Kamis, 05 September 2013

Maria yang Dikuduskan Oleh Roh Kudus

(Apologetika Kontra Immaculata Conceptio)



Oleh : Rm. Dn. Damaskinos Arya
  • St. Irenaeus (180): “Hawa, dengan ketidaktaatannya [karena berdosa] mendatangkan kematian bagi dirinya dan seluruh umat manusia, … Maria dengan ketaatannya mendatangkan keselamatan bagi dirinya dan seluruh umat manusia…. Oleh karena itu, ikatan ketidaktaatan Hawa dilepaskan oleh ketaatan Maria. Apa yang terikat oleh ketidakpercayaan Hawa dilepaskan oleh iman Maria.” (Lihat St. Irenaeus, Against Heresies, 189 AD, 3:22:24)
  • St. Hippolytus (235): “Ia adalah tabut yang dibentuk dari kayu yang tidak dapat rusak. Sebab dengan ini ditandai bahwa Tabernakel-Nya dibebaskan dari kebusukan dan kerusakan.” (St. Hippolytus, Orations Inillud, Dominus pascit me )
  • Origen (244): “Bunda Perawan dari Putera Tunggal Allah ini disebut sebagai Maria, yang layak bagi Tuhan, yang tidak bernoda dari yang tidak bernoda, hanya satu satunya” (Origen, Homily 1).
  • St. Ephraim (361): ”Engkau sendiri dan Bunda-Mu adalah yang terindah daripada semua yang lain, sebab tidak ada cacat cela di dalam-Mu ataupun noda pada Bunda-Mu… (St. Ephraim, Nisibene Hymns 27:8)
  • St. Athanasius (373), “O, Perawan yang terberkati, sungguh engkau lebih besar daripada semua kebesaran yang lain. Sebab siapakah yang sama dengan kebesaranmu, O tempat kediaman Sang Sabda Allah? Kepada ciptaan mana, harus kubandingkan dengan engkau, O Perawan? Engkau lebih besar daripada semua ciptaan, O Tabut Perjanjian, yang dilapis dengan kemurnian, bukannya dengan emas! Engkau adalah Tabut Perjanjian yang didalamnya terdapat bejana emas yang berisi manna yang sejati, yaitu: daging di mana Ke-Allahan tinggal.” (St. Athanasius, Homily of the Papyrus of Turin, 71:216)
  • Ambrose (387): “Angkatlah tubuhku, yang telah jatuh di dalam Adam. Angkatlah aku, tidak dari Sarah, tetapi dari Maria, seorang Perawan, yang tidak saja tidak bernoda, tetapi Perawan yang oleh rahmat Allah telah dibuat tidak bersentuh dosa, dan bebas dari setiap noda dosa.” (St. Ambrose, Commentary on Psalm 118: Sermon 22, no.30, PL 15, 1599).
  • St. Augustine (415): Kita harus menerima bahwa Perawan Maria yang suci, yang tentangnya saya tidak akan mempertanyakan sesuatupun ketika ia kita membicarakan tentang dosa, demi hormat kita kepada Tuhan; sebab dari Dia kita mengetahui betapa berlimpahnya rahmat untuk mengalahkan dosa di dalam segala hal telah diberikan kepadanya, yang telah berjasa untuk mengandung dan melahirkan Dia yang sudah pasti tidak berdosa (St. Augustine, Nature and Grace 36:42)
  • Theodotus (446): “Seorang perawan, yang tak berdosa, tak benoda, bebas dari cacat cela, tidak tersentuh, tidak tercemar, kudus dalam jiwa dan tubuh, seperti setangkai lili yang berkembang di antara semak duri.” (Theodotus, Homily 6:11)
  • Proclus dari Konstantinopel (446): “Seperti Ia (Yesus) menjadikannya [Maria] tanpa noda dari dirinya sendiri, maka Ia dilahirkan daripadanya tanpa meninggalkan noda. (Proclus, Homily 1)
  • St. Severus (538): “Ia [Maria] …sama seperti kita, meskipun ia murni dari segala noda, dan ia tanpa noda.” (St. Severus, Hom. cathedralis, 67, PO 8, 350)
  • St. Germanus dari Konstantinopel (733), mengajarkan tentang Maria sebagai yang “benar- benar terpilih, dan di atas semua, … melampaui di atas semua dalam hal kebesaran dan kemurnian kebajikan ilahi, tidak tercemar dengan dosa apapun.” (Germanus dari Konstantinopel, Marracci in S. Germani Mariali)

