Kamis, 05 September 2013

Realita Posisi Uskup Roma pada 6 Abad Pertama


Oleh : Rm. Dcn. Damaskinos Arya

Kesetaraan Petrus dengan para Rasul lainnya menjadi dasar bagi iman Gereja Orthodox menolak dogma papacy yang diberlakukan oleh Gereja Roma.

Para Bapa telah berkali-kali dalam surat mereka menyatakan bahwa posisi Petrus tidak lebih tinggi dari para rasul lainnya sekalipun dia yang pertama kali menerima kuasa mengikat dan melepaskan dari Tuhan kita Yesus Kristus.

"Jadi Petrus adalah yang pertama menerima kekuasaan untuk mengikat dan melepaskan, dan ia pulalah yang pertama kali membuat banyak orang menjadi beriman dengan kekuatan khotbahnya. Namun, para Rasul lainnya telah dijadikan setara dengan Petrus dalam persekutuan martabat dan kekuasaan. Mereka juga telah dikirim ke seluruh dunia, memberitakan Injil. Setelah kuasa ini turun keatas para rasul, para uskup (penilik jemaat) telah menjadi penerus bagi mereka,dan ke seluruh dunia mereka telah mendirikan tahta-tahta para rasul."

✥St. Isidorus Seville (560 - 636M), De Sirakh, II.5, MPL, Vol. 83, Kol 781-782 ✥


Demikian pula Gereja mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada satu pun dari para rasul, penggantinya atau pribadi manapun baik di surga maupun di bumi kecuali Allah sendiri yang kebal salah (Infalibil) dalam pengajaran.

"Mengapa Rasul Paulus mengatakan "Sekalipunkami"? (Gal 1 : 8) mengapa tidak mengatakan "meskipun aku"? Dia menyatakan bahwa, "Sekalipun itu Petrus, meskipun Andreas, meskipun Yohanes, meskipun itu adalah seluruh rasul, mereka dinyatakan salah dalam pengajaran mereka jika memberitakan kepadamu Pengajaran lain daripada yang kami telah berikan kepadamu, dan maka terkutuklah dia." Dia tidak berkata,"Jika ada orang yang menyampaikan pengajaran lain kepadamu maka terimalah dia, biarkan dia diberkati dan dipuji, sambutlah orang itu,"sekali-kali tidak, tetapi "terkutuklah dia," laknat dia yaitu pisahkan hingga jadi terpisah, kucilkan, jangan sampai penyakit menular yang mengerikan dari domba yang satu mencemari kawanan Kristus dengan percampuran beracun dari mereka... Jika ada orang yang mengkhotbahkan doktrin apapun yang baru,terkutuklah dia."

✥St. Vinsensius Lerins, Commonitory 22 ✥




Ini adalah beberapa realita posisi Paus Roma pada abad ke-dua hingga abad ke-enam, yaitu tidaklah memiliki superioritas dan pula dapat melakukan kesalahan (Tidak Infalibil),

Realita Posisi Paus Roma pada abad ke dua

Kita belajar dari abad ke-2, ketika Paus Victor menyatakan ekskomunikasi bagi Gereja-gereja di Asia yang merayakan Paskah pada tanggal yang berbeda dari apa yang sudah ditetapkan,

"Namun, ini tidak menyenangkan semua uskup ... kata-kata mereka yang dengan sangat tajam menegur Victor. Di antaranya adalah Irenaeus, yang,mengirim surat atas nama saudara-saudara di Gaul yang dia pimpin, ... pantas memberi peringatan bagi Victor bahwa ia tidak harus memecah-belah seluruh Gereja Tuhan yang mengikuti suatu tradisi lebih awal... Jadi Irenaeus, yang benar-benar bernama baik, menjadi pembawa damai dalam hal ini, mendesak dan bernegosiasi dengan cara ini atas nama perdamaian gereja. Dan dia yang telah memberikan surat ini menjadi pertentangan tidak hanya bagi Victor, tetapi juga bagi sebagian besar otoritas Gereja lainnya. "

Sumber :
Eusebius, Church History,Bk. 5, Ch.24 (http://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf201.iii.x.xxv.html)



Realita Posisi PausRoma pada abad ke tiga

Kembali kita belajar pada abad ke-3 bahwa seorang Paus Roma dapat menjadi seorang yang skismatik dan terekskomunikasi dari Gereja Kristus, yaitu ketika Paus Stephen memutuskan bahwa para bidah tidak boleh dibaptis lagi sekalipun mereka beralih keyakinan dalam Gereja yang benar, dan para uskup di Afrika (yang dipimpin oleh St Siprianus) dan di tempat lain menolak keputusan ini, karena bagi mereka hanya ada satu baptisan-satu Gereja -, Paus Stephen menyatakan mereka yang menentang dikucilkan. Namun St. Firmillian Kaisarea dari Cappodocia menulis tentang ini untuk St Siprianus dari Kartago dan para uskup di Afrika:

"Kami (para uskup dari Asia) menerima hal-hal yang telah Anda tulis seolah-olah milik kami sendiri. namun disisi lain, mereka yang berada di Roma tidak mengamati hal-hal dalam semua kasus yang diteladankan sejak awal, dan dalam kesia-siaan berpura-pura memakai otoritas para rasul. Tapi kami mengikuti Tradisi yang benar, dan menentang Tradisi Gereja Roma, kami mengikuti Tradisi yang benar, memegang dari awal apa yang telah disampaikan oleh Kristus dan para rasul."

Dia kemudian melanjutkan untuk komentarnya yang sangat anti dengan gaya Kepausan Stephen yang memutuskan untuk mengucilkan mereka yang tidak setuju dengannya.

"Tidakkah Stephen merasa malu untuk memberikan patronase sedemikian (yaitu bidah dan penentang Tuhan) bertentangan dengan Gereja, dan demi mengurus para bidat malah memecah-belah persaudaraan dan di samping itu dia juga memanggil Siprianus 'Kristus palsu, rasul palsu, dan pekerja curang.' Dan sadarkah dia bahwa semua karakter ini ada dalam dirinya, telah menganggap palsu keberatan dengan hal-hal lain yang ia sendiri harusnya patut mendengarkannya."


St Firmillian melanjutkan tulisannya mengenai Paus Stephen:

"Pertimbangkan dengan apa yang ingin anda hakimi (Stephen), anda berani menyalahkan mereka yang berusaha untuk jujur melawan kepalsuan. Seharusnya anda lebih adil untuk menjadi marah terhadap yang lain?-Apakah dia yang mendukung musuh-musuh Allah, ataukah dia yang bertentangan dengan orang yang mendukung musuh-musuh Allah, bersatu dengan kami atas nama kebenaran Gereja? ... Anda telah membangkitkan percekcokan dan perselisihan di seluruh Gereja di dunia ini! Selain itu, betapa besar dosa yang telah anda tumpuk untuk diri anda sendiri, ketika Anda memecah-belah dari begitu banyak domba! Anda sendirilah yang telah memecah belahnya. Janganlah menipu diri anda sendiri, karena sebenarnya dialah skismatik yang telah membuat dirinya sendiri murtad dari persekutuan kesatuan gerejawi. Untuk sementara Anda berpikir bahwa semua bisa dikucilkan (ekskomunikasi) oleh Anda, Anda telah dikucilkan diri anda sendiri melalui semua, dan bahkan bukankah ajaran rasul yang telah membentuk Anda untuk aturan kebenaran dan perdamaian, meskipun ia memperingatkan, dan berkata,

"Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh,sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua." (Ef 4: 1 - 6)

Gereja kemudian menyetujui tindakan St Siprianus dan St Firmillian (dapat kita lihat kanon 1 dari St. Basil Kaisarea, kanon 1 dari Carthage, kanon 2 dari Konsili Ekumenis Keenam, kanon 1 dari Konsili Ekumenis Ketujuh).

Sumber :
 Firmilian, Bishop of Cæsarea in Cappadocia, to Cyprian, Against the Letter of Stephen.  a.d. 256. (http://www.ccel.org/ccel/schaff/anf05.iv.iv.lxxiv.html)



Realita Posisi PausRoma pada abad ke empat

Kita dapat lihat dalam kanon ke enam Konsili Nicea, bahwa kekuasaan Paus Roma tidaklah atas seluruh Gereja Universal, namun terbatas dalam wilayah yuridiksinya.

Kanon ke 6 Konsili Nicea
Biarkan kebiasaan kuno di Mesir, Libya dan Pentapolis berlaku, bahwa UskupAleksandria memiliki Kuasa atas semua wilayah yurisdiksinya , karena seperti itu juga tradisi untuk Uskup Roma atas semua wilayahnya. Demikian juga di Antiokhia dan provinsi lain, membiarkan Gereja-gereja mempertahankan hak-hakmereka. Dan secara universal dipahami, bahwa jika ada orang yang akan menjadi uskup tanpa persetujuan Metropolitan, Sinode besar telah menyatakan bahwa manusia seperti ini seharusnya tidak menjadi uskup. Namun, jika dua atau tiga orang uskup dalam kasih mengalami perbedaan pendapat, menuntut hak voting, itu menjadi wajar dan sesuai dengan hukum gerejawi, kemudian membiarkan pilihan mayoritas berlaku
.

Sumber : http://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf214.vii.vi.viii.html


Lagi pada abad ke-4, para Bapa Konsili Ekumenis Kedua mengesampingkan beberapa keputusan Paus Damasus, membuktikan lagi bahwa Gereja tidaklah memiliki keyakinan atas otoritas ke-universal-an Paus Roma. Kasus ini adalah sebagai berikut: dua uskup mengklaim tahta Keuskupan Agung Antiokhia, yaitu St.Meletius dan Paulinus, Paus Roma mengakui Paulinus, tapi mengesampingkan penilaian Konsili Ekumenis yang telah mengakui Meletius, bahkan membuatnya presiden Dewan Ekumenis. Ketika St Meletius beristirahat dalam kekudusan,tetapi keluar dari persatuan dengan Roma, Paus Damasus  bersikeras kembali untuk mengakui Paulinus, tapi sekali lagi Dewan Sinode mengesampingkan keputusannya, Dewan Eukumenis memilih St. Flavianus dan mendesak yang mengikuti Paulinus untuk bergabung dengan St.Flavianus. Sinode Eukumenis menulis surat yang ditujukan kepada Paus Damasus, tertulis demikian:


"Untuk yang terhormat di dalam Tuhan saudara para imam, rekan, dan kolega, Damasus, Ambrose, Britton, Valerian,Ascholius, Anemius, Basilius dan para uskup yang kudus yang berkumpul di kota besar Roma, Konsili Kudus uskup Orthodox berkumpul di kota besar Konstantinopel mengirimkan ucapan di dalam Tuhan.

Sekarang. untuk administrasi tertentu gereja-gereja lokal, meneladani sebuah Tradisi lebih awal, seperti yang anda tahu, bahkan telah diperoleh, dikonfirmasi oleh pemberlakuan para bapa suci di Nicea, bahwa dalam setiap provinsi, para uskup dari provinsi, dan dengan persetujuan mereka, para uskup yang  bertetangga dengan mereka, harus melakukan penahbisan sebagaimana yang diperlukan. Sesuai dengan catatan Tradisi yang demikian, kami telah melakukan penyelenggaraan Gereja-gereja lainnya...Dengan demikian... Gereja di Konstantinopel ... Uskup kami yang telah tertahbis... Nectarius, di hadapan Dewan Ekumenis, dengan kesepakatan bersama. Dan ..atas dasar Tradisi Gereja paling awal dan benar-benar rasuliah di Syria, ...para uskup provinsi dan keuskupan Timur telah bertemu bersama-sama dan secara kanonikal menahbiskan menjadi uskup ... Flavianus, dengan persetujuan darisemua gereja ... Ini penahbisan yang sah juga menerima konfirmasi dari Konsili Ekumenis. … Kami sangat meminta dengan hormat untuk bergembira atas apa yang demikian telah benar dan kanonis diselesaikan oleh kami, menahan nafsu manusia , oleh intervensi kasih spiritual dan dengan pengaruh takut akan Tuhan, dan membuat peneguhan gereja lebih penting dari pada mendukung individu. Jadi karena diantara kami ada kesepakatan, dalam Iman dan kasih Kristiani telah ditetapkan, baiklah kita berhenti menggunakan pernyataan yang telah dikutuk oleh para Rasul, "Saya dari golongan Paulus dan saya dari Apolos atau saya dari Kefas (Petrus)", dan hendaknya semua menampakkan Kristus, siapa di antara kita tidak terbagi, oleh kasih karunia Allah kita akan menjaga tubuh Gereja tak terbagi, dan tanpa takut akan berdiri di kursi pengadilan Tuhan."

