Kamis, 05 September 2013

Zakat Perpuluhan dan Sedekah

Oleh : Arkhimandrit Rm. Daniel Byantoro

ZAKAT PERPULUHAN DAN SEDEKAH: adalah ajaran Kitab Suci mengenai bagaimana kita dapat memuliakan Allah dengan harta milik kita serta bagaimana kita dapat menyucikan harta milik kekayaan kita itu agar bukan menjadi tandingan dan pengganti Allah serta tak menuntun kita kepada kemusyrikan yang mendatangkan murka Allah itu.“Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu” ( Amsal 3:9 ). Karena harta itu juga benda ciptaan milik Allah, maka itupun harus tunduk kepada Allah, maka satu-satunya jalan agar manusia tidak jatuh dalam kemusyrikan melalui harta miliknya, adalah mengabdi dan menghambakan harta tadi kepada Allah dengan menggunakannya untuk kemuliaan Allah. Dengan cara itu sajalah harta itu menjadi suci dari beban kemusyrikan dan noda pemberhalaan.

Sedangkan bagaimana kita memuliakan Allah dengan harta dan menghambakan harta kepada Allah itu dijelaskan demikian :

“Ikatlah persahabatan (lakukan perbuatan-perbuatan baik, saleh dan bajik semacam persahabatan itu) dengan mempergunakan Mamon ( melalui harta kekayaan yang engkau miliki ) yang tidak jujur ( yang tidak tetap dan selalu berubah keadaannya ), supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong ( supaya jika harta kekayaan itu sudah tidak berfungsi dan tak kau butuhkan lagi, terutama pada saat kau mati ) kamu diterima dalam kemah abadi (Sorgalah sebagai ganti kekayaan itu )” ( Lukas 16:9 ).

Beberapa cara “mengikat persahabatan dengan menggunakan Mamon” ( berbuat kesalehan, kebajikan, dan kebaikan dengan menggunakan harta kekayaan ) itu dijelaskan oleh Almasih demikian:
“Juallah segala milikmu ( terutama bagi mereka yang terpanggil untuk hidup seratus-persen bagi mengabdi kepada Allah di dalam Kristus, yang dalam praktek Iman Kristen Orthodox sekarang menjadi rahib ) dan berikanlah sedekah ! Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di Sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat. Karena dimana hartamu, disitu juga hatimu berada” ( Lukas 12:33-34 ).

Juga dijelaskan lagi oleh Kitab Suci :
“Peringatkanlah kepada orang-orang kaya ... agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya diwaktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya.” ( I Timotius 6:17-18 ).

Sedangkan kesukaan memberi dan membagi yaitu bersedekah itu dapat dinyatakan dalam banyak hal, yang oleh Almasih dinyatakan demikian :
“Sebab ketika Aku ( Sang Raja dan Hakim Kekal: Almasih ) lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku dalam penjara, kamu mengunjungi Aku...Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” ( Matius 25:-40 ).

Maka dengan cara memberi makan orang yang kelaparan, memberi minum pada orang yang kehausan, memberi tumpangan orang yang terasing, memberi pakaian orang yang telanjang, melawat orang yang sakit, mengunjungi orang yang terpenjara, singkat kata segala perbuatan yang bajik untuk kemanusiaan demi mengangkat dan menolong kehinaan si papa dengan menggunakan harta milik kita yang dilandasi iman kepada Kristus. Itu adalah cara kita mengabdikan dan menghambakan harta kita atau milik kita kepada Allah dan memuliakanNya. Karena segala sesuatu yang kita lakukan itu dikatakan oleh Almasih sebagai melakukan untuk Dia sendiri. Kitab Suci juga mengajarkan bahwa disamping bersedekah dan berbuat baik secara umum kepada “saudara yang paling hina” ( segenap manusia papa dan sengsara di dunia ini ) terutama juga kita harus memperhatikan saudara-saudara kita sesama kita orang Kristen (“Orthodox”) yang seiman dengan kita, sebagaimana dikatakan :

“...selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman” ( Galatia 6:10 ).