Gereja Orthodox dalam kebersamaan iman dengan para bapa, juga mengimani bahwa Maria itu telah suci dari segala noda dosa sebagaimana semua pendapat para bapa Gereja di atas.
Namun sebagaimana pendapat-pendapat para  bapa Gereja di atas, beberapa di antaranya menjelaskan bahwa ada proses pemurnian Maria, bahwa Maria itu dikuduskan, dia dibebaskan, disucikan oleh Roh Kudus, dilapisi oleh kemurnian, dan dikatakan juga oleh Yesus sendiri menjadikannya tanpa noda.

Lukas 1:35
Jawab malaikat itu kepadanya: "RohKudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah."

"Ia (Yesus) dikandung oleh seorang perawan, yang terlebih dahulu telah dimurnikan oleh Roh Kudus di dalam jiwa dan tubuh, sebab seperti ia yang mengandung layak untuk menerima penghormatan, maka pentinglah bahwa ia yang perawan layak menerima penghormatan yang lebih besar."
+ St. Gregorius Nazianzenos + (St. Gregorius, Sermon 38)

Kenapa Maria perlu dimurnikan terlebih dahulu oleh Roh Kudus? Mengapa Maria yang dikatakan Murni tanpa noda dosa, namun Roh kudus harus memurnikannya terlebih dahulu? Lalu noda atau dosa apakah yang ada dari Maria yang telah dimurnikan oleh Roh Kudus itu, padahal Maria tanpa cacat cela tanpa dosa?
Gereja Orthodox percaya bahwa Maria tidak tercemar dosa apapun selama hidupnya, tanpa cacat cela, murni dalam kebajikan Ilahi. Namun Maria adalah manusia sama seperti kita, sebagai manusia biasa dia tetap mengalami upah dosa asal yaitu kematian (maut) (Kej 3 : 3, Rom 6 : 23) sesuai dengan sejarah Bunda Maria yang ditradisikan dari lisan para rasul sendiri bahwa Maria mengalami kematian. para Bapa Gereja sampai abad ke-2 mengatakan bahwa Maria wafat di Yerusalem. Tradisi ini diperoleh dari tulisan St. Klemens dari Alexandria (136) dan Apollonius (137) yang mengisahkan perintah dari Tuhan Yesus kepada para rasul untuk mengajar di Yerusalem dan Palestina selama 12 tahun sebelum pergi seluruh dunia. Catatan ini menyimpulkan bahwa Bunda Maria wafat sekitar tahun 48, sebelum Rasul Yohanes pergi meninggalkan Yerusalem.

Adapula pendapat bahwa iman yang mendasari Maria tanpa dosa asal ini didasarkan pada penampakan Bunda Maria sendiri yang bersaksi atas dirinya sendiri bahwa dia (Maria) dikandung tanpa dosa asal. Dalam iman Gereja Orthodox Penampakan-penampakan itu tidak dapat dijadikan acuan iman karena kitab suci sendiri menuliskan bahwa "tidak semua roh berasal dari Allah" (1 Yoh 4 : 1). Dan pula ada tertulis


Yohanes 5:31
Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku itu tidak benar;

Jika Yesus menyatakan apabila Dia bersaksi atas diri-Nya sendiri maka kesaksian itu tidak benar, bagaimana pula kita harus percaya pada Kesaksian Maria yang bersaksi tentang dirinya sendiri? Oleh karenanya iman Gereja Orthodox itu tidak didasarkan pada penampakan Roh atau kesaksian-kesaksian pribadi melainkan iman Gereja Orthodox itu didasarkan pada Kitab Suci, dan Tradisi Lisan Para Rasul (2 Tes 2 : 15) yang telah dipegang-teguh oleh Gereja dari Allah yang Hidup yang tanpa berubah itu yang adalah Tiang Penopang, dan dasar kebenaran (1 Tim 3 : 15).