Sumber : SynodicalLetter of the Council of Constantinople (http://www.fourthcentury.com/synodical-letter-of-the-council-of-constantinople-ad-382/)

 

Realita Posisi Paus Roma pada abad ke lima

Pada abad ini kita dapat lihat bahwa Otoritas Keuskupan Roma tidaklah lebih tinggi dari Konsili Eukumenis, dan tidak pula memiliki pengaruh pada wilayah-wilayah lainnya.

Pada abad ke-5, sekitar 419 M, Dewan Uskup Karthago dalam menghadapi masalah pemberontakan klerus yang berusaha untuk membatalkan putusan Sinode Kudus Gereja Afrika dengan berusaha naik banding ke Roma, Dewan Uskup Afrika menulis surat kepada Paus Celestine :

“Memang, kenyataannya adalah bahwa untuk setiap orang telah diperbolehkan, jika dia terkait dalam pengadilan oleh penghakiman kasus Gerejawi, untuk mengambil banding ke dewan dan sinode provinsi sendiri, atau bahkan lebih ke Konsili Ekumenis. "

Dalam surat pernyataan ini Dewan Keuskupan Afrika menekankan bahwa setelah Sinode Kudus Lokal (Provinsi), naik bandingnya suatu kasus pengadilan Gerejawi adalah kepada Konsili Eukumenis, bukan kepada Paus Roma.


Dewan juga mengeluarkan kanon menyangkal yurisdiksi pengadilan Kepausan Roma dalam kasus gereja Afrika dan memutuskan ekskomunikasi pada siapa pun yang akan membuat pemikiran seperti itu.

Konsili Karthago Kanon XXXVI (36):

"Ini telah disetujui oleh Dewan Keputusan bahwa dalam hal presbiter dan diaken dan para klerus lainnya mengeluh tentang pengadilan uskup mereka sendiri mengacu pada apa pun permasalahan yang mereka miliki, para Uskup tetangga akan mendengar kasus mereka, dan dengan persetujuan dan persetujuan Uskup yang sama, para Uskup diundang oleh mereka harus membuang perbedaan mereka. Karenanya, meskipun mereka mungkin berpikir bahwa mereka memiliki hak untuk mengajukan banding dalam hal hal tersebut, mereka tidak akan diizinkan untuk membawa banding ke pengadilan di laut (ke Roma), tetapi hanya untuk primat provinsi mereka sendiri, seperti yang telah dirumuskan berkali-kali oleh para Uskup. Adapun orang-orang yang melakukan ambil banding ke pengadilan di seberang lautan, janganlah ada orang di Afrika memasukkan mereka ke dalam persekutuan."

Sumber : c. VI of the 2nd; c. IX of the 4th; cc. XI,XXXVI of Carthage(http://www.synaxis.info/synaxis/8_law/d_regional/councils_local_rudder.htm)

Demikian pula St. Agustinus Hippo yang sangat menghormati Paus Roma, namun beliau juga memiliki pandangan yang sama dengan Konsili Karthago, yaitu bahkan Paus Roma dan Sinode Kudusnya dapat salah, dan hendaknya kita tetap berpegang teguh pada Konsili GerejaUniversal.

"Nah, marilah kita menganggap bahwa para uskup yang memutuskan kasus ini di Roma bukanlah hakim yang baik, dan tetap berpegang teguh pada Konsili Gereja universal…"

Sumber :  St. Agustinus Hippo, Surat 43 Bab 7 (http://www.newadvent.org/fathers/1102043.htm)


Realita Posisi PausRoma pada abad ke 6

Pada abad ini pernyataan kerendahan-hati bahwa Paus Roma tidaklah memiliki otoritas universal justru berasal dari Paus Roma sendiri,yaitu pernyataan Paus Gregorius Agung.

"Karena jika engkau menyebut saya sebagai Paus Universal, maka engkaumenyangkal dirimu sendiri dengan menyebut gelar universal bagi saya. Tapidijauhkanlah itu dari kami. Pergi jauh-jauh kata-kata yang mengembangkankesombongan dan melukai kasih persaudaraan."

Sumber : St. Gregorius Agung, Registrum Epistolar Buku VIII, surat ke 30 (http://www.ccel.org/s/schaff/history/4_ch04.htm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar