Kamis, 05 September 2013

Makna Keselamatan Menurut Ajaran Iman Rasuliah Yang Orthodox


Oleh : Arkhimandrit Rm. Daniel Byantoro

   Pusat  keyakinan Iman Kristen Orthodox adalah Yesus Kristus sendiri sebagai pribadi, dan bukan sekedar pada suatu ide tentang moralitas atau ide keagamaan yang bersifat abstrak. Yesus Kristus dimengerti oleh Iman Kristen sesuai dengan  yang diajarkan Alkitab sebagai “Firman Allah” (Yohanes 1:1), yang “olehNya /melaluiNya segala sesuatu diciptakan” Allah (Yohanes 1:3 ), dan yang “telah menjadi manusia” ( Yohanes 1:14 ). Berarti Yesus Kristus adalah “Firman Allah” yang diutus Allah turun ke bumi (Galatia 4:4 ) dengan menjelma serta mengenakan sifat-sifat kemanusiaan yang jasmani secara kongkrit (Ibrani 2:14, 17, Filipi 2:5-7). Tujuan kedatangan Yesus Kristus sebagai Firman Allah yang menjadi manusia adalah  agar “ barangsiapa yang percaya akan Dia tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” ( Yohanes 3:16 ).

  Ini disebabkan karena sejak kekal sebelum dunia dijadikan Firman Allah itu telah menjadi sasaran kekal Kasih Allah (Sang Bapa) sendiri (Yohanes 17:24) dan Allah (Sang Bapa) itu juga sebaliknya menjadi arah dan orientasi kasih kekal (Yohanes 14:31) dari Firman Allah (Sang Putra) yang ada di dalam Allah itu sendiri. Sehingga ada hubungan yang eksklusif antara Allah ( Bapa ) dan FirmanNya (Anak) di dalam diri Allah yang Esa itu, sebagaimana dikatakan :”…   tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak…” ( Matius 11:27). Karena hubungan eksklusif dalam kasih antara Allah dan FirmanNya yang sejak kekal berada di dalam diri Allah inilah, maka sejak kekal Firman ini sudah dipilih Allah bukan saja sebagai pelaksana dari kehendakNya untuk mencipta tetapi juga pelaksana dari kehendakNya untuk menyelamatkan dunia, karena dalam ke-Maha-Tahuan-Nya yang kekal, Allah telah melihat bahwa makhluk yang diciptakanNya itu akan memberontak sebagai resiko dari mereka diciptakan menurut “Gambar dan Rupa Allah” sehingga mereka memiliki kehendak bebas.
  Itulah sebabnya dikatakan dalam I Petrus 1:20 demikian:Ia  (Yesus Kristus/Firman Allah) telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diri-Nya pada zaman akhir.”. Ini bermakna bahwa yang dipilih Allah sejak “sebelum dunia dijadikan” itu adalah Yesus Kristus, ketika masih berwujud Firman yang belum menjadi manusiaKarena Alkitab mengatakan bahwaBapa “telah mengasihi Aku(Yesus Kristus/Firman) sebelum dunia dijadikan.” ( Yohanes 17:24), sebab Dia adalah yang ada :” pada-Mu (pada Allah) sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada.” ( Yohanes 17:5).   Jadi yang ada dihadirat Allah secara kongkrit, yang dikasihi Allah secara kongkrit,  sehingga dipilih Allah, sejak sebelum dunia dijadikan dan sebelum dunia ada itu adalah “Yesus Kristus”, akibat kasihNya akan FirmanNya sendiri, seperti yang telah kita bahas diatas.       Juga dalam Wahyu 13:8 kita baca demikian:” Dan semua orang yang diam di atas bumi akan menyembahnya, yaitu setiap orang yang namanya tidak tertulis sejak dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan dari Anak Domba, yang telah disembelih.”   Jika ayat ini kita baca sesuai dengan terjemahan LAI ini, maka implikasinya adalah bahwa “sejak dunia dijadikan” memang ada orang yang “namanya tidak tertulis…. di dalam kitab kehidupan dari Anak Domba” ,  padahal menurut Wahyu 20:15, dikatakan “Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu“. Sehingga itu bermakna bahwa memang ada manusia-manusia  yang dari kekal sudah akan “dilemparkan ke dalam lautan api itu”.  Sehingga kesimpulannya adalah bahwa seolah-olah sejak kekal ada orang-orang yang ditakdirkan masuk neraka.  
Namun jika kita melihat ke dalam bahasa aslinya, situasinya akan jadi lain, mari kita baca dalam bunyi bahasa aslinya :” kai proskyneesousin auton (= dan mereka akan menyembah dia) pantes (= semua)  oi katoikountes (= mereka  yang bermukim) epi tees ghees (= diatas bumi) ou ou gegraptai (= yang tidak tertulis) to onoma autou (= namanya) en too biblioo ( = di dalam kitab) tees zooees (= daripada kehidupan) tou arniou (= -Nya anak domba) tou ephaghmenou (= yang telah disembelih) apo katabolees kosmou (= sejak landasan dunia)”.  Menurut bunyi bahasa aslinya “apo katabolees kosmou (= sejak landasan dunia)” ini bukan dikaitkan dengan “ou ou gegraptai (= yang tidak tertulis)”, sehingga berbunyi “ou ou gegraptai (= yang tidak tertulis) ……” apo katabolees kosmou (= sejak landasan dunia)”, seperti yang dilakukan dalam terjemahan LAI itu. Namun kata “apo katabolees kosmou (= sejak landasan dunia)” itu dikaitkan dengan kata “tou ephaghmenou (= yang telah disembelih)”, sehingga kesimpulannya adalah bahwa “Anak Domba itu, yang telah disembelih sejak landasan dunia”, artinya di dalam ke-Maha-Tahu-an Allah sejak kekal, FirmanNya yang dipilihNya sejak kekal itu, akan menjadi korban bagi keselamatan manusia, sebagai Anak Domba yang telah disembelih, sejak landasam dunia, meskipun realitanya baru akan terjadi ketika Dia turun ke dunia menjadi manusia.