Bagaimana Penjelasan Arkhimandrit Rm. Daniel Byantoro mengenai Konsep Maria Dikandung Tanpa Dosa ini, mari kita simak dalam pengajaran beliau :

Menurut ajaran Roma Katolik, Maria sejak dalam kandungan Ibunya telah dibebaskan dari dosa asal, oleh rahmat khusus Allah, karena dia akan melahirkan seorang Anak yang memang tanpa dosa, sebab Anak yang akan lahir itu adalah Allah sendiri. Dosa-asal dalam Ajaran Roma Katolikisme dimengerti sebagai “kesalahan asli” Adam yang diturunkan pada anak-cucunya. Maka agar Maryam layak menjadi Ibu dari Anak Yang Maha  Kudus ini, dia harus sudah dibebaskan dari dosa asal (“kesalahan asli Adam yang diturunkan pada manusia”) sejak dalam kandungan ibunya.

Sedangkan dalam Gereja Orthodox, manusia tidak mewarisi “kesalahan asli” dari Adam, sebab tak seorangpun memikul kesalahan orang lain ( Yehezkiel 18:20). “Kesalahan Adam” dipikul Adam sendiri tidak diturunkan pada orang lain, yang diturunkan adalah “ rusaknya kodrat asli” yang tadinya ditentukan untuk menjadi kekal, sekarang dapat mati dan binasa serta dibawah kuasa maut. Karena Maria juga mati, berarti dia juga dibawah kuasa dosa ini, oleh karena itu Maryam bukan “dikandung tanpa dosa asal”. Maryam tetap manusia berdosa seperti semua manusia yang lain.

Kematian Maria berbeda dengan kematian Yesus. Yesus mati bukan karena dosa-dosaNya sendiri, sebab Dia memang tanpa dosa (II Kor.5:21) sebagai Kalimatullah (Firman Allah) Yang Maha Kudus. Dia mati bukan sebagai “upah dosa” ( Roma 6:23), namun Dia mati menurut kehendakNya sendiri (Yohanes 10:17-18), bukan karena paksaan kodrat, sebagaimana yang terjadi pada manusia lain termasuk Maryam. Jika Yesus menghendaki untuk tidak mati waktu disalib Dia dapat melakukannya. Namun Dia kehendaki kematian itu agar Dia dapat masuk ke dalam alam-maut dan menghancurkan kuasanya bagi keselamatan manusia. Sedangkan kematian Maryam bukan karena dikehendaki oleh Maryam, namun memang paksaan kodrat dia harus mati, sebagai manusia biasa. Padahal maut atau kematian adalah “upah dosa” ( Roma 6:23), berarti Maria berdosa asal, yaitu berada dibawah kuasa  kerusakan kodrat ke dalam maut ini.

Fakta kematian Maria ini saja sudah cukup membuktikan bahwa “Dogma Maria Immaculata Conceptio” ini tak memiliki landasan Alkitabiah ataupun Paradosis Rasuliah. Selanjutnya jika Maria sudah bebas dari dosa asal karena akan melahirkan Anak yang tanpa dosa asal, berarti ibunya Mariapun seharusnya tanpa dosa asal juga, karena bukankah putri yang akan dilahirkannya itu tanpa dosa asal?

Dengan demikian neneknya, buyutnya, dan seluruh nenek-moyang Maryam juga harus tanpa dosa asal, jika ingin konsisten dengan cara pikiran semacam itu. Juga jika Maria dikandung tanpa dosa asal, padahal dosa asal itu tak lain adalah maut itu sendiri, berarti Maryam sudah tak memiliki kefanaan, karena bebas dari maut. Yang tidak memiliki kefanaan itu hanya Allah saja, bukankah membuat Maryam menjadi ilahi pada dirinya sendiri, tanpa melalui “Theosis” di dalam Kristus? Tidakkah ini memberhalakan dan memperilah Maria?

