mencari kebenaran. Dalam aspek esoterik suatu agama kita dapat menemukan doa batin dan praktek meditasi. Di dalam setiap sistem spiritual utama, kita dapat melihat bagaimana meditasi dipraktekkan. Di dalam aspek esoterik agama-agama besar dunia inilah doa-doa tasbih juga digunakan.
Disamping Doa dan Sholat, Gereja Orthodox juga mengenal semacam “samadhi” atau “berdzikirdengan tasbih Orthodox” yang disebut sebagai “Doa Puja Yesus” (“Doa Yesus”) dengan menggunakan semacam “tasbih” yang dirajut dari benang, disebut dalam bahasa Yunani sebagai “komboskini” (“Komboschoinia”; ” komvoschini”)atau “Chotki” dalam bahasa Rusia,yang dipintal dan berbiji 100, ada juga yang lebih pendek, terdiri dari 33 manik-manik. Untuk mengingat umur Yesus di muka bumi yaitu 33 tahun. Dan praktek yang dilakukan oleh kaum “sufi” Kristen Orthodox yang disebut kaum “hesykhastis”, “Hesychast” atau kaum “Quietists” yang disebut juga para rahib Cipto Hening (para Penghening), yaitu para praktisi “hesykhasme”, "stillness, rest, quiet, silence" = “keheningan”, “kesunyian”, “istirahat”, “ketenangan”, “diam”) atau “Sufisme Kristen Orthodox”, yaitu suatu aliran spiritualitas dan Kekristenan esoterisdi Gereja Timur (Gereja Orthodox) yang didasarkan atas hesykhia (keheningan, teduh-diam, senyap) sebagai sarana untuk menjadi terpusat pada persatuan dengan Allah dalam doa tak kunjung putus. Kaum “hesykhastis” (Quietists) atau para rahib Cipto Hening (para Penghening), misalnya Js. Diadokhus dari Fotiki (400-kira-kira 486), Js. Yohanes Kassianus (kira-kira 360-435), Js. Yohanes Klimakos dari Gunung Sinai (sekitar 579-649), Js. Hesychios Sang Imam (kira-kira abad 8th), Js. Ioannikios Agung (754–846), Js. Simeon Sang Theolog Baru (949–1022), Js. Gregorius Palamas, Episkop Agung Tesalonika (1296–1359), Js. Serafim dari Sarov (1759-1853), St. Theophanes sang Penyendiri (1867), Js. Nikolai Velimirovich (1880-1956), dll. Hesykhasme mendapat bentuknya yang definitif dan kemudian tersebar ke semua daerah Orthodox.
Doa Yesus ditemukan pada pusat dari segala spiritualitashesykhasme ini. Doa Yesus disebut juga Doa Batin/Doa Hati/Doa Qolbu (“Noera Prosevkhee”; doa “Budi Rohani”) yang secara khusus menunjuk kepada “Doa Puja Yesus” dari Gereja Timur (Gereja Orthodox). Pengaruh Hesykhasme antara lain disebarluaskan oleh sebuah buku yang dikenal dengan nama “Philokalia”

Doa Yesus berasal dari Perjanjian Baru dan mempunyai tradisi penggunaan yang lama sekali. Doa Yesus bersandarkan pada nasehat Paulus Sang Rasul untuk Kaum Goyim (Bangsa non Yahudi), untuk berdoa tak kunjung putus: “Berdoalah tak kunjung putus” (“pray without ceasing”) (I Tes. 5:17 KJ Version) dan juga atas anjuran Tuhan Yesus sendiri pada para muridNya: "Waspadalah dan berdoalah tak henti-hentinya …” (Luk. 21:36). Rumusan doa ini berdasarkan seruan si buta di Yerikho (Luk. 18:38; Mat. 20:30) dan doa si pemungut cukai (Luk. 18:13), yaitu: “Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah kasihanilah aku orang berdosa ini”, yang dalam bahasa Yunani berbunyi: “:“Kyrie Iesou Khriste Hyos Ton Theon, eleyson me ton amartolon” Rumusan ini juga bisa diperpendek berupa: “Kyrie Iesou Khriste, eleyson me” atau “Kyrie eleyson”. Doa ini seharusnya diulang dengan hening, dengan tidak tergesa-gesa, sementara menarik dan mengeluarkan nafas mengikuti rumusan doa ini.

Tradisi doa ini dijumpai pada para Bapa Padang Gurun, yaitu para pertapa eremit pada tradisi monastisisme (kerahiban) di Mesir, Syria, Palestina sejak abad ke-2, walaupun pada mulanya rumusan doa ini tidak sistematis dan sama/seragam. Di Gurun Sinai dan Gunung Athos,para monakhos/rahib memperkembangkan suatu sistem tafakur yang utuh dan luas dengan doa yang sederhana ini, dipraktekkan dengan keheningan yang mutlak. Di antara para penulis rohani Yunani, pertama Js. Diadokhus dari Fotiki (pertengahan abad ke-5) dan kemudian Js. Yohanes Klimakos dari Gunung Sinai (sekitar 579-649) menyarankan, khususnya suatu bentuk doa yang amat bermanfaat, pengulang-ulangan atau mengingat-ingat terus-menerus akan “Nama Yesus”. Dengan berjalannya waktu Seruan akan Nama Tuhan ini menjadi terkristalkan dalam suatu bentuk kalimat pendek, yang dikenal sebagai Doa Puja Yesus: “Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah kasihanilah aku orang berdosa ini”.

Menurut kebiasaan yang berasal dari abad pertengahan, doa Yesus didoakan para rahib dengan memakai tasbih Komboskini, yang diserahkan kepada mereka pada profesi (mengucapkan kaul kekal sebagai rahib) mereka. Metode tafakur berdasarkan nama Yesus ini dianggap berasal dari Js. Simeon Sang Theolog Baru (949–1022). Js. Gregorius Palamas, Episkop Agung Tesalonika (1296–1359), Bapa Gereja Agung yang terakhir, menjadi teladan utama dari kaum hesykhastis, karena perjuangannya melawan Barlaam dari Seminara atau Kalabria (1290-1350), seorang cendekiawan Yunani dari Italia Selatan, ia memenangkan suatu tempat yang tidak dapat dibantah untuk doa Puja Yesus ini. Pengajarannya diteguhkan oleh dua konsili yang diadakan di Konstantinopel pada tahun 1341 dan 1352, yang meskipun bersifat Konsili Lokal dan bukan Konsili Ekumenis, namun memiliki suatu kewibawaan doktrinal dalam theologia Orthodoxia yang sama sekali tidak lebih kecil dibanding apa yang dirumuskan dalam ke-7 Konsili Ekumenis itu sendiri.
Pada abad keempat belas kita jumpai perdebatan theologia yang menarik di Gereja Timur, sekitar theologia Js. Gregorios Palamas. Dia adalah seorang rahib di Gunung Athos, dimana praktek Doa Yesus:
”Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah, kasihanilah hamba orang berdosa ini”
dengan menyatukan pikiran dan hati melalui disiplin tubuh yang ketat. dan berfokuskan pada “Nama Yesus” itu dilaksanakan. Sehingga mereka mengalami keteduhan batin (“hesykhia”) tenggelam dalam hadirat Roh Kudus dalam penyatuan dengan Yesus Kristus. Itulah sebabnya metode doa yang sampai sekarang tetap digunakan oleh ummat Orthodox ini, disebut sebagai “hesykhasme”. Banyak dari para rahib ini maupun ummat awam Orthodox dalam pengalaman doa mereka secara demikian mengalami persekutuan dan panunggalan yang nyata dengan Allah, termasuk mendapatkan penglihatan rohani akan Terang Ilahi yang Tak Tercipta., seperti yang dilihat para murid ketika Yesus dimuliakan di atas gunung. Pada tahun 1326 pengalaman melihat Terang Ilahi Tak Tercipta dalam praktek Doa Yesus itu dikecam oleh rahib Barlaam dari Kalabriaatau dikenal sebagai Barlaam dari Seminara, Itali. Dia adalah orang Yunani namun yang mengikuti faham humanisme dari “renaissance”  yang menggunakan filsafat dan ide theologia Barat dimana kemungkinan bagi manusia untuk mengalami persekutuan dan pengalaman panunggalan dengan Allah itu disangkal. Kecaman dari Barlaam ini dihadapi oleh Js. Gregorios Palamas yang membela posisi Iman Kristen Orthodox bahwa manusia dapat mengalami persekutuan dan panunggalan dengan Allah secara sungguh-sungguh melalui Kristus dan oleh Roh Kudus di dalam Gereja. Suatu Konsili pada tahun 1346 mendukung pengajaran Js. Gregorios Palamas ini. Dalam pengajaran itu ditegaskan bahwa panunggalan yang dimaksud bukanlah panunggalan secara “pantheistis” seperti yang diajarkan filsafat kafir, namun panunggalan secara Kristologis, Pnevmatologis dan Ekklesiologis. Artinya oleh iman melalui baptisan kita manunggal dengan kematian dan kebangkitan Kristus artinya manunggal dalam kehidupan Kristus sendiri. Hidup Kristus itu disampaikan kepada manusia oleh Roh Kudus, dan pengalaman hidup Kristus, yang adalah Hidup Allah sendiri, oleh Roh Kudus itu dialami dalam pengalaman sakramental, ibadah dan doa dalam persekutuan Gereja. Dengan demikian kita mengalami hidup Allah tadi secara nyata. Menyatu pada hidup Allah bukanlahmenyatu pada “Essensi” (Dzat-Hakekat) Allah, sebagaimana yang diajarkan oleh filsafat “pantheisme” mistik, karena itu tidak mungkin. Namun menyatu dengan tindakan, hadirat dan energi Allah yang memang tak tercipta dan bersifat ilahi.( misalnya yang nampak dalam wujud terang ilahi tadi). Energi-energi Ilahi ini disalurkan atau dikaruniakan kepada manusia melalui Rahmat Ilahi atau Kasih Karunia Allah, dan terbuka bagi partisipasi, ma’rifat dan pengalaman manusia. Pada Konsili yang diadakan pada tahun 1347 dan 1351 sekali lagi posisi Gregorios Palamas ini diteguhkan persis seperti yang diajarkan Alkitab dan Tradisi Theologis Gereja Orthodox sepanjang segala abad. Sejak saat itu perbedaan theologis mengenai “Essensi, Supra-Essensi” (“Adi Dzat-Hakekat”) dan “Energi-energi” Ilahi menjadi bagian resmi dari Doktrin Gereja Orthodox. Banyak orang karena tak mengerti posisi Iman Kristen Orthodox akan perbedaan essensi dan energi ilahi ini menuduh Gereja Orthodox adalah Gereja Mistik, dalam arti pantheisme, yang juga amat ditolak oleh Gereja Orthodox. Gereja Orthodox adalah Gereja yang sangat kharismatis, dengan penekanannnya pada pengalaman Roh Kudus oleh Energi Ilahi secara nyata, namun dengan corak yang amat berbeda sekali dari penghayatan Gerakan Kharismatik modern.