     Dengan demikian menurut Alkitab, keselamatan bukanlah “sesuatu”  yang diberikan oleh Allah melalui Yesus Kristus, namun Yesus Kristus itu sendirilah “wujud” keselamatan itu. Serta “diluar Yesus Kristus” ini tidak ada keselamatan (Kisah 4:12 ). Berarti berbicara tentang keselamatan itulah berbicara tentang Kristus, dan berbicara tentang Kristus itulah berbicara tentang keselamatan. Kristologi ( Ajaran Tentang Kristus ) itulah Soteriologi ( Ajaran Tentang Keselamatan), dan Soteriologi itulah Kristologi. Itulah sebabnya mengapa dalam Gereja Purba di sebelah Timur : Gereja Orthodox, perumusan dogmatis itu hanya berkisar sekitar Pribadi Yesus Kristus dalam hubunganNya dengan Allah dan manusia, karena disitulah terkandung secara langsung makna keselamatan itu.Sebagaimana yang telah kita bahas dalam bagian mengenai Sejarah dalam buku ini. Dan perumusan-perumusan Konsili-Konsili Purba ini akhirnya diterima sebagai standard bagi ajaran  dan Iman Gereja Am yang benar dan tidak bersifat sektarian, terutama sekali dari Konsili I  di Nikea (325) sampai dengan Konsili IV di Kalsedonia (451). Sehingga rumusan-rumusan kebenaran Alkitab dalam Konsili-Konsili itu tak lagi hanya menjadi milik dan standard bagi Iman Gereja Orthodox saja, namun juga milik semua ummat Kristen yang benar baik dari kalangan Roma Katolik maupun dalam kalangan denominasi-denominasi Protestan klasik..  Dalam Konsili I di  Nikea pada tahun 325, Gereja Orthodox Purba ini di dalam melawan bidat Arianisme, menegaskan bahwa Kristus itu satu essensi dengan Allah (Bapa), sehingga Dia adalah “Allah Sejati” yang “keluar dari Allah Sejati”, karena Dia adalah Firman Allah sendiri, yang sifat hakekatNya adalah “Allah” adanya (Yohanes 1:1).

Hanya jika Kristus adalah Allah sejati saja, maka penjelmaanNya sebagai manusia itu bermakna  mendamaikan manusia berdosa kepada Allah yang Maha Kudus. Dan hanya penyaliban dari kemanusiaan Penjelmaan Allah (Sang Firman) saja, maka kematian dan derita Kristus itu merupakan pelenyapan kuasa maut oleh KebangkitanNya, dengan demikian sekaligus merupakan pelenyapan kuasa dosa, karena upah dosa adalah maut. (Roma 6:23). Dalam Konsili III di Efesus tahun 431, Gereja Orthodox Purba yang sama ini dalam melawan bidat Nestorianisme, menegaskan bahwa Kristus tak memiliki “Dua Pribadi dan Dua Kodrat yang terpisah-pisah”, namun memiliki “Satu Kodrat (Satu Pribadi) Firman Allah yang telah Menjelma”, sehingga Maria harus disebut “Theotokos” (Yang Memberi Kelahiran - secara daging - kepada Allah, - yaitu: Sang Firman -) karena hanya jika Kristus memiliki Kodrat yang manunggal secara tak terpisah-pisahkan saja, maka kemanusianNya itu dapat menjadi saluran bagi rahmat keilahianNya, sehingga rahmat ilahi itu dimungkinkan untuk dikaruniakan kepada manusia bagi keselamatannya,  karena kemanusiaan yang telah dikenakan oleh Firman Allah dalam penjelmaanNya ini adalah satu dan sama secara kodrat dan hakekat dengan kemanusiaan segenap ummat manusia (Ibrani 2:14,17). Dan apa yang ditegaskan dalam Konsili III di Efesus ini, ditegaskan lagi oleh Gereja Orthodox Purba itu dalam Konsili IV tahun 451 di Kalsedonia, dalam melawan bidat Monophysitisme, bahwa “ Kristus itu bukan hanya memiliki satu kodrat ilahi saja “ namun memiliki “Dua Kodrat (ilahi sejati dan manusia sejati) yang menyatu dalam Satu Pribadi (hypostasis)” dari Firman Allah yang kekal, namun yang telah menjadi manusia itu,  secara tak terpisah - pisahkan dan tak terbagi-bagi, namun tak terkacau-balaukan dan tak campur-baur.
Sebab jika Kristus hanya memiliki kodrat ilahi saja, seperti yang diyakini oleh ajaran Monophysitisme ini, berarti penjelmanNya sebagai manusia jadi tak bermakna, dan dampak dari penjelmaannya terutama penyaliban, kematian dan kebangkitanNya  bagi keselamatan manusia yang terjadi dalam kemanusianNya itupun lenyap. Karena kodrat manusiaNya itu, menurut ajaran  Monophystisme ini, sudah tak ada lagi, lenyap ditelan keilahianNya.
Dengan demikian keselamatan manusiapun lenyap pula, karena keselamatan itu dilaksanakan dalam wujud kemanusiaanNya yaitu penyaliban, kematian dan kebangkitanNya dari kematian.. Sehingga jika Kristus hanya memiliki kodrat ilahi saja, maka manunggal dengan Kristus itu berarti langsung melebur dalam keilahianNya, sebab menurut ajaran Monophysitisme ini Kodrat Kristus hanya satu saja yaitu : Kodrat Ilahi dan kodrat kemanusianNya sudah lenyap,  sehingga jika betul demikian, kitapun akan menjadi satu dengan kodrat Allah itu sendiri, serta menjadi sama dengan Allah secara kodrat. Jelas ini akan menuntun pada ajaran pantheisme, yang diajarkan agama-agama Timur non-Kristen (Hindhu, Buddha, Kebatinan Jawa), namun yang ditolak Alkitab dan bertentangan dengan Iman Kristen yang benar. Demikianlah selanjutnya dalam Konsili V tahun 553, Konsili VI tahun 680-681 dalam melawan bidat Monothelitisme, serta Konsili VII tahun 787  dalam melawan bidat Ikonoklasme, yang ditegaskan adalah integritas  Kristus sebagai “Allah Sejati” dan “Manusia Sejati” dalam “Satu Pribadi” dalam hal “kehendakNya” (“Monothelitisme”) dan dalam hal “kejasmanianNya” (“Ikonoklasme’), sebagai penjamin mungkinNya karya keselamatanNya itu dikaruniakan kepada manusia. Rumusan-rumusan Konsili tentang Kristus (Kristologi) itu bukan semata- mata demi spekulasi filsafat, namun langsung terkait dengan makna keselamatan manusia (Soteriologi), dan demi menjaga kebenaran akan keselamatan di dalam Kristus itu.


Beberapa Makna Keselamatan dalam Alkitab

Dalam Matius 1:21, keselamatan dimengerti sebagai “bebas dari dosa” atau sebagai “Immanuel, Allah beserta kita” ( Matius 1:23). Rasul Paulus mengajarkan  “ Yesus Kristus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang-orang berdosa” ( I Tim. 1:15). Juga dijelaskan bahwa “ Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang terhilang” (Lukas 19:10); untuk menyembuhkan orang sakit (Lukas 5:31) dan untuk memamnggil bukannya orang benar tetapi “orang berdosa supaya bertobat” ( Lukas 5:32). Kristus tidak datang untuk menghukum dunia, “ namun agar supaya dunia boleh diselamatkan melalui  Dia” (Yohanes 1:17). Demikian juga dikatakan dalam Kolose 1:13-14, bahwa melalui Kristus Allah telah “ melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan AnakNya yang kekasih”, sehingga dengan kedatangan Kristus kita “telah pindah dari maut ke dalam hidup” (I Yohanes 3:14), serta “jika kita  mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, dan bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kita akan diselamatkan “ ( Roma 10:9-10), dan “jika Kristus tidak dibangkitkan,…maka sia-sialah iman kamu “ ( I Kor.15:14). Dari data-data Alkitab yang demikian itulah maka Pengakuan Gereja Purba yang dirumuskan di Nikea  dalam Konsili I tahun 325 dan Konstantinopel dalam Konsili II tahun 381 mendeklarasikan bahwa Kristus “….untuk keselamatan kita, telah turun dari sorga, dan menjelma oleh  Roh Kudus, dan dari Perawan Maryam “ yang menunjuk pada fakta “Inkarnasi” (Penjelmaan sebagai Manusia), serta  yang untuk keselamatan kita “ telah disalibkan….dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, Dia menderita sengsara dan dikuburkan.Dan telah bangkit lagi pada hari ketiga sesuai dengan Kitab Suci. Dan telah naik ke sorga, serta duduk disebelah kanan Sang Bapa”  yang menunjuk pada karya penderitaan, penyaliban, kematian/penguburan, kebangkitan serta kenaikanNya ke sorga.

