Kamis, 05 September 2013

Para Orang Kudus dalam Gereja Orthodox

PARA JANASUCI (ORANG KUDUS) DALAM GEREJA TUHAN YANG ORTHODOX



Oleh: Rm.Yohanes Bambang C. Wicaksono

Allah dan Kesucian

Harus dikatakan dipemulaan bahwa satu-satunya Pribadi yang kudus itu tak lain dan tak bukan adalah Allah itu sendiri. Alkitab menegaskan bahwa : “Sebab Akulah Tuhan, Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus,….” (Im 11:44, 19:2 dan 20:7). Manusia menjadi kudus dan dikuduskan melalui partisipasinya di dalam kesucian Allah.

Kesucian adalah suatu karunia atau “Charisma” yang diberikan oleh Allah pada manusia. Usaha manusia untuk menjadi seorang partisipan di dalam kehidupan kesucian Illahi itu sangatlah diperlukan, namun kesucian itu sendiri adalah pekerjaan dari Sang Tritunggal Mahakudus, khususnya melalui penyucian kuasa Yesus Kristus, yang telah menjelma, telah menderita dalam penyaliban, dan telah bangkit dari kematian, agar supaya menuntun kita kepada kehidupan kudus melalui persekutuan dengan Sang Roh Kudus. Js Paulus dalam suratnya yang ditujukan pada sidang jemaat di Thesalonika menegaskan : “ Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai. Untuk itulah Ia telah memanggil kamu oleh Injil yang kami beritakan, sehingga kamu boleh memperoleh kemuliaan Yesus Kristus, Tuhan kita” (2 Tes 2:13-14).

Katagori Dapatnya Disebut Sebagai Para orang kudus :

Melalui karya Sang Tritunggal Mahakudus, semua Orang Kristen dapat disebut sebagai orang-orang kudus khususnya di dalam Gereja mula-mula, selama mereka telah dibaptis didalam nama Tritunggal Mahakudus, mereka telah menerima meterai Sang Roh Kudus di dalam Sakramen Krismasi dan sering berpartisipasi dalam Sakramen Perjamuan Kudus atau Ekaristi. Di dalam Roh yang sama Js. Paulus , saat ia menulis surat pada Gereja-Gereja yang ia telah kunjungi, ia menyebut jemaat yang berada dan hidup di Efesus sebagai “orang-orang kudus”(Ef 1 :1), pada jemaat yang berada di Korintos juga menggunakan ungkapan yang sama (2 Kor 1 :11). Js. Basilius mengomentari poin ini dan menulis, bahwa Js. Paulus menunjuk pada semua mereka yang disatukan dengan Allah, itu menyatu dalam Sang Pribadi, Sang Kehidupan dan Sang Kebenaran (Against Eunomius, II,19). Lebih lanjut Js. Paulus menuliskan pada orang-orang Kolose, bahwa Allah telah mendamaikan manasia melalui kematian Kristus, “sehingga Ia boleh menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat dihadapanNya (Kol 1:22).

Akan tetapi di dalam masyarakat kita, Siapakah yang dapat disebut sebagai orang-orang kudus itu ? Dan menurut Gereja, siapakah yang boleh disebut sebagai orang-orang kudus ? Banyak Theolog Orthodox mengklasifikasikan para orang kudus ini dalam enam katagori yaitu :
1. Para rasul, yaitu orang-orang yang pertama yang menyebarkan berita Inkarnasi Sang Sabda menjelma dan keselamatan melalui Kristus.
2. Para Nabi, karena mereka telah memrediksi dan menubuatkan akan kedatanganSang Mesiah.
3. Para Suhada/Martir, karena persembahan hidup mereka dan tidak ada rasa takut mengakui Yesus Kristus sebagai Putra Allah dan Juruselamat umat manusia.
4. Para Bapa dan Imam Gereja, yang telah mengagungkan didalam menjelaskan danmempertahankan Iman Kristen melalui kata dan perbuatan
5. Para Monakhos/Biarawan, yang telah hidup di padang gurun dan telah membaktiKan diri mereka sendiri untuk pelatihan rohani (askesis) guna mencapai sejauhmungkin kesempurnaan di dalam Kristus.
6. Orang benar, mereka yang telah hidup di dalam dunia, memberi contoh hidup yang baik sebagai seorang Imam atau awam terhadap keluarga mereka, dan juga dapat memberi contoh hidup yang baik terhadap masyarakat dimana mereka itu hidup.

Masing-masing orang, baik laki-laki maupun perempuan diantara orang-orang kudus ini, mempunyai panggilan dan karakteristiknya sendiri-sendiri : mereka semua telah bertarung di dalam pertarungan yang baik untuk iman (1 Tim 6:12 dan 2 Tim 4:7). Mereka semua telah menunjukan dalam hidup mereka kebajikan-kebajikan secara Alkitabiah seperti : Keadilan, kesalehan, kesetiaan, kasih, ketabahan dan kelamah lembutan (1 Tim 6:11).

Konsep Mengenai Theosis atau Pengillahian :

Sasaran dan goal utama dari orang kudus ini adalah untuk meniru Allah dan hidup menghidupi kehidupan Illahi (Theosis). Js. Maximos Sang Pengaku pada abad ke tujuh mengatakan dalam tulisannya, bahwa Para orang kudus ini adalah orang-orang yang telah mencapai Theosis, mereka telah menghidari perkembangan yang tak wajar dari jiwa yaitu : dosa, dan telah berusaha sekuat tenaga untuk menghidupi cara hidup yang wajar (i.e.,living according to created nature), selalu melihat Allah, sehingga dapat mencapai kesatuan yang total dengan Allah melalui Sang Roh Kudus (On Theology, 773).

Juga boleh dikatakan disini bahwa para orang kudus atau para janasuci ini adalah : Pertama-tama Teman-teman Allah. Kedua, melalui kesalehan mereka yang sejati dan kesetiaan mutlak pada Allah, mereka telah menyenangkan hati Allah dan karena itu mereka telah disucikan baik jiwa maupun tubuh mereka, dan berikutnya dimuliakan di dalam dunia ini. Ketiga, mereka telah diterima dalam pangkuan Allah setelah kepergian (kematian) dari dunia kedalam kehidupan yang kekal. Keempat, banyak dari mereka telah diberi anugerah khusus atau karunia untuk melakukan mujizat baik ketika mereka masih hidup di dunia atau setelah mereka meninggal dunia. Kelima, mereka telah dianugerahi karunia yang khusus untuk berdoa dan memohon bagi mereka yang masih hidup di dalam dunia ini dan bertempur bagi pertempuran yang baik untuk kemuliaan Allah dan kesempurnaan mereka sendiri di dalam Kristus. Permohonan dan doa ini bersumber dari fakta bahwa mereka juga adalah bagian dari Persekutuan orang orang kudus. Mereka berbagi dalam doa dan pekerjaan baik dengan orang-orang kristen yang ada di dunia dan ada suatu interaksi yang konstan dan kesatuan antara orang-orang suci yang telah dimuliakan di dalam sorga dan orang-orang kudus yang masih hidup di dalam dunia.

Doa Permohonan Dari Orang-Orang Kudus :

Kenyataan bahwa orang-orang Kristen meminta doa dan permohonan dari para orang kudus itu, disebut-tuliskan dalam Perjanjian Baru. Hal itu jelas terlihat ketika Js. Paulus meminta orang-orang kristen di Efesus, Thesalonika, Kolose dan Roma berdoa untuknya (Ef 6:19, l Tes 5:25, Kol 4:3, Rom 15:30-31). Di dalam setiap Liturgi, kita meminta Allah Sang Bapa untuk menerima, atas kepentingan kita, doa-doa dan permohonan-permohonan dari para janasuci atau para orang kudus yang sekarang hidup di sorga. Para Bapa Gereja juga telah menerima doa-doa dan permohonan dari segenap janasuci.



Dalam salah satu suratnya, Js. Basilius secara eksplisit menulis, bahwa ia menerima permohonan para rasul, para nabi, dan para suhada/martir, dan ia mencari doa-doa mereka pada Allah (letter 360). Kemudian berbicara tentang empat puluh Suhada/martir, yang telah mati sahid bagi Kristus, ia menekankan bahwa mereka adalah teman-teman ras manusia, para utusan yang kuat dan teman sekerja yang baik dalam doa (Chapter 8). Js. Gregorius dari Nysa meminta Js. Theodore Sang Suhada untuk berdoa sungguh-sungguh pada Raja kita bersama, Allah kita, bagi Negara dan umat (Encomium to Martyr Theodore). Bahasa yang sama digunakan oleh Js. Yohanes Sang Teolog didalam kidung kemenangannya pada Js. Kiprianus, Js. Yohanes Krisostomos mengatakan, bahwa kita seharusnya mencari permohonan dan doa-doa yang sungguh-sungguh dari para orang kudus atau janasuci, karena mereka itu mempunyai keberanian yang khusus (parresia) dihadapan Allah (Gen 44:2 and Encomium to Julian, Iuventinus and Maximinus,3).

Venerasi Atau Pemujaan Para Janasuci :

Di dalam Gereja Orthodox penyembahan yang diberikan pada itu Allah itu, sungguh sangat berbeda dari hormat dan kasih (agape), atau bahkan venerasi atau pemujaan karena pemujaan disini tidak berarti menyembah tetapi menunjuk pada rasa hormat yang mendalam (Proskynesis), yang diberikan pada mereka semua yang berusaha dengan penuh semangat dan wibawa (St. John Chrysostomos, Hom. III, 40). Gereja Orthodox menghormati para Janasuci atau orang-orang kudus itu, untuk mengungkapkan kasih dan ucapan syukur mereka pada Allah, yang telah menyempurnakan Para Janasuci tersebut. Sebagaimana Js. Symeon sang Teolog Baru menuliskan : “Allah adalah Guru dari Para Nabi, pergi bersama-sama dengan Para Rasul, Kuasa Para Suhada, Inspirasi dari Para Bapa dan Para Guru, kesempurnaan dari Para janasuci.....“(Catechesis,l )

Disepanjang Kekristenan Perdana, Secara adat istiadat para orang Kristen itu bertemu di tempat-tempat dimana Para Suhada telah meninggal, untuk membangun Gereja-Gereja untuk menunjukan rasa hormat yang mendalam, menghormati reliks-reliks mereka dan menmgingat, serta menghadirkan contoh hidup bajik mereka sebagai contoh untuk hidup orang-orang lain. Informasi yang menarik tentang pokok ini didapat dari kesuhadaan Js. Polikarpus ((ch. 17-18), menurutnya orang-orang Kristen mula-mula dengan penuh hormat telah mengumpulkan sisa-sisa peninggalan Para janasuci dan telah menghormatinya lebih daripada “batu-batu berharga“. “Mereka juga bertemu pada hari kematian mereka untuk memperingati “kelahiran baru mereka”, yaitu hari mereka telah masuk kedalam kehidupan baru mereka, di dalam sorga“. Pada hari ini Gereja Orthodox telah menjaga adat-istiadat Liturgi untuk bertemu pada hari kematian orang kudus, membangun Gereja-Gereja guna menghormati nama-mana mereka, dan menaruh rasa hormat yang khusus pada reliks-reliks dan ikon-ikon mereka. Konsili Ekumenikal ketujuh (787A.D), dalam meringkas praktek Gereja ini menyatakan bahwa :“bahwa kita memuja dan menghormati Allah Tuhan kita, dan mereka yang telah menjadi para pelayan sejati dari Tuhan kita, kita menghormati dan memuja karena mereka mempunyai kuasa untuk menjadikan kita teman-teman Allah, Raja dari semua“.

Hari-hari pesta dan merayakan kehormatan para Janasuci itu telah menjadi praktek bersama pada abad keempat. Kanon ke duapuluh dari Konsili Ganggra di Asia Kecil yaitu antara tahun 325 dan 381, menganatema/mengutuk mereka yang menolak hari-hari pesta para janasuci. Begitu mulianya itu, Para Rasul, Para Nabi, dan Para Suhada dihormat-muliakan dalam Gereja, karena itu banyak tulisan muncul dan menerangkan akan pencapaian kerohanian, kasih dan ketaatan mereka kepada Allah.

Bersama-sama dengan Kesuhadaan Js. Polikarpus, informasi tentang Pemujaan Para janasuci itu, didapatkan dari Kesuhadaan dari Para Suhada di Scilli, yaitu kota kecil di Afrika Utara (Akhir abad kedua). Daftar sumber-sumbernya itu memasukkan Kehidupan Js. Athanasius, Js. Antonius, Kotbah Js. Basilius menghormati empatpuluh Suhada, Kotbah Js. Gregorius dari Nysa menghormati Js. Theodore, juga sejumlah kotbah Js. Yohanes Krisostomos yang didedikasikan pada Para Suhada Gereja.

Para Bapa Gereja dan orang-orang Kristen pada umumnya, telah menaruh hormat secara khusus pada reliks-reliks para suhada. Dan untuk menambahkan sumber-sumber yang telah disebut diatas adalah : Eusebius dari Kaesaria yaitu Seorang Sejarahwan Gereja mengatakan : “Mereka yang telah menderita bagi kemuliaan Kristus itu selalu bersekutu dengan Allah yang hidup“(Church History, 5:1). Di dalam Konstitusi Apostolik (5:1), Para Suhada itu disebut sebagai “Saudara-saudara Tuhan dan bejana Sang Roh Kudus” Ini membantu untuk menjelaskan hormat khusus yang Gereja berikan pada reliks-reliks para suhada. Js. Basilius Agung, Js. Gregorius dari Nysa, Js. Kililos dari Yerusalem dan Js. Yohanes Krisostomos mengingatkan kita bahwa reliks-reliks dari para suhada telah diisi dengan anugerah rohani, bahkan kubur-kubur merekapun diisi dengan berkat khusus. Praktek Patristik ini masih berlangsung sampai sekarang, dan orang-orang dari seluruh dunia mengunjungi Gereja-Gereja yang memiliki reliks-reliks para suhada dan janasuci. Juga sesuai dengan tradisi kuno, setiap ada konsekrasi Gereja-Gereja Orthodox baru, reliks-reliks kudus itu selalu disimpan-tempatkan di dalam Altar atau Mezbah kudus.

Kontroversi besar tentang penghormatan terhadap ikon Kristus dan ikon-ikon para janasuci telah terjadi. Kontroversi Ikonoklastik ini mulai di Byzantium pada abad ketujuh telah menggoncangkan seluruh Gereja. Akan tetapi Para Bapa Gereja telah menyatakan dengan jelasnya bahwa hormat itu ditujukan pada bentuk asli atau prototype dan bukan pada gambar jasmani dari Kristus atau Para janasuci. Babak keempat dari Konsili Ekumenikal keempat di Nikea tahun 787 AD membahas masalah Ikon ini dan menyatakan : “Kita menerima (aspazometha) Firman Tuhan dan Para RasulNya melaluinya kita telah diajar untuk menghormati (timan) dan mengagungkan (megalynein) di tempat pertama Sang Bunda Allah pada tempat yang tepat dan benar dan meninggikan segenap kuasa sorgawi, juga para penghulu malaikat kudus, para rasul yang terberkati dan terpuji, para nabi yang mulia, para suhada yang telah bertempur bagi Kristus, dan para dokter yang takut akan Allah dan kudus, serta segenap orang kudus, mencari permohonan mereka (presveies), untuk menjadikan kita betah bersama dengan Allah dari semua, jadi lama sebagaimana kita memegang perintahNya dan berusaha untuk hidup dengan baik. Lebih-lebih kita menerima (aspazometha) gambar dari Salib yang mulia dan memberi hidup, reliks-reliks para orang kudus, gambar-gambar (ikon-ikon) kudus dan mulia, kita telah menerima ikon-ikon dan kita telah mencium-peluk ikon-ikon tersebut. Menurut Tradisi kuno dari Gereja Allah yang kudus dan Katolik, bahwa Para Bapa kita yang kudus, juga telah menerima ikon-ikon ini dan menempatkan ikon-ikon tersebut di segenap Gereja-Gereja Allah yang kudus dan di setiap tempat kekuasaanNya. Gambar-gambar yang terpuji dan mulia ini, sebagaimana telah dikatakan, kita menghormati, menerima dan memuja-puji dengan penuh hormat (timitikos proskynoumen), gambar Penjelmaan dari Sang Sabda dan Juruselamat kita Yesus Kristus, Sang Bunda Allah yang tanpa cacat dan sangat mulia, yang darinya Ia telah berkenan untuk mengambil daging darinya dan menyelamatkan serta melepaskan kita dari segenap penyembahan berhala, juga gambar-gambar kudus dari Para Malaikat yang tak bertubuh jasmani yang telah menampakkan diri layaknya sebagai manusia. Demikian juga kita juga memuja (ingat memuja disini tidak berarti menyembah, namun menunjuk pada rasa hormat yang dalam) figur-figur dan gambar-gambar dari para rasul yang suci dan sangat terpuji, Para nabi yang berbicara tentang Allah, Para Suhada yang menderita dan Para orang kudus, sehingga melalui merekalah, kita boleh dibimbing kembali untuk mengingat bentuk asli dan berpartisipasi dalam kesucian mereka“ (Nicene and Post-Nicene Fathers, Vol 14, P.541)


Hari-Hari Pesta Para Janasuci.

Orang-orang Kristen mula-mula biasanya bertemu pada hari nama seorang janasuci, yaitu : hari kematian Janasuci tersebut. Perkumpulan ini telah mengambil tempat entah disekitar kubur Janasuci atau dalam Gereja, yang telah menjaga dan memelihara reliks-reliks kudusnya, atau didalam Gereja-Gereja dengan sejarah besar dan teologianya yang berarti. Perkumpulan yang demikian ini disebut sebagai hari pesta (panergyris), yaitu hari untuk memperingati peringatan Janasuci. Orang Percaya berpartisipasi di dalam pesta-pesta ini untuk mendengar suatu kotbah dan memuji perbuatan-perbuatan atau kemati sahitan dari Janasuci yang terpuji, dan biasanya hal itu dapat mendatangkan keuntungan rohani bagi hidup orang percaya. Suatu penjelasan yang menarik adalah Perayaan/pesta Js. Thekla dari Seleucia di Asia Kecil pada abad kelima, dan Js. Demetrius dari Tesalonika Yunani pada abad ke duabelas. Para Bapa Gereja dan kanon Gereja telah menerima tipe perkumpulan ini, masih mengambil tempat dan dilaksanakan, tetapi mereka secara keras mengingatkan dan menentang bentuk komersialisasi dari suatu perayaan atau pesta (Speros Vryonis, Jr., “The Panergyris of the Byzantine Saint”, The Byzantine Saint, 1981).

Gereja Orthodox memberikan suatu tempat yang khusus untuk menghormati dan memuja Sang Perawan Maria Bunda Allah, Para malaikat dan Js. Yohanes Pembaptis. Mengenai Sang Perawan Maria, sebagai Bunda Allah, cukup ditegaskan bahwa Konsili Ekumenikal Ketiga pada tahun 431 di Efesus, secara resmi telah mengangkat istilah Theotokos dengan penuh hormat. Ada periode puasa (14 hari pertama bulan agustus) dan sejumlah pesta atau perayaan dan kidung yang didedi-persembahkan bagi Sang Bunda Allah. Ikonnya secara tradisional digambar diatas Mezbah dan disebut sebagai yang “lebih luas daripada sorga atau Platytera”. Sang Perawan Maria, sebagai Bunda Allah secara tulus berdoa untuk kita, karena dia telah memberikan daging pada Kristus dengan segenap kerendah-hatian dan kesetiaannya, sehingga Firman Allah telah dapat menjadi manusia.

Gereja Orthodox Percaya, bahwa para Malaikat itu adalah mahluk yang tak bertubuh jasmani, diciptakan oleh Allah sebelum adanya penciptaan. Para Malaikat itu mahluk yang bersifat kekal, bukan oleh kodrat keberadaannya sendiri tetapi oleh anugerah Allah, dan Malaikat-malaikat itu disebut sebagai “Terang yang kedua”, sedangkan terang yang pertama itu tak lain dan tak bukan adalah Allah itu sendiri. Sifat dan kodrat keberadaan mereka itu awalnya tidaklah dapat berubah, tetapi setelah Inkarnasi Sang Sabda, Para Malaikat telah dipandang sebagai yang “telah memelihara” atau dalam bahasa Yunaninya adalah “Sesosmenoi”, karena itu “tak berubah”. Para Bapa Gereja percaya, bahwa setiap orang percaya mempunyai malaikat pendampingnya sendiri-sendiri, para malaikat berdoa untuk kita, menyanyi dan memuliakan Sang Tritunggal Mahakudus dengan tak ada henti-hentinya. Para Malaikat juga melayani sebagai contoh sehingga orang-orang seharusnya mengikuti apa yang telah mereka lakukan.

Js. Yohanes Pembaptis, yang Ikonnya didapatkan pada Ikonotasion di semua Gereja Orthodox, adalah seorang Nabi yang telah membaptis Kristus dan telah mempersiapkan kedatanganNya di dunia ini, namun ia telah menderita dan mati sahid bagi kesucian dan kesetiaannya yang penuh pada kehendak Allah, dan Gereja memiliki lima perayaan untuk menghormati Js. Yohanes Pembaptis.

Kanonisasi Para Janasuci atau Santo

Gereja Orthodox tidak mengikuti prosedur resmi apapun untuk “pengakuan” Para janasuci.Awalnya Gereja telah menerima sebagai para orang kudus atau janasuci bagi mereka yang telah mati sahid bagi Kristus. Para orang kudus adalah para janasuci yang mengucap Syukur akan anugerah Allah, dan mereka tidak memerlukan pengakuan secara resmi dari Gereja. Orang-orang kristen, membaca hidup mereka dan menyaksikan mujizat-mujizat yang mereka lakukan, telah menerima dan menghormati mereka sebagai para orang kudus atau janasuci. Js. Yohanes Pembaptis, disiksa dan dibuang oleh para penguasa Sipil dan Gereja telah menerima sebagai orang kudus. Js. Basilius Agung segera diterima oleh umat sebagai seorang kudus setelah kematiannya. Baru-baru ini, supaya menghindari penyalahgunaan, Kepatriarkhan Ekumenikal telah memunculkan surat-surat Ensiklik khusus (tomoi)dalamnya Sinode Kudus “mengakui” atau menerima perasaan terkenal tentang seorang kudus. Demikianlah dalam hari-hari kita ini contohnya adalah Js. Nikodemos dari Gunung Kudus (1955).

 Mengingat Periode Kristen Perdana telah dijaga disana, banyak deskripsi-2 bergerak dari hidup, kemati sahidan dan mujizat-mujizat para orang kudus, maka orang-orang kudus ini masih disebut sebagai “Synaxaria” yang berasal dari bahasa yunani “Synaxis” yang berarti suatu pertemuan di dalam Gereja untuk tujuan-tujuan Liturgi, dimana hidup para janasuci itu dibacakan disana. Js. Nikodemos dari Gunung Kudus telah menyusun Synaxaria tentang Janasuci selama abad ke sembilanbelas, dan bahkan baru-baru ini, Romo George Poulos dan Dr. Konstantine Kavarnos telah menulis hidup para janasuci dalam bahasa Inggris.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar