Sabtu, 07 September 2013

Pada Pertanyaan Seputar Pembaptisan Bayi




Oleh : Rm. Dcn. Damaskinos Arya

Komunitas Baptis dan Pentakosta mengatakan bahwa baptisan bayi itu tidaklah alkitabiah. Apakah kita dapat menemukan pembaptisan bayi di dalam Alkitab? Saya mendengar seseorang mengatakan bahwa praktek ini dimulai sekitar tahun 200-an. Di mana saya dapat menemukan ajaran awal tentang baptisan bayi? Apa Gereja Orthodox mengajarkan tentang hal ini? Bagaimana bayi bisa "dilahirkan kembali" tanpa imannya secara pribadi sebelum dia mendengarkan Injil dikhotbahkan? Atau apa gunanya baptisan bayi? Apa perbedaan yang ada antara Babtisan Katolik Roma, Lutheran dan babtisan bayi pada Gereja Orthodox?


Jawaban :

Anda bertanya beberapa pertanyaan yang sangat baik tentang alasan untuk baptisan bayi. Saya akan mencoba untuk menjawab setiap pertanyaan Anda di bawah ini tapi sebelum saya melakukannya saya harus mendiskusikan peran Kitab Suci dalam berbagai tradisi Kristiani.

Untuk Kaum Protestan, Alkitab adalah sumber yang paling utama dalam bertheologi. Hal ini muncul dari doktrin sola scriptura (Hanya yang tertulis saja/hanya Alkitab saja). Tapi apa yang dilakukan ketika maksud dari teks Alkitab itu tidak jelas sedangkan Alkitab itu sendiri diam? Protestan menanggapi ambiguitas ini dalam beberapa cara:

(1) beberapa akan berpendapat bahwa segala praktek yang tidak alkitabiah adalah praktek yang dilarang;
(2) beberapa akan berpendapat bahwa ini adalah masalah subjek kebebasan pendapat pribadi atau hati nurani yang membaca atau dengan kata lain menafsirkan kitab suci dengan pemikiran mereka sendiri, dan
(3) beberapa akan mencoba untuk mengandalkan preseden sejarah untuk membimbing mereka.

Inilah pendapat-pendapat berbeda dalam kalangan Protestan sendiri, bahkan bertentangan, demikian pula posisi Protestan berpegang pada praktek baptisan, termasuk baptisan bayi, juga memiliki bermacam-macam pendapat dan saling bertentangan.

Dasar pengajaran Orthodoxi yaitu praktek pada Paradosis Rasuliah yang dikenal dengan Tradisi Suci, kombinasi dari tradisi lisan dan tradisi tulis (II Tesalonika 2:15). Gereja Orthodox juga bersandar pada janji Kristus bahwa Roh Kudus akan membimbing Gereja ke dalam seluruh kebenaran (Yohanes 16:13). Dengan demikian, sehubungan dengan pendekatan Orthodoxi untuk baptisan bayi kita menemukan praktek Gereja purba diterima secara luas dari waktu ke waktu secara resmi diakui oleh Konsili Ekumenis.

Berbeda dengan pendekatan konsili pada Gereja Orthodox menyangkut otoritas Gerejawi, Katolik Roma tetap berpegang pada pengertian monarki otoritas gereja. Memandang Paus sebagai yang memiliki otoritas tertinggi dalam hal iman dan prakteknya. Dengan demikian, mengenai hal-hal di mana Alkitab itu diam maka Paus yang berbicara. Pandangan ini berasal dari pemahaman bahwa Paus adalah penerus Rasul Petrus dan dengan demikian memiliki otoritas tertinggi untuk menafsirkan Kitab Suci dan menentukan Tradisi. Pemahaman monarki dari Uskup Roma muncul pada Abad Pertengahan. Orthodoxi menolak ini melihat bahwa pada Gereja awal otoritas tertinggi itu terletak pada Konsili Kudus. Inilah yang menjadi akar permasalahan Skisma Besar tahun 1054 yang mengakibatkan Gereja Roma terpisah dengan caranya sendiri dari 4 Kepausan / Kepatriarkhan utama pengganti para rasul dalam Gereja Purba yang masih dalam kesatuan hingga hari ini. Hal ini mulai melahirkan banyak ajaran inovatif dan prakti-praktik yang menimbulkan banyak keberatan bahkan di dalam kalangan Gereja Latin itu sendiri. Hal ini mengakibatkan Reformasi Protestan. Dalam rangka untuk melawan otoritas Paus, Luther dan para reformator lainnya mengeluarkan pendapat bahwa otoritas Alkitab adalah otoritas tertinggi. Inilah sejarah yang menyebabkan sola scriptura sebagai prinsip dasar untuk Protestan.