Dengan demikian berdasarkan data-data Kitab Suci dan Pengakuan Iman Gereja Orthodox Purba, yang adalah “Pengakuan Gereja Yang Am (Katolik)  dan Rasuliah (Apostolik)” yang disebut “Pengakuan Iman Nikea” ini, dapat kita simpulkan bahwa keselamatan di dalam Kristus itu diberikan kepada manusia melalui “Inkarnasi” ( Penjelmaan Firman Allah sebagai manusia melalui Perawan Maryam oleh kuasa Roh Kudus), serta seluruh karya dan kehidupan Kristus, teristimewa penderitaan, penyaliban, kematian, kebangkitanNya dari antara orang mati, serta kenaikanNya ke sorga. Keselamatan dalam Kristus adalah kebebasan dari dosa, kebebasan dari kematian, dan kebebasan dari kuasa kegelapan (Iblis) serta penyembuh-pulihan dari kodrat kemanusiaan kita kepada kemuliaan Allah serta kehidupan kekal, yang adalah hidup milik Allah sendiri itu. Jadi puncak keselamatan di dalam Kristus adalah pemulihan hidup ilahi ke dalam manusia serta penyatuan kembali manusia berdosa dalam pengampunan dosa-dosanya kepada kemuliaan hidup Allah itu sendiri.


Karya Keselamatan Kristus: Pribadi dan Karya Kristus.

                                                      a.Pribadi Kristus

Sebagaimana yang telah kita bahas diatas, pribadi Yesus Kristus sebagai “Firman Allah” yang menjelma menjadi manusia adalah pusat dari Iman Kristen, dan menjadi landasan keselamatan manusia.Karena Dia adalah “pola asli “ kodrat manusia itu sendiri. Sebab manusia diciptakan “MENURUT Gambar dan Rupa Allah” ( Kejadian 1:26-27), padahal “Gambar Allah” (Kolose 1:15), dan “Rupa Allah” (Filipi 2:6) yang kodrati dan kekal di dalam Allah adalah Firman Allah atau Yesus Kristus. Jika manusia diciptakan “MENURUT” Gambar Allah dan Rupa Allah  yang adalah Yesus Kristus atau Firman Allah ini, berarti Firman Allah adalah “pola asli” dari kodrat keberadaan manusia. Dan karena “pola asli” kodrat manusia adalah “Firman Allah” yang melalui Firman yang sama ini segala sesuatu diciptakan Allah (Kej.1, Mazmur 33:6, Yohanes 1:1-3, I Kor. 8:6, Ibrani 1:2-3, Kolose 1:15-16), maka untuk mengembalikan manusia kepada hidup kekal itu maka Firman Allah:” Pola Asli” kodrat manusia itu telah menjadi daging (Yohanes 1:14). Artinya Ia telah mengambil “ rupa….manusia” ( Filipi 2:7, Yohanes 1:14) “menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka” ( Ibrani 2:14). Serta “…dalam segala hal Ia harus disamakan…” dengan manusia ( Ibrani 2:17), termasuk tubuh, jiwa, roh, pikiran, hati, emosi dan segala sesuatunya kecuali dosa, tanpa mengalami perubahan dari kodrat asliNya Yang Ilahi yang satu dalam KeAllahan dengan Sang Bapa itu. Demikianlah “Firman Allah” yang menjadi daging itu dalam kodrat asli ilahiNya berada satu hakekat dengan Allah serta tak terpisah dariNya sebagai Logos (Kalimatullah) sehingga Ia tetaplah “Allah Sejati”, namun sebagai yang telah “mengambil rupa manusia, sama, dan mendapat bagian dalam segala hal dengan keadaan manusia" tadi, Ia berada dalam satu hakekat dengan manusia, sehingga Ia benar-benar “Manusia Sejati”. Maka jadilah Ia satu-satunya “Pengantara” antara “Kodrat Ilahi” (Allah =Bapa), dan “Kodrat Manusiawi” (Manusia) – I Tim.2:5. Di dalam “Firman Menjelma”  : Yesus Kristus ini, panunggalan antara Allah dan manusia, sorga dan bumi, rohani dan jasmani, ilahi dan manusiawi, yang tak tercipta dan yang tercipta, baka dan fana,  Tuhan dan hamba, “kawulo lan Gusti” telah terjadi. Disinilah terlihat jelas apa kaitan Pribadi Kristus yang satu namun memiliki  “Dua Kodrat” : Allah Sejati dan Manusia Sejati, itu terkait erat dengan keselamatan manusia. Dan dalam keadaan  “Satu Pribadi” dalam “Dua Kodrat”  atau “Dua Kodrat”  dalam  “Satu Pribadi” ini Ia menjalankan karya keselamatan itu.  Dan karya keselamatan itu dijalankan sebagaimana yang kita bahas dibawah ini.



                                                  b.Karya Kristus

Karena “ tubuh jasmani” dimana maut, kelapukan dan kefanaan itu tinggal telah diambil dan dikenakan oleh “ Firman” (Logos/Kalimatullah) sebagai sumber dan asal-usul ciptaan, kehidupan, dan kekekalan ( karena Yang Ilahi itu adalah Hidup dan Kekal), maka terhisaplah kefanaan, kelapukan, dan kematian yang tinggal dalam Tubuh Kemanusiaan yang telah dikenakan Sang Firman dalam PenjelmaanNya itu, ke dalam kehidupan dan kekekalan Ilahi milik Allah itu sendiri, yang dibuktikan oleh Kebangkitan dari Tubuh kemanusiaanNya yang sama tadi dari antara orang mati.

Salib adalah pintu gerbang bagi Sang Firman Menjelma untuk masuk ke dalam kerajaan maut, agar Kerajaan Maut itu dikalahkan. Sang Firman Menjelma:Yesus Kristus ini disalibkan karena ketaatanNya kepada kehendak Bapa, sebagaimana yang dikatakan Alkitab:” Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:8) .

Dan kehendak Bapa yang kepadanya Kristus taat sampai mati di kayu itu adalah kehendakNya untuk melepaskan manusia dari kuasa Iblis, Dosa, dan Maut agar manusia memperoleh hidup kekal (“mencapai theosis”) yang telah kita bicarakan. Berarti kehendak Allah ini adalah perwujudan dan manifestasi Kasih Allah atas dunia ini, sebagaimana yang dikatakan oleh Alkitab:” Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang Tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa  (yaitu: tidak berada dibawah kuasa :Dosa, Iblis dan Maut) melainkan beroleh hidup yang kekal (yaitu: manunggal dengan kehidupan dan kemuliaan Allah sendiri, atau dengan kata lain “mencapai theosis”) ( Yohanes 3:16).

Karena kasih Allah mengaruniakan AnakNya dengan turun ke dalam dunia, dan karena taat kepada kasih tadi, Anak Allah sampai mati di kayu salib. Berdasarkan data Alkitab ini maka kematian Kristus itu tak dimengerti dalam bahasa hukum sebagaimana yang sudah sejak lama mendominasi pemikiran theologia Barat. Menurut bahasa hukum yang digunakan Gereja Barat dalam bertheologia, dosa manusia itu dimengerti sebagai melanggar keadilan Allah, sehingga Allah itu murka. Murka Allah dan keadilan Allah itu  “harus dipuaskan” dengan suatu kurban. Maka Kristus telah mati sebagai korban diatas kayu salib untuk “memuaskan keadilan” Allah, sehingga dengan demikian korban Kristus tadi menjadi sarana “memuaskan murka Allah” atas dosa manusia, yang berakibat manusia dilepaskan dari murka Allah dan mendapatkan keselamatan. Darah Kristus itu telah memuaskan hati Allah. Bahasa hukum yang demikian ini tak pernah dikenal oleh mayoritas para Bapa Gereja terutama di Gereja Timur.

Berdasarkan data Alkitab diatas kematian Kristus diatas salib adalah manifestasi “philanthropia” (“kepengasihan Allah atas manusia”) melalui ketaatan (kepasrahan) Kristus yang mutlak terhadap kehendak kasih Allah tadi. Berarti diatas salib ini oleh ketaatanNya yang mutlak Kristus telah mengimpas ketidak-taatan Adam dalam kemanusiaan yang dikenakan. Dengan demikian kemanusiaan yang dikenakan Kristus itu sekarang sudah “dibenarkan” dihadapan Allah, karena tak ada lagi noda ketidak-taatan Adam sebagai inti-hakekat dari dosanya, dalam kemanusiaan yang dikenakan Kristus itu.. Dengan demikian kemanusiaan itu telah mengalami “pembenaran” ( Roma 4:25) Demikianlah dosa dikalahkan diatas Salib. Dan sesudah masuk  ke dalam alam maut melalui pintu Gerbang Salib itu, Kerajaan maut diporak-porandakan karena maut tak dapat menahan Tubuh Kristus yang mati dalam kuasa kelapukannya, maut dikalahkan melalui bangkitNya dari mati dan Iblis dilucuti karena Iblis yang berkuasa atas maut (Ibrani 2:14) tak dapat mencegah Kristus untuk lepas dari cengkeraman maut melalui kebangkitanNya..

Akhirnya tubuh kemanusiaan Kristus itu mencapai kemenangan dari kematian dan mengalami kebangkitan serta menyatu dengan kekekalan kodrat asli Firman yaitu kodrat ilahiNya yang sejak penjelmaanNya hadir pula dalam tubuh. Dengan demikian tubuh kemanusiaan Kristus itu telah dilepaskan yaitu “ditebus” dari kuasa “dosa, iblis, dan maut” (Markus 10:45 ). Demikianlah kemanusiaan itu sekarang telah mengalami “penebusan”. Maka tubuh kemuliaan Kristus yang telah bangkit dan dimuliakan dalam kehidupan dan kekekalan itu sekarang menjadi sumber hidup kekal manusia. Akibat kematian dan kebangkitan Kristus itu kemanusiaan sudah menyatu dengan hidup ilahi, berarti manusia telah menerima“pendamaian” dengan Allah (Roma 5:10). Itulah sebabnya agar manusia yang bertubuh itu dapat ambil bagian dalam hidup kekal yang menampakkan diri dalam tubuh kebangkitan Kristus tadi, sampai kini di sorgapun Kristus masih memiliki “Tubuh Jasmani” yang telah dibangkitkan dan dimuliakan itu. Dan Tubuh Jasmani Kristus yang Mulia itu menyatu dengan kemuliaan Ilahi yang Maha Kudus, sehingga kemanusiaan itu sekarang dalam Tubuh Kemanusiaan Kristus yang mulia telah menerima “pengudusan” Dan Tubuh Mulia yang sama ini pula yang menjadi landasan manusia yang menyatu denganNya itu ikut pula dimuliakan. Hal ini dijelaskan dalam ayat Alkitab yang demikian :” …di dalam sorga…dari situ kita menantikan Tuhan Yesus …yang akan mengubah tubuh kita….sehingga serupa dengan TUBUH-Nya yang Mulia….” ( Filipi 3:20-21).

Sampai kapanpun Yesus tetap “Logos” atau “Kalimatullah” yang memiliki hakekat Allah Sejati di dalam kesatuan hakekat dengan Bapa, dan juga memiliki hakekat Manusia Sejati karena Tubuh yang dikenakan dan dibangkitkanNya itu dibawa naik ke sorga dan Tubuh itu sekarang berada disana dalam keadaan mulia, serta menjadi landasan  pemuliaan tubuh kita melalui kebangkitan tubuh kita diakhir jaman. Jadi Diri Yesus itulah Keselamatan. Kristologi itulah Soteriologi. Soteriologi itulah Kristologi.

Jika Yesus itu hanya ilahi saja, manunggal dengan Kristus berarti melebur dalam keilahian, faham demikian ini adalah faham kafir “pantheisme” yang tak dapat diterima oleh iman Kristen yang benar dan Alkitabiah.

Jika Yesus itu hanya manusia saja, manunggal denganNya tak akan membawa panunggalan kepada hidup yang kekal, sebab manusia biasa pada dirinya sendiri tak memiliki hidup kekal.

Jika Yesus itu setengah Allah dan setengah manusia, kita tak mungkin dapat manunggal dengan yang setengah manusia karena kita adalah manusia yang utuh dan sejati, dan tak akan mendapatkan kemuliaan hidup ilahi sebab yang memiliki hidup ilahi adalah Allah yang Sejati dan sempurna.

Jika Yesus sekarang tak memiliki Tubuh Manusia  lagi, meskipun telah mulia,  namun hanya berwujud roh saja, maka keselamatan itu akan hilang karena wujud keselamatan itu adalah dilenyapkan maut oleh Tubuh yang telah dibangkitkan tadi, maka binasalah kita jika kita percaya Yesus tak memiliki Tubuh lagi dan hanya berwujud roh seperti itu. Jika memang demikian, kemana hilangnya Tubuh yang telah dibangkitkan itu? Apakah menguap menjadi gas ketika Ia harus melewati atmosfer pada saat kenaikanNya sebagaimana yang diajarkan orang-orang Saksi Yehuwah?

Maka jelas bahwa Yesus Kristus itu sampai kapanpun tetap “Firman Yang Menjelma” artinya “Allah Sempurna sebagai Firman”, namun “Insan Sempurna sebagai Yang Telah Menjelma”. Hanya dengan menjaga makna kebenaran dari Kristus yang “Satu Pribadi dengan Dua Kodrat”  yang tak pernah berubah, tak berbaur, tak kacau-balau, maupun tak terpisah-pisah yang demikian itu sajalah keselamatan itu mungkin bagi manusia. Inilah ajaran Gereja Am yang Rasuliah dan Alkitabiah, yang telah dibela dan dirumuskan oleh Gereja Purba dan tetap tetap dipertahankan sampai sekarang oleh Gereja Orthodox, pada Konsili Kalsedonia pada tahun 451.

Dengan demikian kemanusiaan yang dikenakan oleh Firman Allah dalam penjelmaanNya: Yesus Kristus,  itu adalah merupakan kemanusiaan yang baru. Suatu kemanusiaan yang seharusnya dicapai oleh Adam seandainya Adam tidak jatuh di dalam dosa. Itulah kemanusiaan yang sekarang harus menjadi tujuan akhir kita dalam mencapai “theosis”. Sekarang karena “theosis”`manusia itu sudah terjadi dalam Adam yang akhir dan baru: Yesus Kristus, maka hanya dengan menyatu dan manunggal dengan Yesus Kristus sajalah “theosis” itu mungkin bagi kita.

Perbuatan baik dan amal manusia pada dirinya sendiri tanpa menyatu dengan Kristus ini tak akan membawa keselamatan. Tak ada perbuatan baik satupun yang dapat memuliakan manusia, sebab sumber pemuliaan itu adalah Tubuh Kebangkitan Kristus yang telah dimuliakan itu. Keselamatan tak akan di dapat melalui perbuatan baik dan amal-jasa manusia saja. Dengan demikian mulai dari Ireneus dan seluruh  abad sejarah Kekristenan para Bapa Gereja di Timur yang menggunakan bahasa Yunani, selalu menegaskan
“ Anak Allah menjadi manusia, agar manusia boleh menjadi anak-anak Allah”,
“ Allah menjadi manusia, agar manusia boleh menjadi seperti Allah”,
“Yang Roh menjadi Yang Daging, agar yang daging ini boleh ambil bagian di dalam sifat dan kodrat Yang Roh”,
“Apa yang dimiliki Allah secara kodratNya, itu diberikan kepada manusia melalui anugerah (rahmat, kasih-karunia) Nya.”

Keselamatan itu bukan hanya sekedar status yang diberikan saja, (misalnya: “Orang berdosa yang dibenarkan” sebagaimana pernah dihayati Luther) namun kodrat kemanusiaan yang benar-benar dipulihkan secara realita, dan bukan hanya sekedar secara posisi dan status. Keselamatan itu bukan “sesuatu yang dituangkan” dari luar, namun penyembuhan yang dimulai dari dalam. Keselamatan itu bukan hanya sekedar masuk sorga lepas dari neraka, namun manunggal dalam hidup ilahi itu sendiri, dan menyatu dalam kemuliaan kodratNya di dalam Kristus (“ambil bagian dalam kodrat ilahi” II Pet.1:4). Keselamatan adalah pelepasan dari kuasa Iblis, Dosa, Kelapukan Tubuh, Kefanaan Hidup, dan Kematian serta dimanunggalkan dengan Tubuh Kebangkitan Kristus dan dengan demikian manunggal dengan hidup ilahi, menyatu dalam kemuliaan serta mencapai “theosis”.

Karena pola asli kodrat manusia adalah “Firman Allah” yang melaluiNya segala sesuatu diciptakan (Kejadian 1. Maz. 33:6, Yoh. 12:1-3, I Kor. 8:6b, Ibrani 1:2-3, Kolose 1:15-16), maka untuk mengembalikan manusia kepada panggilan hidup kekal itu maka Firman Allah: “Pola Asli” kodrat manusia itu “mengambil” rupa …. Manusia (Fil. 2:7, Yohanes 1:14 ) “menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka” (Ibrani 2:14 ) serta “… dalam segala hal Ia harus disamakan …” (Ibrani 2:17 ) dengan manusia, termasuk tubuh, jiwa, roh, pikiran, hati, emosi dan segala sesuatunya, tanpa mengalami perubahan dari kodrat asliNya yang satu dalam hakekat keilahian Sang Bapa itu.

Demikianlah “Firman Allah” yang menjadi daging itu dalam kodrat asli ilahinya berada satu hakekat dan tak terpisah dari Allah sebagai Kalimatullah, namun sebagai yang telah “mengambil rupa manusia, sama, dan mendapat  bagian dalam segala hal, dengan keadaan manusia “tadi Dia berada satu dengan manusia, maka jadilah Ia satu-satuNya “Pengantara “ antara kodrat ilahi (Allah) dan kodrat manusiawi (manusia)         (I Tim. 2:5). Di dalam “Firman Menjelma”: Yesus Kristus ini, panunggalan antara Allah dan Manusia, Sorga dan Bumi, Rohani dan Jasmani, Ilahi dan Manusiawi, Tak Tercipta dan Tercipta, Baka dan Fana, Tuhan dan Hamba, “Kawulo lan Gusti” telah terjadi. Karena yang tubuh dimana maut, kelapukan dan kefanaan itu tinggal, telah diambil dan dikenakan oleh “Firman” (Kalimatullah) sebagai sumber ciptaan, kehidupan, dan kekekalan (karena yang ilahi itu hidup dan kekal), maka terhisaplah kefanaan, kelapukan, dan kematian yang tinggal dalam tubuh kemanusiaan Firman yang menjelma ke dalam kehidupan dan kekekalan yang Ilahi itu sendiri, yang dibuktikan oleh kebangkitanNya dengan tubuh yang sama tadi dari antara orang mati. Salib adalah pintu Gerbang bagi Sang Firman Menjelma untuk masuk kedalam Kerajaan Maut, agar Kerajaan Maut itu dikalahkan. Itu adalah karena ketaatan Firman Allah kepada kehendak Bapa, untuk melaksanakan KasihNya bagi melepaskan manusia dari Kuasa Iblis, Dosa dan Maut.

Jadi kematian Kristus diatas Salib tidak dimengerti secara hukumiah (yuridis) sebagai sarana untuk “memuaskan keadilan” Allah yang dilanggar oleh dosa-manusia, tidak pula dimengerti sebagai sarana untuk “memuaskan murka Allah” terhadap manusia, seperti dimengerti oleh Gereja Barat. Allah tak dimengerti sebagai despot yang haus darah seperti ini dalam Iman Kristen Orthodox. Allah selalu dimengerti sebagai “Philanthropos” (“Pangasih Manusia”). Jadi kematian Kristus diatas Salib adalah sebagai manifetasi “Philantropia” (Kepengasihan Allah atas manusia”) melalui ketaatan (kepasrahan) Kristus yang mutlak kepada kehendak kasih Allah tadi. (Yohanes 3:16, Fil. 2:5-9). Dan sesudah masuk di dalamnya Kerajaan Maut diporak-porandakan, maut  dikalahkan dan Iblis dilucuti.

Akhirnya Tubuh kemanusiaan Kristus itu mencapai kemenangan dari kematian dan mengalami kebangkitan serta menyatu dalam kekekalan kodrat asli Firman yaitu kodrat ilahiNya yang sejak penjelmaanNya hadir pula dalam tubuh kemanusiaanNya. Demikianlah tubuh kemanusiaan Kristus yang telah bangkit dan dimuliakan dalam kehidupan dan kekekalan itu sekarang menjadi sumber hidup kekal bagi manusia. Itulah sebabnya agar manusia yang bertubuh itu dapat ambil bagian dalam hidup kekal yang menampakkan diri dalam Tubuh Kebangkitan Kristus tadi, sampai kini disorgapun Kristus masih memiliki Tubuh Jasmani yang telah dibangkitkan dan dimuliakan itu dan tubuh yang sama ini pula yang menjadi landasan manusia yang menyatu denganNya ikut pula dimuliakan:”… di dalam sorga …dari situ kita menantikan Tuhan Yesus … yang akan mengubah tubuh kita … sehingga serupa dengan TUBUHNYA yang mulia…“(Filipi 3:20-21).

Sampai kapanpun Yesus tetap Kalimatullah yang memiliki hakekat Allah sejati di dalam kesatuan hakekat dengan Bapa, dan juga manusia sejati karena Tubuh yang dikenakan dan dibangkitkanNya itu dibawa naik ke sorga dan tubuh itu sekarang berada disana serta menjadi landasan pemuliaan kita melalui kebangkitan tubuh kita di akhir jaman. Jadi Diri Yesus itulah keselamatan. Kristologi itulah Soteriologi. Soteriologi itulah Kristologi. Jika Yesus itu hanya ilahi saja, menyatu denganNya berarti melebur dalam keilahian, faham demikian ini adalah “pantheisme” yang tak dapat diterima Iman Kristen Orthodox.

Jika Yesus itu hanya manusia saja, menyatu denganNya tak akan membawa penyatuan kepada hidup yang kekal, sebab manusia tak memiliki hidup kekal.
Jika Yesus itu setengah Allah dan setengah manusia, kita tak dapat manunggal dengan yang setengah manusia karena kita ini manusia utuh dan sejati, dan tak akan mendapat kemuliaan hidup ilahi sebab yang memiliki hidup ilahi adalah Allah yang sejati dan utuh.
Jika Yesus sekarang tak memiliki tubuh manusia lagi namun hanya berwujud roh saja, maka keselamatan itu akan hilang karena wujud keselamatan itu adalah dilenyapakannya maut oleh tubuh yang dibangkitkan tadi, maka binasalah kita jika kita percaya seperti itu.

Lagipun kemana hilangnya tubuh dibangkitkan itu?
Apakah menguap menjadi gas ketika Dia harus melewati atmosfeer pada saat kenaikanNya?

Jadi Yesus Kristus itu sampai kapanpun tetap “Firman yang Menjelma” artinya “Ilahi Sempurna sebagai Firman” namun “Insan Sempurna sebagai yang telah Menjelma”. Hanya dengan menjaga makna Pribadi Kristus yang satu dengan dua kodrat yang tak pernah berubah, berbaur, kacau, maupun terpisah-pisah demikian sajalah keselamatan itu mungkin bagi manusia. Inilah ajaran Rasuliah-Alkitabiah yang telah dibela dan dirumuskan oleh Gereja Orthodox pada Konsilinya yang keempat di Kalsedonia (th.451).

Dengan demikian kemanusiaan yang dikenakan Firman Allah dalam penjelmaanNya: Yesus Kristus, itu adalah merupakan kemanusiaan yang baru, suatu kemanusiaan yang seharusnya dicapai oleh Adam seandainya Adam tidak jatuh dalam dosa. Itulah kemanusiaan yang sekarang harus menjadi tujuan akhir kita dalam mencapai theosis. Sekarang karena theosis manusia itu sudah terjadi dalam Adam yang baru: Yesus Kristus, maka hanya dengan menyatu dan manunggal dengan Kristus sajalah theosis itu mungkin bagi kita.

Perbuatan baik dan amal manusia pada dirinya sendiri tanpa menyatu dengan Kristus ini tak akan membawa keselamatan. Tak ada perbuatan baik satupun yang dapat memuliakan manusia sebab sumber pemuliaan itu adalah tubuh kemanusiaan Kristus yang telah dimuliakan itu. Keselamatan tak akan didapat melalui perbuatan baik dan amal jasa manusia saja.

Dengan demikian mulai dari Ireneus dan seluruh abad sejarah Kekristenan  para Bapa Gereja Orthodox Yunani selalu menegaskan “Anak Allah menjadi Manusia, agar manusia boleh menjadi anak-anak Allah”, “ Allah menjadi manusia, agar manusia boleh menjadi seperti Allah” “Yang Roh menjadi yang daging, agar yang daging ini boleh ambil bagian di dalam sifat dan kodrat yang Roh”. “Apa yang dimiliki Allah secara kodratNya, itu diberikan kepada manusia melalui rahmat (kasih-karunia)Nya”. Keselamatan itu bukan hanya sekedar status yang diberikan (mis: “Orang berdosa yang dibenarkan”) saja, namun kodrat kemanusiaan yang dipulihkan. Keselamatan itu bukan sesuatu yang dituangkan dari luar, namun penyembuhan yang dimulai dari dalam. Keselamatan itu bukan hanya sekedar masuk sorga lepas dari  neraka, namun manunggal dalam hidup ilahi itu sendiri dan menyatu dalam gemilang kemuliaan kodratNya” (“ambil bagian dalam kodrat ilahi” – II Pet. 1:4). Keselamatan adalah pelepasan dari kuasa Iblis, dosa, kelapukan tubuh, kefanaan hidup, dan kematian serta dimanunggalkan dengan tubuh kebangkitan Kristus dan dengan demikian manunggal dengan hidup ilahi., menyatu dalam kemuliaan serta mencapai “theosis”.
   


                                         3. Keselamatan sebagai Pengudusan:
                                                         Karya Roh Kudus



Keselamatan itu secara obyektif-historis telah terjadi dalam Pribadi dan karya penjelmaan Kristus terutama dalam penderitaan, penyaliban, kematian dan kebangkitanNya. Dalam makna ini kemanusiaan kita secara prinsip sudah diselamatkan. Tetapi karena peristiwa itu sudah terjadi di masa lampau kira-kira dua ribu tahun yang lalu, bagaimana keselamatan itu masih tetap berlaku bagi kita di abad ke duapuluh yang hampir keduapuluh satu ini?

Dan bagaimana secara subyektif manusia di masakini dapat mengalami keselamatan yang “sudah terjadi” itu?.

Begini: Sebelum penderitaanNya Kristus menjanjikan: “ Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadaMu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran …” (Yohanes 14:16 -17)”…. Penghibur yaitu Roh Kudus, yang akan diutus Bapa dalam Nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu” (Yohanes 14:26 ) “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa , Ia akan bersaksi tentang Aku” (Yohanes 15:26 ).

Janji-janji Kristus ini menjelaskan kepada kita bahwa Roh Kudus yaitu RohNya Allah sendiri, yang pada saat Perjanjian Lama selalu bekerja pada orang-orang tertentu, dan selalu hadir untuk menopang kehidupan alam semesta ini, akan secara khusus dikirimkan oleh Allah “atas Nama Yesus” untuk menjadi “Penolong yang lain” dan “Penghibur” yang tugasnya adalah “menyertai kamu (orang-orang milik Kristus) selama-lamanya” “mengajarkan segala sesuatu dan mengingatkan akan semua yang telah Yesus katakan” serta “bersaksi tentang  Yesus”. Ini berarti tugas Roh Kudus adalah untuk menghadirkan Kristus sendiri kepada orang beriman. Sebagaimana Yesus itulah “Paraklitos” (Penolong) maka Roh Kudus akan menjadi “Penolong yang lain”. Karena itu Roh Kudus tak akan berbicara mengenai ajaranNya sendiri namun mengingatkan segala sesuatu yang Yesus historis itu pernah ajarkan. Roh Kudus tak akan menyaksikan diriNya sendiri, namun Yesus yang telah dimuliakan itu yang akan disaksikan.

Demikianlah dalam Roh Kudus itu Yesus yang telah melaksanakan karyaNya secara historis hadir secara gaib melintas waktu dan tempat, sehingga tetap dapat secara relevan dialami oleh manusia sampai kapanpun. Padahal dijelaskan pula bahwa “kehadiran khusus” Roh Allah “atas Nama Yesus” ini terkait dengan pemuliaan Yesus sesudah bangkit dari antara orang mati: “… sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan” (Yohanes 7:39), dan sesudah Yesus dimulialan baru Roh Allah yang dijanjikan untuk dikirim secara khusus oleh Allah kepada manusia pada Hari Pantekosta, berarti Pantekosta adalah penggenapan Paskah, Karya Roh Kudus adalah kelanjutan dan Penggenapan Karya Keselamatan Yesus: “Yesus inilah yang dibangkitkan Allah … dan sesudah Ia ditinggikan (Yaitu: sesudah bangkit dan dimuliakan Allah, pen.) oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus (“Yang keluar dari Allah/Bapa”, Yoh. 15:26 , pen) maka dicurahkanNya (Roh Kudus yang sama itu tadi oleh Yesus kepada manusia, pen.) apa  yang kamu lihat dan dengar disini (pada saat Hari Pantekosta di Yerusalem, pen.) “(Kisah 2:32 -33). Roh Allah yang keluar dari Allah (Bapa) itu sampaiNya kepada manusia harus melalui Pribadi Yesus Kristus, sebagai yang mengutus dan mencurahkan, karena untuk menghadirkan Karya keselamatan yang hadir pada Tubuh Kemanusiaan Yesus yang telah dimuliakan itu tujuanNya Roh tersebut dikirim.

Demikianlah di dalam Roh Kudus kita menerima Karya Pemuliaan Kodrat kita yang ada dalam Tubuh Kemanusiaan Yesus itu. Untuk mengalami keselamatan di dalam Diri Manusia Yesus yang telah dimuliakan itu berarti harus mengalaminya di dalam Roh Kudus, dan mengalami Roh Kudus berarti mengalami Pemuliaan Kodrat Kemanusiaan Yesus Kristus yang telah mengalami pemuliaan (“theosis”) itu. Roh Kudus tidak mewahyukan yang lain kepada kita, namun menghadirkan Wahyu Yang Tuntas dan Paripurna: Firman yang Telah Menjadi Manusia, Yesus Kristus. Dengan menyalurkan kemanusiaan mulia dari Yesus yang telah bangkit itu, maka kehidupan kebangkitan, yaitu kehidupan yang telah menang atas dan tak dikuasai oleh maut, yaitu hidup kekal, yang hadir dalam Tubuh Kemanusiaan Yesus, maka Roh Kudus menyalurkan Hidup Kekel kepada kita, yaitu Hidup Kebangkitan dan Pemuliaan (Theosis”) di dalam iman. Penyaluran “Hidup Kekal” itulah “Energi Ilahi” yang bekerja di dalam kita. Dan Energi Ilahi yang dikerjakan oleh Roh Kudus di dalam kita itulah “Rahmat” atau “Kasih Karunia”.

Jadi kita diselamatkan oleh “Kasih Karunia” Allah yang bekerja di dalam kita. Dalam Iman Orthodox yang disebut “Kasih-Karunia”  yang menyelamatkan  itu bukan hanya sekedar konsep abstrak mengenai sikap Allah yang membenarkan orang berdosa saja (seperti yang ditekankan dalam ajaran “Pembenaran oleh Iman” menurut Luther), namun Kasih Karunia juga berarti “kuasa Allah” (Roma 1:16: “Injil itu kuasa Allah”) yaitu “Energi Ilahi” yang bekerja untuk memampukan manusia berdosa berubah dari hidup yang dikuasai oleh dosa untuk membawa kepada kekudusan yang akan berakhir dalam “Theosis”.

Jadi pembenaran dan pengudusan dalam visi Orthodoxia bukan hanya sekedar suatu perubahan status dari keadaan dosa “dianggap” benar dalam pengertian hukumiah (yuridis) saja, namun lebih merupakan suatu proses pemulihan kodrat akibat menyatunya manusia dengan kodrat riil dari kemanusiaan Kristus yang telah dimuliakan itu karena kuasa “Energi Ilahi” yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Itulah sebabnya keselamatan itu sepenuh-penuhnya merupakan “Kasih Karunia”Allah, yaitu Energi Ilahi yang bekerja untuk mengubahkan manusia mencapai “Theosis”.

Apakah  “Kasih Karunia” Allah ini memaksa manusia? Tidak. Manusia harus dengan rela untuk membuka diri mau menerimanya dalam Iman. Dalam visi Orthodoxia yang demikian ini maka ajaran “Irresistable Grace” (“Kasih Karunia yang tak dapat ditolak”) dalam faham Calvinisme itu tak mempunyai tempat, karena itu mengesampingkan “Kasih Karunia” Kehendak Bebas yang diberikan Allah kepada manusia sebagai yang diciptakan menurut Gambar dan Rupa Allah. Lagipula waktu manusia diciptakan dia belum mencapai keadaan “sempurna” meskipun amat baik (Kejadian 1:31), sehingga kejatuhan manusia dari dosa itu bukan menyebabkan “Kebejatan Total” (“Total Depravity”) seperti yang difahami oleh Calvinisme yang sama tadi, namun menyebabkan kerusakan dan kemelesetan kodrat (“hamartia nenek-moyang”) serta kekaburan gambar Allah yang ada pada manusia saja. Itulah sebabnya manusia oleh kasih-karunia Allah yang diberikan dalam penciptaan, mampu untuk membuka diriNya bagi Iman kepada panggilan Allah ini.

Jadi kehendak bebas manusia, itu bukan kemampuan alamiah manusia, seperti yang diajarkan oleh Pelagius, dan bukan pula itu separuh usaha manusia dan separuh oleh bantuan Kasih-Karunia Semi-Pelagianisme, namun sepenuh-penuhnya merupakan Kasih-Karunia Allah, sebagai akibat penghembusan “Nafas Allah” pada manusia (Kej 2:7), yaitu “Energi Ilahi”/”Kuasa Hidup” yang diberikan. Pada saat penciptaan tidak ada apa yang disebut kodrat “alami-murni” (“pure-nature”) pada manusia, namun “Nafas Hidup” yaitu “Energi Ilahi” yaitu “Kasih Karunia” telah hadir sejak awal, dan manusia ada karena Kasih-Karunia ini, meskipun sepenuh-penuhnya Kasih-Karunia itu dipulihkan kembali sesudah kebangkitan Yesus oleh Roh Kudus. Keterbukaan manusia dalam Iman untuk menerima “Kasih Karunia” Allah inilah yang dalam theologia Orthodox disebut sebagai “Synergia”. Karena Iman itu merupakan “Synergia”, maka betullah bahwa Iman yang hidup itu harus dinyatakan dalam “perbuatan baik” sebagai bukti iman tadi “… iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati” (Yakobus 2:26), “ … kamu telah dipanggil untuk merdeka … jangan mempergunakan kemerdekaan itu … untuk kehidupan dalam dosa … melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih “(Gal. 5:13) “Sebab karena kasih-karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu … Karena kita … di ciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekejaan yang baik …” (Ef.2:8-10) “… karena itu tetaplah kerajaan keselamatanmu  dengan takut dan gentar … karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan …” (Fil. 2:12 -13), dan masih banyak lagi.

Oleh karena itu dalam Iman Kristen  Orthodox tidak ada dikhotomi atau kontradiksi antara Iman dan Perbuatan, seperti yang pernah membingungkan Luther sehingga dia menyebut Surat Yakobus sebagai “Surat Jerami” yang hampir-hampir saja dibuangnya dari Kitab Suci karena penekanan akan perbuatan baik dalam surat itu. Iman itu akibat Kasih-Karunia Allah, Perbuatanpun karena “Allah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan.” Jadi Iman itu menyatakan diri dalam Perbuatan Baik (Efesus 2:8-10, Galatia 5:1-14) dan Perbuatan baik itu bersumber dari Iman, serta kedua-duanya berasal dari “Energi Ilahi” yang bekerja dalam manusia, yaitu “Kasih Karunia” yang bekerja oleh Roh Allah.

Dalam melatih Iman untuk selalu menampakkan Buah Perbuatan Baik itulah pengudusan dalam realita, bukan hanya dalam posisi atau status yang abstrak, yaitu pemulihan kodrat dalam pembersihan dari hawa-nafsu dan dari watak serta sikap lama yang nampak dalam hidup yang suci menjadi kenyataan, yang semuanya ini proses yang terus-menerus sebagai pembaharuan yang tak akan pernah berhenti (Kolose 3:10). Inilah proses pengudusan itu. Disinilah peranan asketikisme dan mati raga (puasa, kehidupan rahib dan kehidupan pertapaan Kristiani bagi yang terpanggil, pengendalian hawa-nafsu melalui usaha-usaha pengekangan tubuh, dan lain-lain) mempunyai tempat dalam iman Orthodox. Asketikisme dan mati-raga itulah buah iman, dan pendalaman dari Karya Kasih-Karunia untuk mencapai kasih akan Allah yang lebih dalam, sebagai bentuk sikap hidup pertobatan yang terus-menerus.

Jadi itu tak boleh dimengerti sebagai suatu usaha mencari pembenaran melalui perbuatan yang berasal dari kekuatan sendiri. Sebab tidak ada noda Pelagianisme ataupun Semi-Pelagianisme dalam visi Iman Kristen Orthodox. Segala sesuatu adalah Kasih-Karunia yang bekerja. Maka dengan demikian jelaslah bahwa tak ada perbuatan baik atau amal-jasa macam apapun pada dirinya sendiri yang dapat menyelamatkan manusia, sebab keselamatan itu bukan hanya sekedar masuk sorga serta lepas dari neraka sebagai akibat banyak-sedikitnya “pahala” dari perbuatan baik, namun keselamatan itu adalah dilepaskan dari kuasa Iblis, dosa, kelapukan, kefanaan, dan maut inilah yang disebut “pembenaran” serta dipulihkan dalam kekekalan, hidup, kemuliaan, dan terutama ambil bagian dalam kodrat ilahi yang disebut “pengudusan”. Dan semua karya pelepasan Kristus bagi manusia dari kuasa Iblis, dosa, dan maut itulah yang disebut sebagai “penebusan”. Dari keberadaan “kemelesetan kodrat” oleh Adam lalu menyatu dalam kemanusiaan yang telah dipulihkan di dalam Kristus itulah yang disebut, “kelahiran kembali”.

Ini semua hanya mungkin terjadi melalui penyatuan atau panunggalan kita dengan Tubuh Kemuliaan Kristus yang oleh kebangkitan telah menghancurkan maut-kelapukan-kefanaan, dosa dan Iblis, serta sekaligus menyatakan kehidupan kekal, kemuliaan, dan kodrat ilahi itu sendiri. Mencapai titik pemuliaan manunggal dalam kodrat ilahi (“theosis) itulah yang disebut sebagai pemuliaan (Roma 8:29 ). Jelaslah tidak ada keselamatan diluar Kristus. Adalah suatu salah-faham besar menyangka praktek askerikisme dalam Iman Kristen Orthodox sebagai menukarkan Kasih-Karunia Allah dengan usaha kebaikan sendiri dihadapan Allah untuk mendapatkan kebenaran.

Asketikisme adalah bukti tindakan pendalaman iman yang dikuatkan oleh Kasih-Karunia Allah di dalam Kristus. Inilah pendalaman dan penyelaman ke dalam Kasih-Karunia tadi secara serius dan konsekwen. Jadi yang disebut sebagai pemilihan, pembenaran, pengudusan, penebusan, kelahiran baru, pemuliaan (“theosis”), dan lain-lain itu dalam perspektif Iman Kristen Orthodox, tidak dimengerti sebagai karya Allah yang terpisah-pisah dan berbeda-beda, namun hanya sebagai aspek-aspek yang kaya dari Karya Keselamatan Allah yang tunggal dan berkesinambungan di dalam Kematian dan Kebangkitan Kristus yang disalurkan oleh Roh Kudus.
   Kiranya saudara-saudari yang membaca tulisan ini mau dan rela untuk menerima panggilan diselamatkan Allah di dalam Kristus oleh iman, dalam persekutuan Gereja-Nya yang “Satu, Kudus, Katolik, Apostolik”, yaitu Gereja Rasuliah yang Orthodox. Amin


Tidak ada komentar:

Posting Komentar