Jika memang kemanusiaan Maryam sudah tidak fana, dan tak tunduk pada maut, berarti kemanusiaan Maria sudah berbeda dengan kemanusian kita semua. Maka ketika Kalimatullah mengambil kemanusiaan dari Maria, bukannya kemanusiaan kita lagi yang dikenakan, namun kemanusiaan yang memang sudah tidak tunduk pada maut. Lalu menjadi juru-selamatnya siapakah Kristus itu, jika kemanusiaan-Nya itu berbeda dengan kemanusiaan kita? Bukankah kematianNya itu hanya bersifat pura-pura kalau begitu? Bukankah kemanusiaan yang diambil itu sudah tidak tunduk kepada maut, karena ibunya sudah tanpa dosa asal lagi? Tidakkah ini bertentangan dengan Alkitab yang mengatakan bahwa dalam segala sesuatu kemanusiaan Kristus itu sama dengan kemanusiaan kita, yaitu dapat mati, meskipun secara pribadi sebagai Kalimatullah Kristus itu tak tunduk kepada dosa ( Ibrani 2:14,17)?

Bagaimana Maria dapat bebas dari dosa asal, padahal Kristus belum mati, adakah pengampunan dosa diluar kematian Kristus? Jika memang ada, tak ada gunanya Kristus mati, sebab Allah telah melanggar hukum dan ketetapannya sendiri.

Dari semuanya ini jelas Alkitab maupun Tradisi Rasuliah Gereja Purba tak pernah mengajarkan Maria Terkandung Tanpa Dosa Asal ini. Maryam disebut sebagai ”Yang Tersuci” dan “Yang Amat Murni” dalam Gereja Orthodox, bukan karena “Terkandung Tanpa Dosa Asal”,namun karena rahmat Roh Kudus yang menyucikan dia ketika dia taat untuk menjadi Ibu Penebus setelah didatangi Malaikat Jibril. Pada saat itulah oleh iman dan ketaatan Maria terhadap Mesias yang akan datang di dalam rahimnya sebagaimana yang diberitakan Malaikat itu, Roh Kudus turun atasnya dan menyucikan dia dari segala dosa pribadi agar dia layak menjadi Ibu Kalimatullah yang Menjelma itu. Karena Kalimatullah yang adalah Allah (Yohanes 1;1) Yang Maha Kudus, tak mungkin akan besemayam bersama dengan manusia berdosa yang belum disucikan. Jadi tak ada penyucian diluar karya Kristus dan Roh Kudus. Maka Maryampun disucikan oleh Kristus dan Roh Kudus ini.

Sumber : Arkhimandrit Rm. Daniel Byantoro dalam bukunya "Maryam Sang Perawan dalam Gereja Orthodox"


Akhir Kata, Bersama dengan iman seluruh Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik yang Orthodox itu, kami menyatakan sesuai teladan bapa Gembala eukumenis kami dalam keteladanan Bunda Maria yang tanpa cacat cela bahwa

"Meneladan Maria, Maria sama seperti kita, juga membutuhkan keselamatan, walaupun dia diyakini “tidak melakukan dosa apapun” namun dia tetap terkena dosa asal. Walaupun Maria “lebih terhormat dari pada Kerubim dan jauh lebih mulia dari pada Serafim,” namun apa yang berlaku untuk kita juga tetap berlaku untuk Maria. Walaupun ia “terpuji di antara wanita”, dia juga mewujudkan satu hal yang paling dibutuhkan manusia, yaitu pembaktian diri kepada Sabda Allah dan penyerahan diri kepada kehendak Allah."

 + Patriarkh Bartholomeus I +


Tidak ada komentar:

Posting Komentar