Dengan metode teologis baru sola scriptura, Tradisi - tradisi lisan para rasul dan para bapa Gereja purba, serta Konsili Ekumenis / Musyawarah seluruh Gereja yang diteladankan para rasul sebagai keputusan Allah yaitu keputusan Roh Kudus itu sendiri (Kis 15 : 28) - mengambil posisi di bawah Kitab Suci. Gereja Orthodox menolak pendapat Protestan ini, Gereja Orthodox memandang tradisi tertulis dan lisan bagaikan dua sisi mata uang yang sederajat, satu dan tidak terpisahkan karena demikianlah para rasul menyatakannya (II Tesalonika 2:15). Memahami perbedaan-perbedaan ini akan membantu Anda memahami bagaimana mengumpulkan jawaban yang akan dikemukakan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Dalam menjawab pertanyaan ini, saya berusaha untuk menunjukkan bagaimana Gereja Orthodox pada intinya alkitabiah dalam ajaran dan prakteknya konsisten dengan Gereja Awal yang didirikan oleh para Rasul.



1. Apakah kita menemukan pembaptisan bayi di dalam Alkitab?

Banyak orang yang bertanya tentang hal ini. Jika Anda mengajukan pertanyaan dengan cara yang salah, Anda sangat mungkin untuk mendapatkan jawaban yang salah. Jika kita mengambil pertanyaan Anda tentang bayi sebagai titik awal, kita dapat memperpanjang untuk dewasa, remaja dan orang tua juga. Sama seperti tidak ada ajaran dalam Alkitab untuk mendukung baptisan bayi demikian pula tidak ada ajaran dalam Alkitab untuk mendukung babtisan remaja atau bahkan babtisan dewasa.

Cara yang lebih baik untuk membingkai pertanyaannya adalah bertanya: Apa yang Alkitab ajarkan tentang inisiasi perjanjian? Kita menemukan seluruh perjanjian yang diberikan Allah dalam Alkitab dan orang-orang yang masuk ke dalam suatu hubungan perjanjian ini mengikatnya dengan cara tindakan atau ritual tertentu. Dalam Kejadian 17 Allah mengajak Abram untuk masuk ke dalam perjanjian-Nya melalui sunat. Bagaimanakah rentang usia mereka yang disunat dalam Kejadian 17? Mereka itu adalah seorang anak yang baru lahir berumur delapan hari (Kejadian 17:12), seorang remaja (Ismail berusia 13 tahun pada waktu itu, lihat Kejadian 16:16),  dan juga untuk mereka yang dewasa (Abraham adalah 99 tahun pada waktu; lihat Kejadian 17:1).

Ketika kita melihat Khotbah Pentakosta Petrus, kita menemukan beberapa ajaran menarik tentang inisiasi perjanjian. Pada puncak dari khotbah, Petrus memberikan nasehat:

Repent and be baptized, every one of you, in the name of Jesus Christ for the forgiveness of your sins.  And you will receive the gift of the Holy Spirit.  The promise is for you and your children and for all who are far off—for all whom the Lord our God will call. (Acts 2:38-39: NIV, emphasis added)

    Jawab Petrus kepada mereka: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. Sebab perjanjian itu adalah bagi kamu dan bagi keturunanmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita." (Kis 2 : 38 - 39)

Ungkapan "You and your children" "bagi kamu dan bagi keturunanmu" menyiratkan tentang para pendengar dewasa dan semua keturunan mereka. Kata Yunani untuk "keturunan" (τεκνος, teknos) dapat mencakup keseluruhan keturunan baik yang masih bayi, anak-anak, remaja, bahkan dewasa. Jika kita melihat kutipan pembuka dari khotbah Petrus itu yang diambil dari Firman Allah melalui nabi Yoel yaitu dalam Kisah Para Rasul 2:17, Petrus menggambarkan mereka yang menerima Roh Kudus secara luas, tidak terbatas. Perhatikan bahasa yang digunakan:


  And it shall come to pass in the last days, saith God, I will pour out of my Spirit upon all flesh: and your sons and your daughters shall prophesy, and your young men shall see visions, and your old men shall dream dreams: (Acts 2 : 17, KJV)

Akan terjadi pada hari-hari terakhir--demikianlah firman Allah--bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan anak-anakmu yang masih muda akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi. (Kis 2 : 17)

anak-anakmu laki-laki dan perempuan, anak-anakmu yang masih muda dan orang tua, artinya ketiga tahapan hidup manusia yaitu kanak-kanak, remaja (teruna), dan dewasa ketiganya dianugrahkan untuk masuk dalam perjanjian ini. Dalam baptisan air Pentakosta khotbah Petrus berhubungan erat dengan baptisan Roh. Gereja Orthodox mempertahankan hubungan ini dengan pemberian Sakramen Krisma (Pencurahan Roh Kudus) segera setelah baptisan.

Hal lain yang kita perlu mempertimbangkan adalah fakta bahwa Alkitab mengajarkan keselamatan keluarga. Lukas dalam laporannya tentang konversi dari kepala penjara Filipi menulis:

At that hour of the night the jailer took them and washed their wounds; then immediately he and all his family were baptized.  The jailer brought them into his house and set a meal before them; he was filled with joy because he had come to believe in God—he and his whole family.  (Acts 16:33-34; NIV, emphasis added)

Pada jam itu juga kepala penjara itu membawa mereka dan membasuh bilur mereka. Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis. Lalu ia membawa mereka ke rumahnya dan menghidangkan makanan kepada mereka. Dan ia sangat bergembira, bahwa ia dan seluruh keluarganya telah menjadi percaya kepada Allah.  (Kis 16 : 33 - 34)



Ungkapan "seluruh keluarganya" bermakna bahkan hingga anak-anak kecil dan bayi. Penekanan pada unit keluarga ini sejajar saat Paskah pertama ketika orang Israel berkumpul di rumah untuk merayakan perjamuan Paskah (Keluaran 12). Darah anak domba dikorbankan itu dioleskan di atas pintu rumah, bukan pada individu. Ini kontras dengan pola pikir modern yang mengangkat individualitas di atas keluarga.

Baptisan adalah sunat baru. Sama seperti sunat yaitu ritual inisiasi untuk mengikatkan diri dalam perjanjian lama, sehingga juga baptisan adalah ritus inisiasi untuk mengikatkan diri dalam perjanjian baru yang didirikan oleh Kristus di kayu Salib.

In him you were also circumcised, in the putting off of the sinful nature, not with a circumcision done by the hands of men but with the circumcision done by Christ, having been buried with him in baptism and raised with him through your faith in the power of God, who raised him from the dead.  (Colossians 2:11-12; NIV)
Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati. (Kolose 2 : 11 – 12)

Gereja Orthodox tidak melihat sakramen baptisan sebagai sihir. Sebaliknya, memahami baptisan membuat kita semua mengambil bagian dari keluarga Allah. Ini adalah tanggung jawab orang tua dan wali baptis untuk memastikan anak yang dibaptis belajar tentang Kristus dan cara hidup orang Kristiani.
and how from infancy you have known the Holy Scriptures, which are able to make you wise for salvation through faith in Christ Jesus. (II Tim 3 : 15, NIV)
Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. (II Tim 3 : 15)

Dalam kutipan II 3 : 15 di atas kita belajar bahwa Timotius telah dapat beriman dan mengikatkan diri pada perjanjian kitab suci yaitu keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus pada usia yang sangat dini, yaitu apa yang dikatakan dengan istilah “infancy” dalam bahasa inggris atau jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia dari masa bayi atau kanak-kanak. Sebagai anak yang bertumbuh ia akan mulai membuat keputusan mereka sendiri dan mengembangkan iman pribadi yang hidup di dalam Kristus. Pengaruh kuat lingkungan yang penuh kasih dan penuh iman baik di rumah dan gereja akan dimiliki seorang anak. Salah satu ancaman terbesar bagi model ini pemuridan adalah nominalisme ceroboh di mana orang melaksanakan rutinitas gereja karena itu adalah bagian dari warisan etnis mereka dan tidak mau serta tidak mampu memberikan respon yang baik untuk para pemuda yang mengajukan pertanyaan tentang doktrin dan praktik Gereja .



2. Di mana saya dapat menemukan ajaran awal tentang baptisan bayi?

Hal yang perlu diingat adalah bahwa gereja mula-mula memperbolehkan adanya baptisan bayi. Itu adalah praktik umum di kalangan orang-orang Kristiani dan sangat sedikit yang memprotes menentangnya. Baptisan bayi menjadi standar praktek untuk mengkonversi kelompok atau seluruh rakyat. Ketika seorang penguasa bertobat, ia akan diikuti oleh para pendukungnya dan seluruh keluarga mereka. Hal ini juga penting untuk diingat bahwa mengingat tingkat kematian yang tinggi pada saat itu banyak orang tua akan berusaha untuk membaptis anak-anak mereka terutama jika kematian sudah dekat.

Sebuah gambaran sikap gereja mula-mula terhadap baptisan bayi dapat ditemukan di Jaroslav Pelikan’s The Emergence of the Christian Tradition (100-600), (pp. 290-292).   Penyebutan awal dari baptisan bayi adalah oleh Tertullian (c. 160-220) yang menyatakan sikap skeptis tentang praktik membaptis bayi. Teolog Aleksandria terkenal, Origen (185-254), mengaku baptisan bayi menjadi bagian dari tradisi gereja Rasul bahkan ia berjuang untuk mengartikulasikan alasan yang jelas untuk prakteknya. Pada pendapat bapa Gereja Siprianus(c. 200-258) kita menemukan baptisan bayi dibela atas alasan dosa asal. Dari tiga sumber yang disebutkan di sini hanya Siprianus yang dianggap sebagai seorang bapa Gereja.
J.N.D. Kelly dalam pengajarannya mengenai Kristen awal mencatat sakramen baptisan, Krisma, dan Ekaristi secara universal dipraktekkan dalam Gereja awal ini dibuktikan dengan adanya sedikit bukti tentang sakramental sistematis pada saat abad keempat dan kelima (hal. 422 ff.) . Hal ini menunjuk kepada kita mengenai sakramen dan teologi Liturgi dalam Gereja Awal.

Bukti jelas bahwa penyebutan pertama dari baptisan bayi terjadi sekitar tahun 200 yang berarti bahwa asal-usulnya dapat ditempatkan lebih awal dari tahun 200. Mengingat kesaksian Origenes bahwa baptisan bayi memiliki akar apostolik dan tidak adanya bukti yang bertentangan, kita dapat mengasumsikan bahwa baptisan bayi sudah ada sejak masa-masa awal Gereja, bahkan masa-masa Rasuliah. Mengingat akar Yahudi dalam Kristen dan praktek mapan sunat bayi di antara orang-orang Yahudi, maka seharusnya bukanlah suatu lompatan besar untuk baptisan bayi di antara orang-orang Kristen.



3. Apa Gereja Orthodox mengajarkan tentang hal ini?

Orthodox menerima baptisan bayi sebagai praktek purba, ini telah dikemukan oleh Dewan Eukumenis Orthodox yang adalah otoritas penting bagi iman dan prakteknya. Kami menemukan di Kanon 84 Dewan Quinisext (692) petunjuk tentang cara untuk menangani orang-orang yang mengaku telah dibaptis sebagai bayi, tetapi tidak dapat memberikan saksi untuk mendukung klaim baptisan mereka.
Van Espen dalam komentarnya pada Kanon 13 dari Konsili Nicea (325) mencatat "bahwa setelah pembaptisan dan penguatan (Krisma), Ekaristi diberikan bahkan untuk bayi." Penerimaan implisit baptisan anak oleh dewan gereja poin utama untuk baptisan bayi menjadi diterima secara luas praktek di kalangan orang Kristen.