Doa Yesus (Doa Puja Yesus) mampu membawa kepada doa yang paling murni (pure prayer), yang tak boleh menimbulkan fantasi-fantasi, maupun teknik-teknik visualisasi, inkubasi, mimpi dan positive thinking dan semua teknik yang bersifat psikis dan pemaksaan kekuatan jiwani daripada memberi kebebasan karya Roh Kudus. Keadaan doa yang paling murni (Pure prayer) yang harus dicapai dalam Doa Puja Yesus itu justru untuk mencapai “apatheia” (ketiadaan ”pathos” atau “ketiadaan pamrih-pamrih kehendak dan nafsu”) yang kadang-kadang justru menjadi tujuan praktek-praktek meditasi lain dengan melakukan manipulasi psikis untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Bahkan tujuan Doa Puja Yesus ini bukan untuk mendapatkan/mengejar karunia-karunia Roh Kudus (karena karunia-karunia Roh Kudus akan terhenti/tidak kekal – 1 Kor. 13:8-10), tetapi untuk bersatu dengan Roh Kudus, Sang Pemberi Hidup, sumber dan asal karunia-karunia Roh, yang adalah Allah yang kekal itu sendiri. Nama Yesus hanya merupakan sarana, yang harus membawa kepada pribadi Yesus sendiri, dan mengulang-ulang NamaNya tanpa membawa masuk ke hadiratNya tidak ada gunanya. Melalui Dzikir doa Puja Yesus ini, nama “Sang Sabda Menjelma”, yaitu Yesus Kristus diucapkan dengan penuh kekhusyukan, sujud hormat dan kedalaman iman sebagai sarana panunggalan secara batiniah denganNya sehingga melaluiNya manunggal dengan Allah Sang pemilik Sabda itu, yang satu Dzat hakekat dengan Sang Firman/SabdaNya. Inilah tujuan akhir dari keselamatan orang Kristen, yaitu mencapai Theosis atau Deifikasi atau Manunggaling Kawulo Gusti

Rumusan Doa Yesus berabad-abad sampai saat ini tetap sama disetiap Gereja Orthodox dari yurisdiksi manapun di seluruh dunia.
  • Dalam Gereja-gereja Orthodox yang berbahasa Yunani (Gereja Orthodox Patriarkhat Konstantinopel) rumusannya adalah: “Kyrie Iesou Khriste Hyos Ton Theon,eleyson me ton amartolon”,
  • yang berbahasa Aramia (Gereja Orthodox Patriarkhat Antiokhia, Syria): "Moran Yeshu'a meshiHa, bar Alaha ethraham 'al li, Hataya",
  • yang berbahasa Ibrani (Gereja Orthodox Patriarkhat Yerusalem, Palestina): “Adonai Yoshua Ha-Masiakh, ben ha-Elohim, rehem na‘alay, ‘al ish khotea”,
  • yang berbahasa Arab: Ayyuha-r-Rabbu Yasoo al-Maseeh, Ibnul-Laah, irhamnee anal-khaate”, “Ya Robbu Yesu Almasih, ibnullah, arhamna ‘ana al-khoti’a” atau“Ya, Robbu Arham”,
  • Gereja-Gereja Orthodox berbahasa Slavonika, misalnya Gereja Orthodox Patriarkhat Moskow, Rusia: “Gospodi Iesuse Kristie, Tzinye Boziie, pamilui mya gresnago”,
  • Sedang Gereja-Gereja Orthodox yang berbahasa Inggris: “O Lord Jesus Christ, Son of God, have mercy on me a sinner” atau “O Lord Jesus Christ, have mercy on me”.
  • yang berbahasa Mandarin (Gereja Orthodox China): “Zhu Ye su ji du shang thi zhi zi qing lian min wo zhe ge zui ren zhu Ye su ji dud u, lian min wo”.
  • Juga Doa Yesus ini bisa didaraskan dalam bahasa-bahasa daerah setempat, seperti bahasa Jawa: “Duh, Gusti Yesus Kristus Putrane Allah mugi melasi kulo tiyang doso meniko”, dll.                       
Tetapi semua rumusan doa Yesus itu mempunyai arti yang sama: “Tuhan Yesus Kristus Anak Allah, kasihanilah hamba orang berdosa ini”.
Seruan dan pendarasan Nama Kudus Yesus dalam Doa Yesus dari Gereja Orthodox ini dikenal juga oleh Gereja Roma Katolik, Anglikan dan Protestan Lutheran, walaupun dalam bentuk yang berbeda, dengan makna yang berbeda dan pendalaman yang berbeda.. Inilah ”Sufisme Kristen Orthodox”. Inginkah Saudara mengalaminya? 

BERDOA DENGAN TASBIH (TALI DOA)



Oleh : Riasaphor Monk, Father Vladimir (Poszywak)
Penterjemah : Andreas W

Apakah Chotki itu?
Chotki, atau Komvoschonion, adalah untaian manik-manik untuk berdoa mirip rosario, digunakan oleh Gereja Timur atau Orthodox. Namun bukan doa ‘Salam Maria’ dan ‘Bapa Kami’ yang dipanjatkan, melainkan doa ‘Puja Yesus’. Chotki memiliki beberapa ukuran berdasarkan jumlah manik-maniknya: 33, 50, 100, 101, 103, 150 dan 300 butir. Komvoschonion di Gereja Yunani biasanya dibuat dari rangkaian benang wol yang dipilin, biasanya disebut ‘rattail’, sedangkan Gereja Ruthenia Byzantium di Pegunungan Carpatho-Rusyn menggunakan biji-bijian dari kayu sebagai manik-maniknya. Rangkaian Chotki berakhir entah di salib atau pilinan bulu, biasanya digunakan untuk mengusap air mata.

Tali/Manik Doa atau Chotski
Kebiasaan berdoa dengan merapal sembari mengurutkan manik-manik yang teruntai di sebuah tali dalam interval yang teratur sudah ada sejak masa-masa awal Kekristenan Orthodox. Kebiasaan ini berawal dari para rahib dan biarawan di tahun-tahun awal gereja yang menggunakan seuntai tali yang kedua ujungnya disatukan dan berisi manik-manik terikat dalam jarak tetap untuk merapal doa-doa pendek mereka.
Kalimat doa yang umumnya digunakan diambil dari perkataan seorang pemungut cukai yang berdiri di belakang Bait Allah (Lukas 18:10-14): “TUHAN, KASIHANILAH AKU ORANG BERDOSA INI.” Tuhan kita menyatakan kalau doa ini dibenarkan, karena itulah kita menyebutnya sebagai doa Puja Yesus. Berikut ini beberapa variasi dari ucapan doa Puja Yesus:

“TUHAN YESUS KRISTUS, ANAK ALLAH, KASIHANILAH AKU.”
atau
“TUHAN YESUS KRISTUS, ANAK ALLAH, KASIHANILAH AKU
ORANG BERDOSA INI.”

Uskup Teofanes dari Rusia (1815-1894) menulis ke salah satu gurunya kekuatan dari doa Puja Yesus ini:

“Besar kiranya inginku memberitahu anda hal berikut ini. Kita dapat meringkas seluruh permohonan doa dengan menundukkan diri lewat salah satu doa singkat. Menundukkan diri dan mengulangi salah satu doa singkat [seperti di atas] dapat mengekspresikan semua kebutuhan anda yang paling dalam, atau memberikan pujian dan syukur yang tulus kepada Tuhan. Sangat ringkas, melewatkan satu manik di antara jari-jemari, mengulangi kata-kata itu lagi dan melewatkan lagi satu manik, dan begitu seterusnya. Namun harus saya katakan jika esensi dari doa adalah mengangkat pikiran dan hati kepada Tuhan. Banyak orang awam berdoa dengan cara ini. Ketika seseorang membutuhkan bantuan anda, atau anda belajar lewat hati untuk berhenti karena doa ini sudah memberikan efek, atau ketika emosi tidak lagi terbangkitkan, anda bisa berdoa ini lagi satu dua hari kemudian, lalu kembali untuk mengingat kembali doa ini, dan begitulah selanjutnya.”

Berdoa dengan Chotki sangat sederhana:
Gunakan saja salah satu variasi doa Puja Yesus di setiap maniknya
Namun kata-kata mana yang harus diucapkan?
Bentuk klasik doa Puja Yesus adalah:
“Tuhan Yesus Kristus Anak Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.”

Kata-kata aktual dari doa singkat ini bisa beragam. Anda bisa mengucapkan ayat klasik doa Puja Yesus di atas, atau anda bisa berkata, “Tuhan Yesus Kristus, kasihanilah aku.” Atau, “Tuhan Yesus, kasihanilah.” Atau, anda bisa mengutip salah satu ayat Mazmur, atau ayat lain di Alkitab, atau jenis doa yang lain.
Para biarawan di masa lalu mengucapkan kata-kata berikut dalam doa Puja Yesus mereka, “Tuhan, segeralah menolongku. Tuhan, lekaslah menyelamatkan aku.” Dan doa ini mereka ucapkan sepanjang hari.
Sejarah doa Puja Yesus berawal dari, sejauh yang kita ketahui, awal abad 6, pada Diadokhos yang mengajar kalau mengulang-ulang doa dapat mengarahkan kita pada keteguhan hati. Yohanes Kassianus yang hidup sebelumnya disebut-sebut juga pernah merekomendasikan jenis doa ini. Bahkan di abad 4 di Mesir, doa ‘anak panah’ singkat ini sudah umum dipraktikkan.

Abba Makarius dari Mesir terkenal tidak begitu suka membuang-buang waktu dengan banyak kata. Sudah cukup anda menangkupkan tangan dan berdoa, “Tuhan seturut kehendak-Mu dan hikmat-Mu, kasihanilah aku.” Jika anda merasa begitu tertekan oleh suatu pergumulan, katakan saja: “Tuhan, tolong aku!” atau “Tuhan!” Dia sudah tahu apa yang terbaik untuk kita dan dia selalu memiliki belas kasih untuk kita.

Kemartiran yang Tersembunyi
Mengucapkan sebuah doa secara berulang-ulang adalah sebuah asketisme hati. Menurut St Ignatius Brianchaninov, berdoa tanpa henti adalah sebuah “kemartiran tersembuyi.”
Contoh yang paling banyak kita dengar namun mendalam datang dari sekelompok kecil murid-murid SMU. Mereka mengunjungi di rumah para ibu-ibu yang belum menikah. Seorang ibu pembimbing murid-murid itupun berbicara dengan ibu yang dikunjungi untuk mewakili siswa-siswa bimbingannya. Lalu ibu pengasuh ini merasa kalau murid-muridnya itu menjadi takjub pada komitmen imannya, dan ia pun berkata, “Kita sudah berada di sini 30 menit, dan saya sudah berdoa 15 kali.”

Tapi bagaimana bisa? Ibu pembimbing itu tidak pernah pergi dari hadapan mereka, dan tidak pernah menghentikan percakapan barang sebentar. Namun di selang-seling percakapan aktif itu ia menemukan hasrat, atensi dan waktu untuk melontarkan 15 doa ‘anak panah’ kepada Tuhan. Ini sebuah kewaspadaan yang sangat tinggi. Ini sebuah kemartiran yang tersembunyi, khususnya ketika ia dilakukan seharian penuh sembari anda melakukan aktivitas normal anda bersama atau tanpa orang lain.

Doa membutuhkan sebuah keberanian adi-manusia, saat dibandingkan dengan atmosfer dunia dewasa ini. Seluruh energi alamiah berada di dalam oposisi terhadap anda. Begitulah kata Sophrony.
Jelas tidak ada lagi singa yang akan memakan kita karena kita mempercayai Injil. Namun panggilan kita menuju kemartiran tetap sama, yaitu memerlukan perhatian penuh kita terhadap momen saat ini, sembari terus bersandar pada kuasa Tuhan senantiasa, dan melakukan kehendak-Nya. Panggilan kemartiran kita hari ini tidak lebih mudah daripada sekedar ancaman kematian lewat kekerasan.

Siapa yang Dapat Mengucapkan Doa Ini?
Yang jelas, doa Puja Yesus bukan hanya untuk para biarawan. Kami mendapati kalau doa ini dilakukan oleh para penarik becak, pekerja sosial, pebisnis, guru, pemain baseball profesional (yang bukan digunakan untuk memenangkan sebuah pertandingan), psikiatris dll. Kita menggunakan doa Puja Yesus untuk melakukan kehendak Tuhan, bukan demi kepentingan egois diri sendiri. Siapapun dapat mengucapkan doa Puja Yesus. Tidak ada persyaratan khusus untuk mengucapkan doa Puja Yesus. Kita semua pendosa dan perlu berdoa, selalu. Kita berusaha untuk menjaga 10 Perintah, hidup sebagai anggota-anggota Tubuh-Nya di muka bumi, dan berusaha menemukan suatu tuntunan.
Uskup Kallistos Ware pernah memberikan nasihatnya kepada siapapun yang tidak bisa menemukan sebuah tuntunan yang cocok. “Namun mereka yang tidak memiliki kontak pribadi dengan para penuntun spiritual masih dapat mempraktikkan doa Puja Yesus tanpa ketakutan apapun, selama mereka melakukanya hanya untuk periode terbatas—awalnya tidak lebih dari 10 atau 15 menit—lalu diperpanjang selama tidak mengganggu irama alamiah tubuh.”

Kuasa sebuah Nama
Di Alkitab, mengetahui nama seseorang berarti memiliki kuasa atas orang itu. Nama berkaitan erat dengan keberadaan. Di Perjanjian Lama, Tuhan tidak sembarang memberitahukan nama-Nya. Di Perjanjian Baru, Yesus memberi kita secara terang-terangan nama Tuhan, Bapa, dan memberitahu kita untuk menggunakan nama itu di dalam doa. Yesus memberi kita akses kepada Tuhan tertinggi melalui nama.
Yesus memberitahu para rasul-Nya bahwa mereka belum sungguh-sungguh menggunakan Nama-Nya di dalam doa. “Hingga sekarang kamu belum meminta apapun di dalam Nama-Ku; mintalah dan kamu akan menerima, agar sukacitamu menjadi penuh” (Yohanes 16:23).

Kapan Waktu Terbaik untuk Berdoa
Doa Puja Yesus direkomendasikan di pagi hari mengikuti doa harian kita, dilakukan selama beberapa waktu, mungkin 10 atau 15 menit. Jika hal ini sulit dilakukan, ambillah waktu sebelum malam, atau di sore hari. Waktu-waktu ini disebut penggunaan ‘resmi’ sebuah doa. Bentuk kedua doa Puja Yesus adalah penggunaan ‘sebebasnya’ oleh penggunanya. Ini artinya di waktu kapanpun dan di setiap waktu yang bisa berlangsung hingga seharian atau semalaman. Bentuk ini biasanya dilakukan mengiringi tugas-tugas yang semi otomatis seperti mengemudi, mencuci, berjalan, tidak bisa tidur, dll. Doa Puja Yesus sangat berguna di saat kekuatiran hidup, kekecewaan atau kemarahan tengah dirasakan ekstrim menyengat.
Ketika sendirian, kita bisa juga terbantu dalam mengucapkan doa Puja Yesus dengan bersuara atau bersuara agak keras. Ini dapat membantu anda menurunkan tingkat keteralihan dari konsentrasi anda berdoa.

Doa Hati
Doa Puja Yesus juga disebut Doa Hati. Di dalam Ortodoksi, pikiran dan hati digunakan sebagai satu kesatuan. St. Teofanus memberitahu kita untuk menjaga ‘pikiran kita di dalam hati’ di segala waktu. Hati, di dalam bahasa Inggris heart, mengandung tiga makna: otot-otot fisik yang memompa darah, emosi/perasaan, dan inti terdalam pribadi yaitu roh/semangat (spirit). Hati dapat diasosiasikan dengan organ fisik namun tidak sepenuhnya identik. Hati lebih terasa sebagai bilik terdalam batin kita, tempat tinggal rahasia dimana Tuhan hidup.
“Hati memang hanya suatu kendaraan kecil; naga dan singa bisa tinggal di sana, dan mahluk-mahluk beracun dan semua akar kejahatan: jalan yang keras dan kasar ada di sana, selain semua jurang gelap yang pernah ada di hidup manusia. Namun di situ pula tempat Tuhan bertahta, para malaikat, kota-kota surga dan harta pusaka anugerah; semua hal yang mulia bisa juga ada di sana.” Begitulah kata St. Makarius.
Sedangkan seseorang yang lain lagi pernah mengatakan hati adalah sebuah dimensi dari kesadaran internal diri kita, suatu alam kewaspadaan, tempat kita dapat menyentuh ruang batin, suatu ruang yang tidak berdimensi. Kesadaran ini tidak terikat waktu, tempat semua air mata berkumpul dan kontak mendalam dengan momen kini memudar, namun darinya gerak penuh damai berasal. Melatih hati berarti bertindak di dalam terang, penuh disiplin dan antusiasme. Ketika tidak berada di dalam kesadaran batin seperti ini, kita menjadi gelisah, mudah tersinggung dan terlalu banyak mengkuatirkan diri sendiri.
Di dalam diri kita terdapat sebuah ruang, suatu lapangan hati, yang di dalamnya kita menemukan sebuah Realitas Ilahiah, dan
darinya kita dipanggil untuk hidup. Pikiran, kalau begitu, luruh ke dalam kuil batin itu, melalui doa Puja Yesus atau kontemplasi tanpa kata, untuk kemudian tinggal di sana di sepanjang aktivitas keseharian kita, dan di malamnya saat kita terlelap dalam tidur. Kita membawa turun pikiran ke dalam hati kita, dan kita menjadi tinggal di sana.
Hati adalah istana tempat Kristus tinggal. Di sanalah, Kristus Sang Raja datang untuk beristirahat.

Kontemplasi
Kontemplasi dapat dideskripsikan sebagai sebuah kesadaran yang terang-benderang tanpa kata. Kontemplasi berarti ‘melihat dengan jelas’. Kita mengesampingkan pikiran-pikiran, bukan untuk dibawa kepada kehampaan atau kemengantukan, melainkan kepada berlimpahnya hati. Kita menolak untuk mengafirmasikan apapun. Kontemplasi tanpa kata bukanlah absennya melainkan hadir penuhnya kesadaran akan Tuhan. Tujuannya semata-mata untuk membawa kita bertemu langsung dengan sebuah Tuhan pribadi, dibimbing masuk ke hati-Nya.
Diamnya hati, teduhnya hati, disebut hesychia, dialami lewat duduk tanpa kata, berkontemplasi tanpa gambar. Ketika kesadaran akan mengembara, sebuah frase seperti ‘Tuhan Yesus’ dapat digunakan untuk membawa kembali pikiran, dan kemudian orang itu dapat duduk tenang di hadirat Tuhan. Keinginan dari kesadaran yang duduk tanpa kata seperti ini membuka dirinya sendiri kepada Tuhan, siap untuk mendengarkan Tuhan.
Beberapa guru menyarankan kalau bisa, kita meluangkan setengah jam saja untuk duduk tanpa kata ini, dimulai dengan meminta Tuhan mengajari kita berdoa, atau dari suatu kutipan di Alkitab. Biasanya ini terbaik dilakukan di pagi hari, saat mentari baru mengintip di ujung cakrawala, atau di senja hari, saat matahari hendak tenggelam di ufuk. Dan lebih baik lagi jika semua ini dilakukan berdasarkan arahan dan bimbingan pemandu spiritual.
Doa Puja Yesus maupun kontemplasi membuat kita memusat jadi satu, berkonsentrasi pada di tempat ini dan di saat ini, terfokus, ke satu titik. Dan titik itu adalah Tuhan.

Mengubah Alam Semesta
Setiap doa mengubah seluruh semesta. Setiap kali kita berdoa, setiap doa kita, sungguh mengubah sejarah, cara Tuhan menciptakan dunia, dan masih banyak lagi. Tuhan berada di luar waktu. Tuhan tidak ‘menunggu di sana’ doa kita, barulah dia bertindak. Semuanya sudah terjadi di dalam Tuhan.
Hidup orang-orang kudus dipenuhi contoh-contoh ini. St Monika, ibu St Agustinus, berdoa siang-malam saat putranya itu masih menjalani hidup yang liar. Agustinus, di antara banyak tindakannya, pernah sampai memiliki anak di luar nikah. Monika pun dinasihati Uskupnya bahwa “tidak pernah ada anak yang lahir dari begitu banyak air mata (yaitu doa) akan sungguh terhilang di dunia ini.” Doa Monika menjadi alat yang menyelamatkan Agustinus.
Kita semua dipanggil untuk berdoa, dengan sangat mendesak, bagi anak-anak kita, keluarga kita, imam-imam kita, Gereja, negeri kita, dunia. Kita memiliki sebuah pekerjaan yang mulia dan terhormat, yaitu berdoa dan membuat satu perbedaan yang tidak bisa terkatakan di seluruh kosmos.


Bagaimana Cara Kerja Doa Ini?
Seperti berenang, kita langsung melompat ke dalam kolam, dan mulai belajar di dalam air. Terdapat perbedaan antara berpikir atau berbicara tentang doa dan mulai berdoa. Seperti belajar berenang, kita harus basah lebih dulu agar bisa mulai melakukannya.
Para bapa Gereja memberitahu kita, cukup sering bahkan, bahwa hal pertama yang terjadi adalah mengalami kegelapan dan resistensi. Kemudian jika terus bertahan, rasa damai akan menggantikan kegelapan itu. Godaan bisa menjadi lebih kuat, bahkan godaan untuk berhenti berdoa, namun di titik ini kita tidak berdosa. Para bapa Gereja memberitahu bahwa jika kita terus berdoa dan hidup di dalam perintah-perintah Allah, pergi ke gereja dan mendengarkan bapa rohani kita, kita dapat berhatap bisa bisa menjadi bebas dari keengganan, kekecewaan dan keragu-raguan. Kehendak kita akan menjadi lebih kuat lagi. Kita lalu dapat melihat diri kita tersedia bagi orang lain lewat cara-cara yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya, dan kia akan menjadi lebih efektif dan kreatif.
Uskup Kallistos Ware menyatakan bahwa dengan menyediakan hanya beberapa saat untuk mengucapkan Nama Tuhan setiap hari, kita telah mengubah semua momen sisanya di hari itu. Awalnya mungkin tidak ada pengertian baru aau perasaan-perasaan yang menyenangkan. Jadi apakah tindakan ini membuang-buang waktu? Tidak juga. Lewat iman, para pengikut Kristus yakin bahwa meluangkan waktu untuk menginginkan berdoa, lalu berdoa, sudah menyentuh hati Tuhan Yang Penuh Kasih. Lalu pada gilirannya, Kebenaran Ilahi ini akan bisa diketahui lewat pengalaman langsung, kadang disebut intuisi.

Doa Syafaat
Yang seperti ini mirip cara kerja doa syafaat, benarkah? Dalam satu sisi, ya. Bagaimana bisa? Jawabannya terletak di cara misterius Tuhan sendiri untuk menjawab doa kia. Yang kita tahu dengan pasti adalah setiap doa untuk orang lain akan didengar oleh Dia, dan di dalam kebaikan Tuhan, dijawab, demi kebaikan orang yang kita doakan. Setiap doa tunggal bagi orang lain membantu orang itu, dan membantu kita juga.

Tali Doa
Tali doa Ortokdoks biasanya lembut dan dibuat dari benang wol. Tujuannya adalah membantu kita berkonsentrasi, bukannya sekedar menghitung manik-manik doanya. Di sebuah buku terkenal, The Way of the Pilgrim, seorang peziarah menyatakan bahwa dia pertama-tama berdoa 2.000 kali, lalu 6.000, lalu 12.000 kali. Apakah 12.000 doa Puja Yesus lebih baik ketimbang 2.000? Jelas tidak. Kuantitas doa tidak berkaitan dengan kasih Tuhan, dan hubungan yang menghidupkan dengan Tuhan Yesus. Sang Peziarah melakukan 12.000 kali doa Puja Yess, tidak lebih atau kurang, sebagai tindak ketaatan kepada bapa rohaninya, bukan karena dia ‘membuat kemajuan iman’. Dia juga berdoa sebanyak itu lantaran itulah ‘keinginan hatinya’.
Setiap doa adalah tindakan yang dipenuhi cinta, diarahkan kepada Pemilik Kasih, yang menanti dengan penuh harap keinginan kita juga berdegup untuk Dia, dan penerimaan kita akan kasih-Nya.

Teknik-teknik dan Isu-isu Psikosomatis
Pemahaman Ortodoks terhadap peran tubuh di dalam doa mirip yang disuarakan antropologi modern. Tubuh, jiwa dan roh bertindak sebagai satu unit tunggal, tidak dibagi-bagi atau dipilah-pilah. Karenanya tubuh juga memiliki perannya yang unik di dalam doa.
Bagaimana kita melibatkan tubh dapat di dalam doa dapat dimengerti lewat 3 cara berikut. Kadang ini disebut psikoteknik, yaitu: pernafasan, eksplorasi internal dan postur tubuh. Selama berabad-abad, isu-isu selalu disoroti.
1. Pernafasan. Uskup Kallistos Ware menyatakan bahwa jika doa Puja Yesus dilakukan untuk waktu yang sebentar, seperti di permulaan setiap orang belajar doa ini yaitu 10 atau 15 menit, maka tidak ada persoalan untuk menyesuaikan kata-kata doa dengan pernafasan. Kita tetap dapat bernafas biasa tanpa harus memainkan ritme pernafasan. Saat menghirup udara kita mungkin berkata “Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah”, lalu saat menghembuskan nafas kita berkata “kasihanilaha aku orang berdosa ini.” Kita otomatis akan bernafas pelan untuk mengikuti perkataan doa dengan penuh perhatian dan konsentrasi. Namun jika melakukan doa Puja Yesus lebih lama, kita perlu melatih teknik bernafas kita agar bisa tetap berkonsentrasi pada doa tersebut.
2. Eksplorasi internal. Eksplorasi ini biasanya berjalan otomatis di pikiran kita, yaitu mengikuti jalan pernafasan kita saat udara masuk ke hidung, turun ke paru-paru, lalu dihembuskan keluar. Tentunya eksplorasi ini tidak diperbolehkan, karena fokus doa kita akan teralihkan, selain juga ada bahaya lain yang muncul dari tindakan ini.
3. Postur tubuh. Posisi yang umum direkomendasikan adalah duduk senyaman mungkin di sebuah kursi, dan mata ditutup. Menurut Uskup Kallistos Ware, kadang posisi berdiri juga direkomendasikan untuk kasus-kasus tertentu. Apapun posisinya, postur tubuh dapat mengambil berbagai bentuk asalkan itu dapat membuat anda nyaman untuk berkonsentrasi dan dalam waktu yang selama anda inginkan.

Efek-efek Doa
Kami tidak akan mengatakan kalau doa Puja Yesus, atau memasuki kontemplasi tanpa kata, adalah untuk mendapakan ‘sejumlah manfaat’. Kita tidak berdoa Puja Yesus untuk meredakan kadar stres, atau menguatkan sistem kekebalan tubuh kita, atau menurunkan berat tubuh kita, atau melancarkan jalan rejeki kita, atau menambahkan tahun-tahun di usia kita. Sebaliknya, kita memasuki doa ini untuk mengikuti Kristus, untuk menjadi terbuka pada-Nya. Dan, Jalan-Nya adalah Jalan Salib.


8 komentar:

  1. isi doa nya kok gak ada ya, artikel kebanyakan cuma penjelasan doank... isi doa nya gak di bocorkan, padahal udah penasaran :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Isi doanya adalah "Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah, kasihanilah aku orang berdosa". Atau cukup katakan "Tuhan Yesus Kristus kasihanilah".

      Hapus
  2. Isi doanya. “Tuhan Yesus kasihanilah, aku orang yg berdosa” diulang ulang

    BalasHapus
  3. Saya sangat suka sekali menemukan doa tasbih puja Yesus 🙏

    BalasHapus
  4. Saya ingin sekali beribadah digereja Orthodox tapi saya tidak tahu letak gereja Orthodox di kota Semarang

    BalasHapus
  5. Saya menyanggah Artikel diatas dengan Sabda Tuhan Yesus dalam Matius 6:5-15.
    Dan tidak ada Istilah mengulang² bunyi kalimat di dalam doa bagi umatnya.

    Amin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagaimana dengan sabda Tuhan Yesus juga dalam Lukas 21:36 yang mengatakan,
      Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia."
      Kata senantiasa dalam sabda Yesus itu apa maksudnya? Bagaimana menerapkannya?

      Bagaimana pula dengan 1 Tesalonika 5:17 (TB) Tetaplah berdoa.Yg dalam bahasa inggrisnya adl 1 Thessalonians 5:17 (KJV) Pray without ceasing. Arttinya "Berdoalah tiada henti."? Apakah perintah ini mau disangkal?

      Marilah kita memahami ajaran Kristus dan para rasul-nya secara utuh, jangan sepotong-sepotong sehingga harta karun sorgawi yg seharusnya kita miliki yaitu doa yg tak kunjung putus ini hilang dari kehidupan rohani kita. Padahal inilah kunci utk mengalami hadirat Allah yg luar biasa dalam hidup kita dan kunci utk mengalahkan hawa nafsu dan segala keinginan daging kita. Bagaimana bisa kita tidak berdoa setiap saat kalau serangan dan godaan yg datangnya dari hawa nafsu kita dan dari si iblis datangnya setiap saat pula??? Oleh karenanya tidak ada alasan bagi kita utk tidak berdoa setiap saat karena godaan dosa dan serangan iblis datangnya setiap saat.


      Hapus