Memang ada skala prioritas ( jenjang yang lebih diutamakan ) dalam kita membagikan apa yang kita miliki sebagai bakti kita kepada Allah. Dan sesama kaum beriman itulah prioritas utama, dan kepada kaum berimanpun ada beberapa cara di mana kita dapat mengabdikan harta milik itu kepada Allah. Almasih merujuk kepada praktek-praktek keagamaan yang tak pernah dikecamnya pada dirinya sendiri, namun penyalah-gunaan akan praktek tadi oleh para pelakunya itu mendapat kecaman pedas, yaitu praktek zakat ( perpuluhan), sebagaimana dikatakan :

“Celakalah kamu hai ahli-ahli Taurat dan orang Farisi, hai kamu orang orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan yaitu : keadilah dan belas-kasihan dan kesetiaan. Yang satu ( persepuluhan )harus dilakukan dan yang lain ( keadilan, belas-kasihan dan kesetiaan ) jangan diabaikan.” ( Matius 23:23 ).

Orang Farisi dan ahli Taurat dikecam karena kemunafikan sikap dalam ibadah mereka dalam hal menegakkan zakat ( persepuluhan ). Namun Sistem Ibadah itu sendiri dijunjung tinggi oleh Almasih. Dia mengatakan bahwa yang satu yaitu :persepuluhan itu harus dilakukan, namun itu harus disertai dengan semangat yang lain: keadilan, belas-kasihan dan kesetiaan. Disinilah letak keharusan persepuluhan menurut ajaran Almasih yang berbeda dengan praktek-praktek para ahli Taurat dan orang Farisi itu. Kecaman terhadap sikap munafik orang Farisi ini dilanjutkan oleh Almasih dengan memberikan perumpamaan tentang dua orang yang berdoa kepada Allah, yang satu orang Farisi yang membanggakan ketaatan ibadahnya :

”...aku berpuasa dua kali seminggu ( yaitu: menurut kebiasaan Yahudi, hari Senin dan hari Kamis ), aku memberikan persepuluhan dari segala pengahasilanku” ( Lukas 18:12 ).
Dan yang lain pemungut Cukai yang berdosa dan tak dapat berdoa karena malu dan rasa tak berartinya dihadapan Allah, kecuali mengatakan:”Ya Allah kasihanilah aku orang berdosa ini.” ( Lukas 18:13 )

Dari kedua orang ini Almasih mengatakan ibadah si pemungut Cukai ini yang diterima Allah, sedangkan si orang Farisi tidak diterima. Yang tak diterima itu bukan Sistem Ibadahnya : Puasa dan Zakat sepersepuluhan itu, namun sikap pamer, mendabik dada, dan tinggi hatinya, sebagaimana dijelaskan lebih lanjut oleh Almasih:
“Sebab barang siapa meninggikan diri ( seperti si orang Farisi itu ) ia akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri ( seperti si pemungut Cukai itu ), ia akan ditinggikan.” ( Lukas 18:14 ).

Jelas kepada kita bahwa Almasih tidak mengecam puasa maupun zakat sepersepuluhan, namun memberikan penjelasan bagaimana puasa maupun zakat sepersepuluhan itu harus dilakukan, yaitu dengan kerendahan hati.

Demikianlah kita mendapat pelajaran bahwa, menurut Almasih zakat dari sepersepuluhan dari penghasilan kita itu adalah sesuatu yang harus dilakukan, namun harus dilakukan dengan segala kerendahan hati, keadilan, belas-kasihan, dan kesetiaan. Demikianlah dengan kita memberi zakat sepersepuluhan dari penghasilan kita, kita telah menyucikan harta milik kita itu dari noda kemusrikan, ketamakan, dan keserakahan. Jadilah harta milik itu suatu berkat yang memuliakan Allah.

Sedangkan kepada siapa zakat sepersepuluhan ini harus diberikan, Kitab Suci memberikan beberapa petunjuk :

1. Kepada Pelayan Injil ( Rohaniwan Gereja : Episkop, Presbiter, Diakon, yang mengajar, memberitakan dan menggembalakan ):

“Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatuyang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu” ( Galatia 6:6 )


 I Korintus 9:7-14  :

 “Siapakah yang pernah turut dalam peperangan ( dalam perjuangan menegakkan kebenaran Injil melalui pemberitaan dan pengajaran dengan segala macam duka-citanya ) atas biayanya sendiri ( tanpa mendapat upah dan gaji sebagai biayanya )?

Siapakah yang menanam kebun anggur ( bekerja menaburkan kebenaran Firman Allah dalam Gereja Kristus ) dan tidak memakan buahnya ( mendapat upah jerih payahnya yang dilakukan secara fisik dan mental )?

atau siapakah yang menggembalakan kawanan domba ( memimpin, menuntun, mengajar dan mengarahkan kehidupan jemaah Gereja ) dan yang tidak minum susu domba itu ( mendapat kesegaran dan pencukupan kebutuhannya dari hasil kerjanya itu )?..

.untuk kitakah hal ini ditulis, yaitu pembajak ( penggarap hati manusia melalui pengajaran dan penggembalaan ) harus membajak ( melaksanakan tugas pengajaran dan penggembalaannya ) dalam pengharapan dan pengirik ( yang mengajarkan penampian mana yang salah dan mana yang benar ) harus mengirik dalam pengharapan untuk memperoleh bagiannya. Jadi jika kami ( para Rasul, yang digantikan para rohaniwan: Episkop, Presbiter dan Diakon ) telah menaburkan benih rohani ( pengajaran Injil dan pelayanan sakramen-sakramen Gereja ) bagi kami, berlebih-lebihankah, kalau kami menuai hasil duniawi dari pada kami ?...

Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani Mesbah, mendapat bahagian mereka dari Mesbah itu ? Demikian pulalah Tuhan telah menetapkan bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu.”
 

Konteks peryataan dalam surat diatas adalah pertanggung-jawaban yang diberikan Paulus, karena adanya pertanyaan dan keraguan dan kesangsian mereka atas kerasulan Paulus. Di akibatkan adanya ajaran luar yang menyusup ke dalam Gereja Korintus ini. Maka diberikan penjelasan kepada orang Korintus akan hal seorang rasul terutama Rasul Paulus, sebagai pendiri dan pemula jemaah di Korintus itu. Hak itu termasuh hak untuk mendapat pebiayaan hidup bagi rasul tersebut. Karena Paulus tak mau menggunakan hak tersebut, atas pilihan sendiri, maka jemaah Kristen di Korintus lupa akan kewajiban finansiilnya kepada guru dan gembala mereka sendiri. Maka jelas bahwa meskipun secara umum dapat dikatakan bahwa zakat sepersepuluhan itu ( yang adalah diperuntukkan bagian pada Pelayan Mesbah, dalam Perjanjian Lama : Iman Agung, Imam, Orang Lewi dan dalam Perjanjian Baru : Episkop = Penilik Jemaat, Penatua = Presbiter dan Diakon ) dapat diberikan kepada setiap Pelayan Injil yaitu para Rohaniwan Gereja ( Episkop, Presbiter, Diakon ) sebagai pengganti-lanjut Rasuliah, namun lebih khusus lagi zakat itu diperuntukkan bagi Rohaniwan yang membabtiskan, setiap harinya mengajar, menggembalakan, dan melayani kebutuhan rohani dari jemaat setempat dimana si orang percaya itu tinggal.


2. Mereka yang dalam jalan Memperjuangkan Kebenaran Injil.

“...engkau berbuat segala sesuatu untuk saudara-saudara ( warga seiman yang mengajarkan Iman Rasuliah / Orthodox ), sekalipun mereka adalah orang-orang asing... Baik benar perbuatanmu, jikalau engkau menolong mereka dalam perjalanan mereka, dengan suatu cara yang berkenan kepada Allah. Sebab karena NamaNya mereka telah berangkat dengan tidak menerima sesuatupun dari orang yang tidak mengenal Allah. Kita wajib menerima orang-orang yang demikian, supaya kita boleh mengambil bagian dalam pekerjaan mereka untuk kebenaran.” ( III Yohanes 1:6-8 ).

Karena hukum sepersepuluhan itu dalam Perjanjian Lama dipersembahkan bagi mereka yang melayani Mesbah ( Imam Agung, Imam, dan Orang Lewi ) dan dalam I Korintus 9 diatas dikatakan: bahwa pemberitaan Injil itu sejajar dengan Pelayan Mesbah, demikianlah para Pekabar Injil yang keluar berjalan ( sebagai Misionaris, atau yang Merasul ) untuk memberitakan Iman yang Rasuliah / Orthodox, itupun berhak untuk juga diberikan pertolongan dari zakat sepersepuluhan itu, termasuk disini adalah para Katekis yang telah diberkati dan ditunjuk Episkop, dan yang melakukan tugasnya seratus-persen hanya untuk melayani Gereja, dan tidak mempunyai pekerjaan duniawi lainnya.


3. Kepada saudara seiman yang Miskin dan mendapatkan musibah.

Meskipun saudara seiman yang miskin dan terkena musibah itu tidak harus mendapatkan bantuan dari zakat sepersepuluhan ini, namun dari sumbangan sukarela secara pribadi atau sumbangan yang dikumpulkan dalam koordinasi Paroikia ( Gereja setempat ) dipimpin Presbiter yang dilakukan jemaat secara bersama. Tetapi jika orang ingin mempersembahkan perpuluhannya kepada Gereja dalam konteks penggunaan hak milik bagi pengabdian kepada Allah, maka zakat yang telah dipersembahkan kepada Gereja itu, dapat digunakan melalui koordinasi Paroikia yang dipimpin oleh Presbiter untuk menolong saudara seiman yang miskin dan mendapat musibah, atau menolong orang yang miskin dan papa lainnya. “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat dihadapan Allah,... ialah... mengunjungi yatim-piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka...” ( Yakobus 1:27 ). “hanya kami harus mengingat orang-orang miskin...” ( Galatia 2:10 ).

Dan masih banyak lagi ajaran dalam Kitab Suci yang menolong kita bagaimana kita dapat mengabdikan harta milik kita kepada Allah agar kita tidak diperhamba oleh harta milik itu, sehingga akhirnya harta milik itu menjadikan kita manusia-manusia musyrik. Jangan pula disangka bahwa yang wajib mamberi itu hanya orang kaya saja, orang miskinpun harus belajar untuk memberikan sesuatu kepada Allah, karena orang miskinpun dapat memberhalakan kemiskinannya, dari sedikit yang dia punyapun dia dapat jatuh kepada kemusyrikkan. Untuk itulah ada ajaran Kitab Suci yang demikian :“... meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan... mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka , bahkan melampaui kemampuan mereka.” ( II Korintus 8:2-3 ). Demikianlah melalui ajaran Kitab Suci yang jelas ini, kita dapat dibebaskan dari kemusyrikan harta benda, entah kita miskin ataukah kita kaya


5 komentar:

  1. >>>>>>>>>>
    Satu hal yang terpenting bagi kita, jika kita mengakui umat beriman kepada Kristus dan mengikuti ajaran para rasul, yaitu, jika kita melakukan ibadah "Persembahan Persepuluhan", dimana ajaran itu tidak pernah di jalankan dan di ajarkan oleh Kristus dan para rasul dan murid-murid rasul, lalu kita melakukan dan mengajarkan akan "persepuluhan" ini, maka secara tidak sadar dan secara tidak langsung, kita telah menafikan dan melangkahi dan menganggap ajaran Kristus dan para rasul dan bapa-bapa gereja purba yang tercatat di Injil tidaklah sempurna dan tidak cukup, ini berarti secara tidak langsung juga seperti penghinaan kepada ajaranNya dan pribadiNya.

    Umat memang wajib untuk membantu gereja, misi gereja, nafkah para pengajar dan pekerja rohani di gereja dan umat-umat yang perlu di bantu di lingkungan kita, namun itu bukan berarti kita harus melangkahi apa yang telah di jelaskan oleh para rasul di Injil dengan melakukan dan mengajarkan persembahan menggunakan target tertentu seperti persepuluhan, padahal para rasul mengajarkan di Injil adalah "memberi dengan sukacita dan sukarela sesuai kemampuan"

    Justru kita harus yakin bahwa semua kebutuhan yang di sebut diatas akan bisa terpenuhi jika benar-benar tulus dan murni melaksankan perintah Tuhan dalam bergereja dan beriman, dan ini sudah di buktikan oleh / dari mulai berdirinya gereja dan mulai timbulnya umat abad-abad pertama sampai sekarang yang tidak melakukan dan mengajarkan persepuluhan, mereka bisa tumbuh dan berkembang pesat yang semata-mata atas pertolongan Tuhan bukan pertolongan uang (mamon).

    Jika demikian, bahwa alasan gereja mengesahkan persepuluhan dengan alasan yang di kemukan di atas, sebenarnya sudah tidak benar, dan di sisi lain menunjukkan kuatirnya / kurangnya iman gereja tersebut dan meragukan akan pemeliharaan dan pelenggaraan Tuhan dan Kuasa Tuhan itu sendiri kepada gereja yang berdiri atas namaNya.

    Besar kemungkinan, bahwa gereja yang menitik beratkan dan membebankan dan mewajibkan bagi umatnya untuk melakukan persepuluhan alasannya adalah keuntungan pribadi (umumnya memang begitu, walaupun ada sedikit yang tidak) dan selanjutnya secara tidak langsung mengajarkan umatnya hitung-hitungan dengan Tuhan karena ada ming-iming berkat materi akan mengalir kepada yang melakukan persepuluhan (duniawi), apalagi salah satu ayat "sakti" yang di tampilkan oleh gereja tersebut adalah ayat-ayat PL kitab malekahi dll.
    bersambung..........

    BalasHapus
  2. sambungan.....
    Jika persepuluhan itu adalah penting dan sentral serta harus di lakukan dan di ajarkan kepada umatnya, kenapa satu ayatpun di PB tidak di perintahkan dengan gamblang dan lugas tentang hal ini oleh para rasul. Secara keturunan para rasul adalah bangsa Yahudi, dan secara keimanan, beliau-beliau adalah rasul-rasul Tuhan Yesus, dan beliau-beliau termasuk Tuhan Yesus sendiri juga tidak melakukan dan mengajarkan hal tsb. Dan beliau-beliau tersebut tentu lebih paham, mengerti, pandai dan suci dari siapapun dari umat kristiani. Apakah kita-kita ingin mengatakan kita lebih dari beliau-beliau sehingga melakukan dan mengajarkan apa yang tidak dilakukan dan di ajarkan beliau-beliau ?

    Para pengajar, penganut dan pendukung persepuluhan seringkali menuduh kepada mereka yang tidak menjalankan dan mengajarkan persepuluhan dengan tuduhan tidak taat dn setia.

    Taat dan setia adalah menuruti apapun yang di perintahkan oleh Tuhan Yesus dan para rasul, baik yang di teladankan dalam tindakan maupun dalam pengajaranNya, dan tidak melakukan apapun yang tidak di perintahkan dan di ajarkan oleh Tuhan Yesus dan para rasul, baik yang di contohkan melalui tindakan maupun pengajaranNya (tidak mengurangi dan menambahkan apa yang telah di ajarkan / di jelaskan dalam Injil), inilah baru di sebut Taat dan Setia yang benar. jika seseorang menambah dan mengurangi apa yang di ajarkan Tuhan Yesus dan para rasul maka itu namanya tidak taat dan tidak setia.

    Ingat "memberi dengan sukacita, sukarela dan sesuai kemampuan bukan berarti lebih rendah nilainya, tapi bisa lebih dari persepuluhan ataupun kurang dari persepuluhan, namun esensinya adalah sesuai dengan perintah dan ajaran para rasul" (tidak di tambah maupun di kurangi). dan "mempersembahkan dan memberi tidaklah boleh dicanangkan terlebih dahulu".. Ingat juga berbuat baik tidak sesuai ajaran Kristus dan para rasul belum tentu itu adalah benar walaupun itu dalam PL, salah satu contoh "kamu telah mendengar firman, kasihilah sesamamu, dan bencilah musuhmu (PL), tapi aku berkata kepadamu, kasihilah musuhmu, dan (PB) ........." ini sama juga dengan "kamu telah mendengar firman, persembahkan perpuluhan (PL), tapi aku berkata kepadamu, berilah dengan sukacita dan sukarela sesuai kemampuan (PB)", jadi yang mana mau anda ikuti, yang lama atau yang baru ????

    BalasHapus
  3. Para Rasul mengajarkan persepuluhan melalui tulisan Bapa Gereja, misalnya tulisan Js.Yohanes Khrysostom tentang persepuluhan, dan paling awal ditemukan pada Didaskalia Apostolorum sekitar tahun 70 M.

    BalasHapus
  4. Para Rasul mengajarkan persepuluhan melalui tulisan Bapa Gereja, misalnya tulisan Js.Yohanes Khrysostom tentang persepuluhan, dan paling awal ditemukan pada Didaskalia Apostolorum sekitar tahun 70 M.

    BalasHapus
  5. Bisakah diberi kutipan ttg persepuluhan dari Sumber Didaskalia Apostolotum?

    BalasHapus