Dari sudut pandang sejarah gereja baptisan bayi adalah praktek kuno diterima oleh Gereja Orthodox Timur, Katolik Roma, dan Gereja Ortodoks Oriental, bahkan diterima oleh gereja-gereja Protestan arus utama: Lutheran, Reformed, dan Anglikan. Namun hal itu ditolak oleh Anabaptis radikal kemudian yaitu Komunitas Baptis, dan penolakan ini pada waktu itu menjadi populer di kalangan Protestan, terutama Evangelis (Injili) dan Pentakosta. Dengan demikian, posisi penolakan baptisan bayi merupakan hal baru secara doktrinal yang berasal dari tahun 1500-an.

4. Bagaimana bayi bisa "dilahirkan kembali" tanpa iman pribadi sebelum dia telah mendengar Injil dikhotbahkan? Atau apa gunanya baptisan bayi?

Pertanyaan ini mendefinisikan iman yang sempit dalam Kristus, hal penerimaan intelektual ajaran tertentu pada siapakah Allah (Tuhan adalah Pengasih dan hanya), apakah itu  sifat manusia (berdosa dan jatuh), apa yang Kristus telah lakukan bagi kita (mati di kayu Salib untuk dosa-dosa kita), dan respon yang diharapkan (mengatakan "doa orang berdosa" untuk menerima Kristus ke dalam hati). Pemahaman intelektual iman telah mengakibatkan cabang tertentu Protestan berdebat di antara mereka sendiri tentang "usia pertanggungjawaban."

Kaum Evangelis (Injili) telah memproyeksikan emosionalisme subyektif mereka ke dalam frase "dilahirkan kembali/lahir baru." Menjadi "dilahirkan kembali" bukanlah pengalaman emosional karena merupakan kehidupan baru di dalam Kristus. Setelah kita menjalani hidup terpisah dari Kristus, tapi sekarang kita menaruh iman kita di dalam Kristus dan berada di bawah kekuasaannya melalui baptisan. Dalam Kejadian 17 ketika Abram menandatangani perjanjian dengan Yehuwah melalui sunat, ia mengambil nama baru "Abraham" yang menandakan kehidupan barunya sebagai pengikut Yehuwah. Kejadian 17 adalah tentang perubahan dalam hubungan dengan Allah, dan hal itu bukanlah tentang Abram memiliki pengalaman emosional "dilahirkan kembali".


Justru jika kita melihat apa yang Alkitab katakan tentang kemampuan rohani bayi atau kanak-kanak jawabannya mungkin mengejutkan kita. Rasul Lukas melaporkan bahwa ketika Perawan Maria masuk ke rumah Elizabeth dan menyapanya, bayi di dalam rahim Elizabeth "melompat kegirangan" (Lukas 1:41, 44).Yohanes Pembaptis dalam pra-kelahirannya (masih dalam kandungan) dapat merespon kehadiran Sang Logos / Sang Firman yang Menjelma untuk kita, merespon kehendak Allah dalam inti primordial dari keberadaan kita. Seorang bayi mungkin tidak memiliki kecerdasan yang sepenuhnya dikembangkan, tetapi memiliki kemampuan untuk menanggapi cinta. Hal ini karena kemampuan untuk mencintai dan merespon dalam kasih merupakan dasar kemanusiaan kita. Iman sebagai kemampuan untuk mempercayai seseorang sangat penting untuk kita mampu mencintai orang lain. Itulah mengapa pengkhianatan iman merusak kemampuan kita untuk mencintai orang lain. Pendekatan relasional iman dapat dilihat pada Liturgi Ilahi Minggu Orthodoxi yang berduka atas pengkhianatan Yudas kepada Kristus. Ini adalah sesuatu yang tidak didapatkan sebagai seorang Protestan.

Tapi apa sikap Yesus tentang kemampuan rohani anak-anak? Insiden berkat Yesus kepada anak-anak kecil muncul dalam ketiga Injil sinoptik. Dimana Matius dan Markus menggunakan istilah umum untuk anak-anak παιδιον (paidion), Lukas menggunakan istilah yang lebih tepat βρεφος (brephos) yang bisa berarti bayi dan baru lahir, dan bahkan anak-anak yang belum lahir.

But Jesus called the children to him and said, “Let the little children come to me, and do not hinder them, for the kingdom of God belongs to such as these. I tell you the truth, anyone who will not receive the kingdom of God like a little child will never enter it.”  (Luke 18:16; NIV)

Tetapi Yesus memanggil mereka dan berkata: "Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. (Lukas 18 : 16)

Kejadian ini mengandung pelajaran yang kuat tentang aksesibilitas Kerajaan Allah yaitu bagi mereka yang memiliki hati yang terbuka seperti anak kecil. Yesus tidak mengajarkan bahwa anak-anak harus menunggu sampai mereka cukup umur untuk memahami sebelum mereka dapat masuk ke dalam perjanjian-Nya yaitu Kerajaan Allah. Ungkapan "masuk ke dalam Kerajaan Allah" adalah sinonim untuk memasuki hubungan perjanjian dengan Kristus. Frase ini tertanam dalam percakapan malam Yesus dengan Nikodemus (lihat Yohanes 3:5). Jika dibaca dalam konteks yang menyeluruh dari seluruh pasal mengenai Nikodemus yang bercakap-cakap dengan Yesus di bagian pertama Yohanes 3, Pesan di balik kebutuhan untuk "dilahirkan kembali" itu bukanlah tentang pengalaman spiritual emosional tetapi tentang kehidupan baru di dalam Kristus melalui sakramen baptis.

Pemahaman kita tentang kemampuan rohani anak-anak akan berkonsekuensi bagi pemahaman kita tentang tempat bagi mereka di gereja. Karena khotbah adalah titik fokus dari banyak ibadah Protestan, banyak bayi yang dikirim ke penitipan anak. Mereka tidak diharapkan dalam pelayanan ibadah utama. Hal ini pada umumnya diasumsikan bahwa ibadah utama adalah untuk anggota dewasa.


Dalam Gereja Orthodox pemahaman umum adalah bahwa anak-anak, bahkan bayi muda, ikut ambil bagian dalam liturgi. Mereka mungkin tidak sepenuhnya memahami apa yang terjadi, tetapi mereka berada di hadirat Allah. Gereja Orthodox percaya paparan ini penting bagi pertumbuhan rohani mereka. Selain itu, sebagai tanda masuknya mereka dalam kerajaan Allah, anak-anak diberi Komuni Kudus. Praktek di paroki-paroki Orthodox pada umumnya membiarkan anak-anak pada barisan pertama untuk menerima Komuni diikuti oleh orang-orang dewasa. Namun ini sangat bertolak belakang dengan tradisi Protestan di mana kita akan melihat orang tua pergi untuk menerima Komuni, sementara anak-anak mereka tetap di belakang karena mereka belum membuat pengakuan iman.


5. Apa perbedaan yang ada antara Katolik, Lutheran dan Orthodox dalam pembaptisan bayi?

Ketiganya memiliki tradisi baptisan bayi tetapi Katolik Roma dan gereja-gereja Lutheran cenderung menunda Penguatan (Krisma) dan Komuni (Ekaristi) sampai anak mencapai usia tertentu. Praktek dalam Gereja Orthodox membaptis bayi pada umumnya sekitar satu bulan setelah mereka dilahirkan, dan langsung diberikan sakramen Krisma dan Komuni Kudus dalam pelayanan bersamaan baptisannya. Hal ini membuat mereka menjadi anggota sepenuhnya di dalam Keluarga Allah, Gereja Kristus.

Ini adalah pemandangan yang sangat menyentuh ketika melihat orang tua membawa bayi dan anak-anaknya untuk Komuni, di belakang garis balita ada para remaja, kemudian dewasa. Pemandangan Komuni Gereja Orthodox seperti ini adalah sesuatu yang anda tidak akan temukan baik dalam Katolik Roma ataupun paroki-paroki Lutheran, dimana Sarana Keselamatan Kristus itu adalah untuk semua orang dari segala usia!





1 komentar: