Kamis, 05 September 2013

Yesus Kristus

Siapakah Isa Almasih? Yesus Kristus? Iesous Khristos? Yoshua ha-Massiah?



Artikel ini diambil sebagian dari Seminar Rohani Orthodoxia bertema “Dialog Theologis Hindu dan Orthodox” (Maret 2001) dengan Keynote Speaker : Arkhimandrit Fr. Daniel BD Byantoro, Ph.D. Dan juga diambil dari Materi Pengajaran Iman Orthodox “Seri Injil Matius Bagian I” oleh beliau juga. Beliau adalah Vikaris Episkopos Gereja Orthodox Rusia diluar Wilayah Rusia untuk Indonesia, sekaligus Imam Orthodox pertama di Indonesia. Disadur, ditambah dan diedit seperlunya tanpa mengurangi maknanya oleh Arethas Wahyu Soetrisno



HARAFIAH

“Yesus Kristus”.  Kata “Yesus” (Iesous, dalam bahasa Yunani) adalah pengalih-bunyian dari kata Ibrani “Yehoshua” atau “Yoshua” yang artinya “Yehuwah” (Yeho/Yo) “Menyelamatkan” (Shua).  Bahasa Syria Barat melafalkan Iesous ini sebagai “Isho” dan bahasa Syria Timur melafalkannya sebagai “Isa”, seperti orang Jawa daerah Solo –Jogya sampai ke Jawa Timur melafalkan kata “apa” sebagai “opo” dan orang Jawa disekitar Banyumas-Tegal dan sekitarnya melafalkannya sebagai “apak”. Dan pelafalan Syria Timur dari Umat Nestorian inilah yang dilestarikan di dalam Agama Islam.

Dengan demikian nama “Yesus” ini  bukan hanya sekedar sebutan, namun ini menjelaskan siapa Yesus itu dan apa tujuan kedatanganNya ke dunia. Yesus adalah “Yehuwah/Yahweh” yaitu Penyataan Diri Yehuwah/Yahweh sebagai manusia. Karena Yesus adalah “Firman Allah” yang adalah “Allah” ( Yohanes 1:1), yang telah menjadi manusia (Yohanes 1:14). Jadi di dalam Yesus Kristus ini Yahweh menyatakan diri dan mendatangi manusia, dan tujuan kedatanganNya adalah  bagi menyelamatkan manusia itu. Dengan demikian Yesus bukan hanya sekedar Nabi biasa saja,  namun Dia adalah Tuhan Raja Penyelamat itu sendiri. Kata “Kristus” (“Khristos”, bahasa Yunani) adalah terjemahan dari kata Ibrani “Ha-Massiah” (“Orang Yang Diurapi”) yang dalam bahasa Syria diucapkan sebagai “De Mesiha” dan dalam lafal Arab berbunyi sebagai “Al-Masih”.


DIALOG TEOLOGIS

Iman Kristen Orthodox itu merangkul sekaligus dua dunia budaya agama dan cara pandang yang berbeda, yaitu dunia budaya agama Profetik-Semitik yang membuat dirinya merupakan bagian dari agama-agama Ibrahimiah (Yahudi, Kristen, Islam) dan Indo-Arya yang diwakili oleh budaya Helenistik (perpaduan antara budaya-budaya Yunani dan Persia dan Oriental) sehingga membuat dirinya memiliki titik pijak bersama dengan agama Oriental yang bersifat kontemplatif-filsafati.

Dari sisi Profetik-Semitik Iman Kristen Orthodox meyakini bahwa Yesus Kristus adalah manusia. Ia adalah orang Yahudi Putra dari Sang Perawan Maryam. Lahir pada abad pertama Masehi di Palestina. Kemudian tanpa kesalahan apapun mati dihukum salib oleh pemerintah penjajah Romawi karena kedengkian tokoh-tokoh agama Yahudi waktu itu. Ia dikuburkan, namun pada hari ketiga Ia bangkit lagi dari antara orang-orang mati lengkap dengan tubuhNya, dan tubuh itu mengalami kemuliaan serta setelah empat puluh hari berulang-ulang menampakkan diri pada para murid-muridNya, kemudian Ia naik ke Sorga bersama dengan tubuhNya yang bangkit itu disaksikan juga oleh lebih dari lima ratus orang muridNya. Dari kebangkitanNya yang mengalahkan kematian itulah para pengikut awalnya menyadari bahwa Ia bukan manusia biasa. Karena hanya Hyang Maha Agung saja yang tak terkalahkan oleh kematian, maka para murid awalNya itu menyadari jika demikian Guru mereka ini bukanlah manusia biasa, namun terkait dengan hakekat Hyang Maha Tunggal itu sendiri. Akhirnya mereka menyadari bahwa Yesus Kristus adalah "Sabda Allah" yang turun kebumi. Dari pemahaman bahwa "Sabda Turun Ke Bumi" Iman Kristen Orthodox itu serumpun dengan agama-agama Semitik lainnya: Yahudi dan Islam. Karena dalam Agama Yahudi diyakini "Dabar Yahweh " ("Firman Yehuwah") itu turun menjadi Kitab yaitu "Torah" atau "Taurat". Dalam Agama Islam "Kalimatullah" itu "Nuzul" ("Turun") kepada Nabi Muhammad dalam wujud Kitab yaitu "Al-Qur'an". Jika kedua agama Semitik itu menekankan "Firman" yang turun itu berwujud kitab, Iman Orthodox berbeda dengan keduanya. Iman Orthodox menegaskan Sabda atau Firman yang Turun itu berwujud "Manusia" (Yohanes 1:14). Disinilah Iman Kristen Orthodox bersinggungan dengan Agama Hindhu. Yaitu bersinggungan dengan keyakinan Hindhu tentang "Avatara". Bedanya dalam Iman Kristen Orthodox, yang turun itu adalah "Sabda Brahman" ( jika kita boleh meminjam istilah Hindhu disini), sedangkan dalamn Agama Hindhu yang turun menjadi manusia (Avatara) itu adalah Sang Brahman itu sendiri, atau lebih tepatnya Sang Brahman dalam manifestasiNya sebagai Bathara Vishnu. Juga perbedaan yang lain adalah dalam Iman Kristen Orthodox TurunNya sang Sabda Menjadi Manusia (Inkarnasi) itu hanya terjadi sekali dan untuk selamanya, sedangkan dalam Agama Hindhu Sang Bathara Vishnu turun ke bumi sebanyak 10 kali, dengan Avatara yang terakhir Sang Bathara Kalkin masih ditunggu kedatangannya. Avatara-avatara Bathara Vishnu yang terkenal adalah Shri Rama, Shri Krishna, dan Sang Buddha Gautama.

Di dalam Agama Hindhu diajarkan (terutama dalam Sastra Bhagavad Gita) bahwa kedatangan Hyang Brahman atau Sang Hyang Widdhi Wasa dalam manifestasiNya sebagai Bathara Vishnu menjadi manusia adalah untuk menghancurkan manusia-manusia jahat dimana adharma merajalela, dan dharma perlu ditegakkan kembali. Sebagai Shri Rama Ia menghancurkan Rahwana, sebagai Shri Krishna Ia menghancurkan keluarga Kurawa, dan seterusnya. Kemanusian yang dikenakan oleh Bathara Vishnu itu tidak pernah permanen dan mengalami kematian.

Di dalam Iman Kristen Orthodox kedatangan Sang Sabda menjadi manusia itu disimpulkan dalam Pengakuan Iman (Sraddha/Credo/Syahadat) butir ketiga:

"Yang untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita telah turun dari sorga , dan menjelma oleh Sang Roh Kudus dan dari Sang Perawan Maryam, serta menjadi manusia".

Jadi misi Sabda Dewata menjadi manusia Yesus Kristus itu dalam pemahaman Iman Kristen Orthodox adalah untuk keselamatan manusia. Yaitu keselamatan dari kungkungan kuasa kematian, dosa, dan Iblis. Ia datang untuk "menyelamatkan" manusia, melalui kemenanganNya atas kematian oleh kebangkitanNya dari antara orang mati dengan segenap tubuh kemanusiaanNya yang telah dimuliakan itu, sehingga kemanusiaanNya itu menjadi permanen milik Sang Sabda dan dibawa ke Sorga. Itulah sebabnya Sang Sabda tak membutuhkan tubuh yang bermacam-macam, dan dengan dengan itu tak membutuhkan menjadi Avatar atau turun ke dunia dengan tubuh lain secara berulang-ulang. Disini membedakan Inkarnasi Sabda Allah, Kristus Yesus itu dengan Avatara Vishnu yang berulang-ulang. Demikianlah pemahaman Iman Kristen Orthodox mengenai kedatangan Yesus Kristus, Sabda Sang Maha Tunggal itu.


Betulkah Yesus Kristus sendiri mengajarkan bahwa Ia pernah di sorga?



Jika dalam Pengakuan Iman diatas Yesus Kristus disebut "telah turun dari sorga", yang berarti Dia berasal dari luar ciptaan ini. Masalahnya betulkah ada pembenaran mengenai hal ini dalam Kitab Suci? Untuk marilah kita teliti Kitab Suci kita itu sendiri. Dalamn pangastawanNya kepada Bapa (Hyang Maha Tunggal). Sang Kristus mengatakan demikian:

"Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri, dengan kemuliaan yang Ku-miliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada" (Yohanes 17:5),

juga:

"Ya Bapa....Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan",

dan lagi:

"Tidak seorangpun yang telah naik ke Sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari Sorga yaitu Anak Manusia (Sang Kristus)" (Yohanes 3:13),

satu kali lagi:

"Sebab Aku telah turun dari sorga..." (Yohanes 6:38).

Ayat-ayat diatas menunjukkan kepada kita bahwa Sang Kristus pernah dihadirat Bapa, sebelum dunia dijadikan", berarti Ia pernah berwujud non-manusia, Bapa "telah mengasihi Dia sebelum dunia dijadikan" berarti Ia pribadi kongkrit yang berasal dari luar dunia ini. Ia "telah turun dari Sorga" berarti tadinya Ia berada di dalam Sorga itu sendiri. Demikianlah jelas Kitab Suci memang menegaskan Sang Kristus itu tadinya bukan manusia, namun berada dalam lingkup Allah itu sendiri. Karena memang Ia adalah Sabda Dewata (Sang Firman) yang berada satu di dalam Diri Hyang Maha Tunggal itu. Jadi Yesus Kristus adalah kekal di dalam Diri Hyang Maha Tunggal sebagai FirmanNya. Dan datangNya ke dalam dunia ini memang "turun dari Sorga".

Karena Hyang Maha Tunggal itu bersifat Cahaya Transendental (Allah adalah Terang), SabdaNyapun juga bersifat transendental, tak memiliki Tubuh Jasmani. Oleh karenanya turunNya itu harus melalui "menjelma" dari "Sang Perawan Maryam" "oleh Roh Kudus" (Prinsip Kuasa dan Hidup dalam Diri Hyang Maha Tunggal). Artinya kemanusiaan Yesus Kristus (Isa Almasih) yang diperoleh dari Perawan Maryam itu diciptakan oleh Roh Kudus dalam rahim Maryam sehingga Firman itu "menjadi manusia". Demikianlah Yesus Kristus itu sungguh Sabda Allah yang adalah juga "Dewata Sejati" (Allah Sejati) yang keluar dari Sang Maha Dewata Sejati (Allah Yang Sejati), namun juga sungguh manusia karena "telah menjelma...dari Sang Perawan Maryam, serta menjadi manusia."


Beberapa Bentuk Pemahaman Mengenai Hubungan Ke-Dewata-an (Ke-Tuhan-an) dan Ke-Manusia-an Yang Ada Di Dalam Sang Kristus.

Manusia sepanjang abad mempunyai gagasan yang berbeda-beda mengenai hakekat Yesus Kristus ini. Ada yang mengatakan Dia hanya sekedar "Guru Agung" saja, ada pula yang mengatakan "Ia Manusia Bijak" , ada yang mengatakan Ia hanyaalah "Seorang Nabi" seperti Nabi-Nabi yang lain, ada pula yang mengatakan Ia adalah "Orang Gila" bahkan ada yang mengatakan Ia "Tukang Sihir yang Menyesatkan", ada juga yang mengatakan Ia itu "Nabi Palsu", beberapa tokoh Hindhu moderat rela mengakui Yesus Kristus sebagai salah satu "Avatara" dari Sang Maha Vishnu.

Pemahaman yang demikian itu sah-sah saja, namun itu bukan ajaran Kristen, apalagi Iman Kristen Orthodox. Dalam sejarah Gereja Purba yang Orthodox, bahkan hingga jaman modern ini setidak-tidaknya ada empat pemahaman yang pernah muncul, namun ditolak oleh Iman Orthodox karena dianggap tidak sesuai dengan Sraddha/Kredo/Syahadat Gereja yang selama itu dipegang teguh dari sejak zaman purba, dan juga tidak sesuai dengan data Kitab Suci. Pemahaman-pemahaman itu adalah:
  1. Modalisme:
Menurut pemahaman ini Hyang Maha Tunggal itu menampakkan diri dalam tiga fase. Yaitu : pada zaman sebelum Sang Kristus datang DIA memanifestasikan diri sebagai "Bapa". Lalu sesudah itu ketika Sang Kristus datang cara penampakan ("modus", dari sini timbul kata "modalisme " itu) diganti sebagai “Putra”, namun kemudian "modus" Bapa, dan Putra itu diletakkan diganti modus baru, bernama “Roh Kudus”. Pemahaman Tritunggal yang seperti ini ditolak oleh Gereja Orthodox, karena tidak sesuai dengan data Kitab Suci yang membuktikan bahwa Sang Kristus berbeda dengan Sang Bapa, buktinya Ia berdoa kepadaNya. 

2. Apolinarianisme: 
Apolinaris mengajarkan bahwa ketika Sang Kristus lahir, Ia tidak memiliki Akal-Budi manusiawi. Dalam perkembangan selanjutnya, Posisi akal-budi manusiawi dalam manusia Yesus itu digantikan oleh Sabda-Dewata (Sang Firman) itu sehingga, Sang Firman itulah yang menggantikan pemikiran manusiawi Sang Kristus. Gereja Orthodox menolak pendekatan ini, karena jika Sang Kristus tidak memiliki akal-budi manusiawi berarti Ia bukan manusia sempurna, kalau Ia bukan manusia sempurna Ia tidak dapat menyelamatkan manusia dengan sempurna.

3. Arianisme: 

Arius, seorang Romo Pandita (Presbiter/Imam Gereja) dari Gereja Purba Alexandria di Mesir, mengajarkan bahwa Sang Kristus itu memang sudah ada sebelum jadi manusia. Namun Ia hanyalah ciptaan roh pertama saja dari Hyang Maha Tunggal (Allah Yang Esa), tak beda dari malaikat-malaikat yang lain. Gereja Orthodox menolak ajaran ini, karena jika Kristus tidak sepenuhnya bersifat Maha Dewata (Ilahi), Ia tak dapat menyelamatkan dan memberi hidup kekal kepada manusia, karena hanya Maha Dewata (Allah) sejati saja yang memiliki hidup kekal, sehingga dapat memberikan hidup kekal pada manusia. Hanya jika Kristus adalah Allah sejati saja, maka penjelmaanNya sebagai manusia itu bermakna mendamaikan manusia berdosa kepada Allah yang Maha Kudus. Dan hanya penyaliban dari kemanusiaan Penjelmaan Allah (Sang Firman) saja, maka kematian dan derita Kristus itu merupakan pelenyapan kuasa maut oleh KebangkitanNya, dengan demikian sekaligus merupakan pelenyapan kuasa dosa, karena upah dosa adalah maut.

4. Nestorianisme: 

Nestorius, seorang pemimpin Agung Gereja Orthodox Purba (Patriarkh) di Konstantinopel (Istambul) Turki, pada tahun 431 ditolak ajarannya oleh Gereja Orthodox Purba, karena ia mengatakan bahwa Perawan Maryam hanya melahirkan “manusia biasa”, yang kemudian Allah Sang Sabda "ngranjing" (merasuk) kedalam manusia Yesus Anak Maryam ini. Dengan demikian di dalam diri Manusia Yesus Kristus itu ada dua pribadi terpisah, pribadi manusia anak Maryam, dan pribadi Sabda Ilahi (Sang Firman) yang kekal. Gereja Orthodoxpun menolak ajaran ini. Iman Gereja Orthodox mengatakan jika dalam Sang Kristus itu ada dua pribadi yang terpisah-pisah, berarti "Manunggaling Kawula lan Gusti' itu belum pernah terjadi. Kalau begitu jalan menuju kepada "Panunggalan" dengan Hyang Maha Tunggal (Allah Yang Maha Esa) itu belum tercapai dan tak akan pernah dicapai. Itulah sebabnya ajaran Nestorius ini ditolak Gereja, karena Ia mendirikan tembok pemisah antara Allah (Sang Maha Dewata) dengan Manusia CiptaanNya. Menurut Ajaran Iman Orthodox, Kristus tak memiliki "Dua Pribadi dan Dua Kodrat yang terpisah-pisah", namun memiliki "Satu Kodrat (Satu Pribadi) Firman Allah yang telah Menjelma", sehingga Maryam harus disebut "Theotokos" (Yang Memberi Kelahiran - secara daging - kepada Allah, - yaitu: Sang Firman-) karena hanya jika Kristus memiliki Kodrat yang manunggal secara tak terpisah-pisahkan saja, maka kemanusianNya itu dapat menjadi saluran bagi rahmat keilahianNya, sehingga rahmat ilahi itu dimungkinkan untuk dikaruniakan kepada manusia bagi keselamatannya, karena kemanusiaan yang telah dikenakan oleh Firman Allah dalam penjelmaanNya ini adalah satu dan sama secara kodrat dan hakekat dengan kemanusiaan kita (Ibrani 2:14,17).

5. Monofisitisme: 

Sebenarnya, Ajaran ini muncul sebagai reaksi terhadap ajaran Nestorius. Namun reaksinya terlalu keras sehingga menjadi bertolak-belakang secara tajam. Menurut ajaran ini Kristus hanya memiliki satu (monos) kodrat (fisis) saja, yaitu Kodrat Ke-Allah-an (Kodrat Ilahi). Sebab Kedewataan (ke-Ilahi-an) itu jauh lebih berkuasa dibanding kemanusiaannya, oleh karena kodrat kemanusiaan Sang Kristus yang diambil dari Maryam itu ditelan oleh kodrat Ke-Allah-anNya, sehingga Ia itu bukan manusia lagi. Ajaran inipun ditolak oleh Gereja Orthodox di jaman purba. Untuk menjawab ajaran ini akhirnya Gereja mengadakan Konsili (Maha Sabha/Muktamar Gereja) Agung di kota Kalsedonia pada tahun 451. Rumusan pemahaman tentang Sang Kristus dalam Konsili Kalsedonia inilah yang akhirnya menjadi landasan Orthodox memahami siapa Sang Kristus itu. Dan apa yang ditegaskan dalam Konsili sebelumnya di Efesus, ditegaskan lagi oleh Gereja Orthodox Purba itu dalam Konsili IV tahun 451 di Kalsedonia, dalam melawan ajaran Monophysitisme ini, bahwa "Kristus itu bukan hanya memiliki satu kodrat ilahi saja" namun memiliki "Dua Kodrat (ilahi sejati dan manusia sejati) yang menyatu dalam Satu Pribadi (hypostasis)" dari Firman Allah yang kekal, namun tak terpisah - pisahkan dan tak terbagi-bagi, juga tak terkacau-balaukan dan tak campur-baur. Sebab jika Kristus hanya memiliki kodrat ilahi saja, seperti yang diyakini oleh ajaran Monophysitisme ini, berarti penjelmanNya sebagai manusia jadi tak bermakna, dan dampak dari penjelmaannya terutama penyaliban, kematian dan kebangkitanNya bagi keselamatan manusia yang terjadi dalam kemanusianNya itupun lenyap. Karena kodrat manusiaNya itu, menurut ajaran Monophystisme ini, sudah tak ada lagi, lenyap ditelan keilahianNya. Dengan demikian keselamatan manusiapun lenyap pula, karena keselamatan itu dilaksanakan dalam wujud kemanusiaanNya yaitu penyaliban, kematian dan kebangkitanNya dari kematian. Sehingga jika Kristus hanya memiliki kodrat ilahi saja dan Tak punya kodrat manusia, maka konsep tujuan hidup manunggal dengan Kristus itu berarti langsung melebur dalam keilahianNya. Sehingga jika betul demikian, kitapun akan menjadi satu dengan kodrat Allah itu sendiri, serta menjadi sama dengan Allah secara kodrat (Manusia jadi Allah). Jelas ini akan menuntun pada ajaran Pantheisme, yang merupakan ajaran dari agama-agama Timur non-Kristen (Hindhu, Budha, Kebatinan Jawa). Jelas ini bukan bagian ajaran Alkitab dan tak selaras dengan keyakianan Iman Kristen.

6. Kristomonisme: 

Ajaran yang dianut banyak sekali gereja modern yang merupakan perpaduan antara ajaran Modalisme dan Monofisitisme. Ajaran Ketritunggalan ini mengatakan bahwa Bapa, Anak, Roh Kudus itu hanya sekedar sebutan-sebutan saja atau dengan kata lain, Bapa, Anak, Roh Kudus itu adalah tiga cara manifestasi dari Allah yang Esa itu. Dengan tegas ajaran ini menyatakan bahwa Tritunggal (Bapa, Anak, Roh Kudus) itu adalah Yesus itu sendiri. Karenanya banyak gereja-gereja modern yang sedikit mengsampingkan keberadaan Tritunggal dan terfokus di satu titik Yesus saja. Tak jarang, kaum diluar Kristen akhirnya sering menuduh Bahwa Yesus (Isa Almasih) yang wujudnya manusia itu di jadikan Allah (Musyrik). Landasan pengikut faham Kristomonisme ini adalah beberapa ayat berikut ini:

"Aku dan Bapa adalah satu" (Yohanes 10:30).

Sebenarnya ayat ini jelas tidak mengatakan bahwa Anak dan Bapa itu SAMA saja, namun Anak dan Bapa itu adalah SATU, yaitu dalam hal dzat/hakekat keilahian, namun tetap Anak itu bukan Bapa, sebab disitu masih dibedakan "Aku DAN Bapa" yang menunjukkan adanya dua ciri khas yang berbeda antara keduanya, namun keduanya itu satu, bukan dalam arti identik atau sama saja, namun satu dalam hakekat-keilahiannya, yang dibawah nanti akan kita bahas hal itu. Ayat lain yang digunakan oleh Aliran ini adalah:

"....Barangsiapa telah melihat Aku ia telah melihat Bapa....Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku...." (Yohanes 14:9-10).

Melihat Anak berarti melihat Bapa, itu tak berarti bahwa Anak itu adalah Bapa. Karena jelas dinyatakan dalam ayat berikutnya bahwa hal itu mungkin terjadi karena Anak (Sang Firman) berada di dalam Bapa. Karena memang Firman Allah itu bersemayam dan beradaNya di dalam Allah sendiri, dan Allah menyatakan DiriNya adalah di dalam atau melalui FirmanNya itu sendiri. Jadi jelas ayat ini tidak mengajarkan bahwa Anak itu adalah Bapa, namun ini hanya menyatakan ketak-terpisahan antara Allah dan FirmanNya, dan "qoimah" (melekat satunya) Firman itu dalam Bapa, dan pemanifestasian atau pewahyuan Diri Allah melalui Firman itu.

Dan yang terakhir adalah Yesaya 9:5,
"....seorang anak telah lahir...seorang putra telah diberikan...namanya disebutkan orang:.....Allah yang perkasa, Bapa yang kekal...."

Dari ayat ini para teolog Gereja Modern mengambil kesimpulan bahwa Anak atau Putra itu tak lain bernama Allah yang Perkasa dan Bapa yang Kekal, maka jelas Anak itu tak lain adalah Bapa. Argumentasi ini secara Theologis dalam Iman Orthodox tak dapat dibenarkan, sebab yang disebut "Anak" dalam pemahaman tentang Tritunggal Maha Kudus adalah "Firman Allah" yang kekal, yang sejak azali berada di dalam diri Allah. Padahal ayat diatas berbicara tentang seorang "Anak yang telah lahir" dan "seorang Putra yang telah diberikan untuk kita". Jadi ini tak berbicara mengenai keberadaan kekal dari Sang Anak tadi. Ini berbicara mengenai anak yang lahir di dunia, berarti ini berbicara tentang "Inkarnasi", ketika "Firman itu telah menjadi manusia" (Yohanes 1:14). Dengan demikian ayat ini hanya menjelaskan bahwa Anak yang lahir sebagai manusia itu ternyata tak lain adalah Ia yang bersifat Ilahi : Allah yang Perkasa. Namun wujud kelahiranNya sebagai manusia itu menjadi "Adam yang akhir" (I Kor. 15: 45) yang menjadi "roh yang menghidupkan" yaitu yang menjadi sumber dan prinsip dari kehidupan yang kekal, akibat kebangkitanNya. Sebagai Adam yang akhir maka Ia adalah Bapa segenap umat yang baru, dan Bapa ini adalah Bapa yang menjadi sumber kekekalan.

Maka jelas Anak yang lahir itu disebut "Bapa yang kekal", bukan menunjuk bahwa Bapa dan Anak itu adalah identik dalam arti rumusan Tritunggal, namun dalam makna Soteriologis-Kristologis, bahwa sebagai yang telah lahir menjadi daging Ia itu adalah Bapa yang baru bagi manusia dan yang memberi kekekalan kepada manusia. Sama seperti Adam adalah Bapa yang lama, yang mewariskan kebinasaan dan kematian kepada manusia (Roma 5:12), dengan kata lain Adam adalah "Bapa Kematian" demikianlah Kristus adalah "Bapa Kekekalan". Jelaslah bahwa Anak dan Bapa itu tidak identik dan tidak disamakan begitu saja, karena memang Firman Allah itu bukan Sang Bapa itu. Namun Firman Allah itu tak beda sifat hakikiNya dari Allah, dikatakan demikian oleh ayat-ayat berikut:

"....Firman itu adalah Allah" (Yohanes 1:1), "Aku (Firman Allah yang menjelma) dan Bapa (Allah) adalah satu.....Jawab orang Yahudi:.....Engkau (Yesus Kristus =Firman Allah menjelma) ....menyamakan diriMu dengan Allah (bukan :" mengidentikkan pribadi dengan Bapa", menyamakan disini dalam arti sama hakekatNya dengan Allah sebagai Firman Allah)" (Yohanes 10:30,33), Tomas menjawab Dia (Yesus Kristus = Firman Allah Menjelma) " Ya Tuhanku dan Allahku" (Yohanes 20:28), "....Mesias dalam keadaanNya sebagai manusia....Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya.Amin " (Roma 9:5), "....Yesus, dalam rupa Allah...kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik...." (Filipi 2:5-6), "...AnakNya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar....." (I Yohanes 5:20)

Fakta bahwa Anak (Firman Allah) itu bukan Bapa (Allah), namun tak beda dari Bapa (Allah, sebab Ia disebut juga Allah) ini sebanding dan sejajar dengan pemahaman dalam Islam bahwa Sifat Allah itu bukanlah Allah, namun tak beda dari Allah, atau Sifat-sifat Allah itu bukan Allah namun bukan makhluk, atau bukan diciptakan.
Karena Kristus itu Firman Allah dan bersifat Allah, maka peristiwa turunNya Kristus menjadi manusia itu sering disebut "Allah (Firman) menjadi manusia". Penyataan "Allah jadi manusia" lalu "disalibkan, mati, dikuburkan,bangkit dari antara orang mati, " dan seterusnya itu dapat menjadi salah pengertian yang besar bagi saudara-saudara non Kristen bahkan juga oleh umat Kriusten abu-abu jika istilah ini tak diterjemahkan dengan bahasa yang benar.

Untuk sekedar perbandingan agar kita mengerti permasalahannya baiklah kita gunakan cara pemikiran theologia Islam, karena kemiripan Semitik-Profetik yang ada diantara keduanya. Dalam Ilmu Theologia (Ilmu Kalam) Agama Islam Allah tak dapat difahami dalam dzatNya, namun dapat dimengerti melalui sifat-sifatNya. Sifat-sifat Allah itu "bukan Allah namun tak berbeda dari Allah". "Firman Allah"" atau "Kalimatullah" adalah salah satu dari sifat Allah dalam Islam, dan "Kuasa" serta "Hidup " Allah adalah juga sifat Allah yang melekat satu di dalam Diri Allah. Demikianlah Sifatullah itu "bukan Allah namun bukan ciptaan". Bedanya, dalam Islam "Firman Allah" (dalam Kristen Orthodox "Logos"/Sang Firman) dan "Kuasa" serta "Hidup" Allah (dalam iman Kristen dimengerti sebagai Roh Allah atau Roh Kudus) itu tak dipahami sebagai mempunyai realita identitas jatidiri. Sedangkan dalam iman Kristen kedua-duanya yaitu baik Firman Allah maupun Roh Allah yang melekat satu di dalam diri Allah itu dimengerti sebagai memiliki "hypostasis" (realita yang kongkrit). Jadi dalam mengerti ke-Esa-an (Tauhid) Firman Allah dan Roh Allah (sebagai sifat-sifat dzat dalam diri Allah) dalam Theologi Islam dengan Ke-Esa-an (Tauhid dalam Iman Orthodox), haruslah kita bandingkan pemahamannya dengan pengertian mengenai ke-Esa-an Dzatullah dan Sifat-Sifat Allah dalam Islam. Ibarat jika ada kertas putih, putih sebagai sifat berdiri atau melekat pada kertas yang menyandang warna tadi. Kertas adalah gembaran dzat (esensi, hakekat) sedangkan putih adalah gambaran sifat. Meskipun putih bukan kertas, namun tak dapat dipisah dari kertas, dan tak beda dari kertas putih itu. Demikianlah "Firman Allah " itu memang bukan Bapa {Allah Yang Maha Tunggal , namun Ia adalah Allah (karena Ia bersifat abadi dan tak berbeda dari Allah)}, "Firman itu adalah Allah" (Yohanes 1:1). Bahwa "Firman Allah" itu berbeda dengan Allah (Sang Bapa), ini dijelaskan sendiri oleh "Firman Allah" itu sendiri ketika menjelma menjadi manusia: Yesus Kristus, dalam ayat-ayat, berikut ini:

"....Engkau (Yesus Kristus= Firman yang menjelma) ...guru yang diutus Allah...." (Yohanes 3:2), "....Allah....mengaruniakan AnakNya yang Tunggal ("FirmanNya yang Satu-satunya = Yesus Kristus), "....Allah mengutus AnakNya (FirmanNya) ke dalam dunia..." (Yohanes 3:17),"Bapa (Allah) mengasihi Anak (Firman)...." (Yohanes 3:35),".....percaya kepada Dia (Allah =Sang Bapa) yang mengutus Aku (Yesus Kristus = Firman yang menjadi manusia)...(Yohanes 5:24), "...mengenal Engkau (Bapa =Allah) satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus (Firman Allah yang menjelma) yang telah Engkau (Allah = Bapa) utus" (Yohanes 17:3), ...Aku (Yesus = Firman Menjelma) akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada ALLAHKU dan Allahmu" (Yohanes 20:17), "... Bapa (Allah) lebih besar dari pada Aku (Yesus Kristus = Firman Allah yang Menjelma) " (Yohanes 14:28),

dan masih banyak lagi ayat-ayat seperti itu. Demikianlah meskipun Sabda Allah itu bukan Allah itu sendiri artinya
bukan Sang Bapa (Ho Theos) dalam pemahaman Iman Kristen Orthodox, namun Ia bukan makhuk juga dan tak berbeda dari Allah (dalam bahasa Orthodox:satu dzat-hakekat dengan Sang Bapa) karena Firman Allah bukan makhluk dan tak beda dari Allah (yaitu: satu dzat-hakekat dengan Sang Bapa) inilah maka dalam bahasa Iman Kristen "Firman" itu disebut Allah.

Mengenai realita "Firman Allah" yang memiliki hypostasis itu, kita harus membandingkan dengan faham Tassawuf, sekali lagi ini disebabkan kemiripan cara pikir Semitik-Profetik, mengenai "Nur Muhammad." Menurut faham Tassawuf Allah yang ghoib itu ingin diriNya dikenal, lalu mengadakan "tajjali" (theophany) yaitu penampakan Diri. Penampakan Diri ini dilakukan melalui Nama dan Sifat-sifatNya. Nama dan sifat Allah menampakkan diri dalam realita "Nur Muhammad" . Dan melalui Nur Muhammad ini semua makhluk yang lain berasal. Sehingga Nur Muhammad adalah cermin Allah, dan Allah adalah cermin Nur-Muhammad. Jadi Nur Muhammad adalah semacam "Logos" dalam ajaran Kristen Orthodox. Nur Muhammad ini meskipun ia bukan Allah namun bukan makhluk juga, karena ia bersifat azali atau abadi. Demikianlah "Firman Allah" dalam ajaran Iman Kristen Orthodox itu disebut Logos, dan melalui Logos ini Allah menciptakan segala sesuatu, seperti halnya melalui Nur Muhammad segala sesuatu berasal, menurut Tassawuf Islam. Allah yang ghoib itu mengenal DiriNya dalam "Logos" ini (Mat.11:27), sehingga Logos adalah "Gambar Allah yang tak kelihatan" (Kolose 1:15) dengan menggunakan bahasa Tassawuf "Logos" adalah "Cermin Allah", sehingga barangsiapa melihat "Logos" ("Anak") Ia telah melihat Allah ("Bapa") (Yohanes 14: 9). Sebagaimana dalam Tassawuf "Cermin Allah" ini disebut NUR (Cahaya) Muhammad, demikianlah "Gambar Allah " atau Logos itu disebut sebagai " Cahaya Kemuliaan Allah" dan "Gambar Wujud Allah" (Ibrani 1:3). Dengan demikian dapat dimengerti jika Nur Muhammad itu memiliki hakekat jati-diri yang secara sempurna nantinya akan menampakkan diri dalam diri Nabi Muhammad, menurut Tassawuf, maka Logos itupun dalam Iman Kristen Orthodox dimengerti memiliki hypostasis (realita yang menggaris-bawahi jati diri) yang secara sempurna menampakkan diri atau menjadi daging di dalam diri manusia Yesus Kristus (Isa Almasih).

Bedanya, dalam Islam Sifat "Kalimat" dan realita "Nur Muhammad" itu dua hal yang terpisah sedangkan dalam Iman Kristen Orthodox, "Firman" sebagai sifat Allah itu juga adalah "Cahaya (Nur) kemuliaan" Allah sendiri, yaitu Logos tadi. Jadi "Kalimat" (Firman) itu bukan hanya sekedar aspek sifatullah saja, namun realita Logos yang ada di dalam diri Allah. Dalam Islam Allah memberikan komunikasi kehendakNya melalui Kitab yang diturunkan: Al-Qur'an, yang adalah "Firman Allah" yang "Nuzul" (diturunkan). Karena Al-Qur'an itu diyakini sebagai "Firman Sang Allah" maka Qur'an itu memiliki dua sifat, yaitu: "tercipta" dalam bentuk tulisan dan kertas, dan "tak tercipta" atau azali sebagai realita "Firman Allah". Hal yang sama dipahami oleh Iman Kristen Orthodox, Allah memberikan komunikasi kehendak dan rencanaNya juga melalui "Firman". Hanya bedanya karena dalam Iman Kristen Orthodox Firman itu bukan hanya sekedar aspek dari sifat-sifat Allah, namun memiliki hypostasis, ketika diturunkan Ia tak hanya berwujud suara dan tulisan yaitu wujud Kitab, namun "Firman itu telah menjadi manusia " (Yohanes 1:14), sebagaimana Avatara dalam Agama Hindhu. Sebagaimana "Nur Muhammad" menampakkan diri secara sempurna di dalam diri Nabi Muhammad, demikianlah dalam Iman Kristen Orthodox "Logos" yang adalah sekaligus "Kalimat" dan "Nur" itu telah secara sempurna "menjadi manusia" di dalam Diri Manusia Yesus Kristus (Isa Almasih).

Jadi Yesus Kristus adalah "Firman Allah" yang "Nuzul" dalam bentuk manusia. Oleh karena ini sebanding dengan faham Islam dimana Al-Qur'an sebagai Firman Allah memiliki sifat tercipta dan tak tercipta, demikianlah dalam Iman Kristen Orthodox Yesus Kristus sebagai Firman Allah yang menjadi daging memiliki sifat "tercipta" yaitu "Manusia Sejati", dan "tak tercipta" yaitu sifat kekal, dan azali. Padahal hanya Allah saja yang kekal dan tak tercipta, dan telah kita bahas bahwa Firman Allah itu bukan Allah (yaitu bukan Sang Bapa) namun tak berbeda dari Allah (yaitu satu dzat-hakekat dengan Sang Bapa), maka keadaan Yesus sebagai Firman yang azali ini disebut "Allah", yang artinya, Dia sudah ada sejak kekal dan melekat satu di dalam hakekat Allah yang Esa (Sang Bapa) itu. Jadi yang dimaksud "Allah jadi manusia" dalam Iman Kristen Orthodox adalah, "Firman Allah" yang ber-hypostasis, yang memiliki sifat ilahi yaitu kekekalan, telah "nuzul" ("turun") sebagai manusia, yaitu Yesus Kristus. Jadi bukan Allah yang Maha Esa (Sang Bapa) itu yang menjadi manusia, namun "FirmanNya" (yang disapa dalam bahasa theologies Kristen: "Anak") itu yang dinuzulkan keatas bumi. Jadi jika dalam Islam paham tentang sifat dzatullah: "Kalimat", serta "Nur-Muhammad" dan "Al-Qur'an" adalah tiga realita yang berbeda-beda, namun dalam Iman Kristen Orthodox fungsi dari ketiganya tadi telah terangkum dalam satu wujud yaitu "Logos"" yang akhirnya menjadi manusia Yesus Kristus. Demikianlah pemahaman Iman Kristen Orthodox yang sebenarnya.
Karena Alkitab mengatakan

"....Firman itu adalah Allah " (Yohanes 1:1), dan "...Firman itu telah menjadi manusia" (Yohanes 1:14),
maka untuk mempersingkat orang Kristen sering mengucapkan "Allah telah menjadi manusia", padahal yang dimaksud adalah "Firman Allah" itu telah nuzul ("turun") sebagai "daging" atau manusia: Yesus Kristus. Dan karena daging itu dalam bahasa Latin adalah "carnus", maka menjadi daging adalah "incarnatio" atau "INKARNASI". Namun ini bukan faham "re-inkarnasi" (numitis, punarbhawa) yang merupakan ajaran Hindhu-Budha tentang tumimbal-lahir, yaitu orang yang lahir menjadi manusia kembali setelah kematian, ajaran re-inkarnasi ini bukan bagian dari Iman Kristen Orthodox..


Dampak Penjelmaan Sang Kristus

Jika dalam Agama Hindhu penghayatan kegamaan diekspresikan dalam bentuk simbol-simbol seni yang amat kaya dan indah, termasuk seni rupa, seni ukir, seni arsitektur dan seni pahat. Sebagai dampak dari penghayatan dari ajaran tentang Inkarnasi yang sangat khas Orthodox ini, yang dari situ terdapatnya persinggungan dengan faham Avatara dengan Agama Hindhu meskipun dalam penghayatan yang cukup berbeda, maka dalam Iman Orthodox terdapatnya "ikon-ikon" sebagai bagian integral dari Theologia Orthodox. Disinilah Iman Orthodox berangkulan dengan Agama Hindhu dalam meng-apresiasi seni sebagai ekspresui dan simbol-simbol keagamaan. Gereja Orthodox tidak menggunakan patung, dan dilarang menggunakan patung. Namun memiliki ikon-ikon atau gambar-gambar simbol Theologis yang mengekspresikan iman dan dogmanya. Sehingga ikon-ikon ini disebut sebagai "Theologia dalam warna". Ikon ini berasal dari Alkitab itu sendiri. Pada saat Allah menyatakan Diri kepada Musa dan memberikan Dasa Titah, dikatakan:

"Jangan ada padamu ilah lain dihadapanKu. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun...Jangan sujud menyembahnya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu..." (Keluaran 20: 3-5).

Disini larangannya adalah jangan ada "ilah lain" dihadapan Allah yang Esa itu, sehingga ilah lain itu diekpresikan sebagai "patung yang menyerupai apapun" untuk "disujud-sembahi" dan untuk "diibadahi" sebagai tandingan Allah.

Larangan ini disebabkan TUHAN itulah Allah bukan patung-patung tadi. Jadi yang dilarang disini adalah "patung ilah" atau "patung Dewata" yang diibadahi sebagai tandingan Allah, bukan asal patung saja. Allah yang Esa tak dapat dipatungkan karena pada waktu Dia menyatakan Diri itu tanpa wujud dan bentuk yang kelihatan, sebagaimana yang dikatakan:

"Lalu berfirmanlah TUHAN kepadamu dari tengah-tengah api; SUARA KATA-KATA KAMU DENGAR, TETAPI SUATU RUPA TIDAK KAMU LIHAT, hanya ada suara....Hati-hatilah sekali - sebab KAMU TIDAK MELIHAT SESUATU RUPA pada hari TUHAN berfirman kepadamu di Horeb dari tengah-tengah api - supaya JANGAN KAMU BERLAKU BUSUK DENGAN MEMBUAT BAGIMU PATUNG YANG MENYERUPAI BERHALA APAPUN....." (Ulangan 4:12,15-16 ).

Menurut ayat-ayat ini pembuatan patung berhala atau patung ilah yang menggambarkan Allah dilarang, karena Allah menyatakan Diri hanya berwujud suara saja, tanpa rupa yang kelihatan. Karena tanpa rupa yang kelihatan, berarti membuat gambaran tentang Allah dalam patung adalah dusta sebab patung yang sedemikian hanyalah reka-rekaan manusia yang bukan menggambarkan realita yang sebenarnya, oleh karena itu dilarang. Namun jika patung itu bukan patungnya Allah, ilah atau Dewa, bukan saja tak dilarang malah diperintahkan, contohnya: patung Kerubim dalam Ruangan Maha Kudus (Keluaran 25: 18-20), dan patung-patung serta gambar-gambar (ikon-ikon) yang ada di dalam Bait Allah yang dibangun oleh Salomo (Sulaiman) (I Raja-raja 6:23-35).
Demikianlah larangan membuat patung itu mutlak sifatnya jika yang dipatungkan adalah Allah sendiri, ilah, atau dewa. Namun jika itu patung atau gambar makhluk Allah dan tidak dianggap ilah serta tidak diibadahi sebagai ilah, bahkan sebagai alat ibadah dan ditempatkan rumah ibadahpun tidak dilarang, seperti yang kita lihat dalam bukti-bukti diatas. Jika larangan membuat patung dalam Perjanjian Lama itu hanya dibatasi pada patungNya Allah, ilah, atau dewa saja karena terkait dengan cara Allah menyatakan Diri, bagaimanakah dengan Perjanjian Baru? Dalam Perjanjian Baru Allah menyatakan diri dengan cara yang lain. Dia menyatakan diri dalam "Wujud yang Nampak" bukan tanpa rupa yang tak kelihatan yaitu dengan jalan:

"Firman itu telah menjadi MANUSIA.... Dan kita TELAH MELIHAT kemuliaanNya...." (Yohanes 1:14)

Jadi penampakan diri Allah dalam Perjanjian Baru melalui FirmanNya itu dengan Wujud Yang Nampak: Manusia yang Dapat Dilihat. Wujud Penampakan Allah dalam FirmanNya yang Menjelma yang dapat dilihat itu begitu nyatanya, sehingga dikatakan:

"Apa yang telah ada sejak semula, yang telah KAMI DENGAR, yang telah KAMI LIHAT DENGAN MATA KAMI, yang telah KAMI SAKSIKAN dan yang telah KAMI RABA DENGAN TANGAN KAMI tentang FIRMAN HIDUP- itulah yang kami tuliskan kepada kamu (I Yohanes 1:1).

Firman itu disebut "Firman Hidup": karena Dia menyatakan Diri sebagai makhluk hidup: Manusia, bukan buku mati yang berwujud tulisan. Begitu hidupnya penampakan ini sehingga, Ia telah: di dengar, dilihat dengan mata, disaksikan, diraba dengan tangan. Jika larangan Perjanjian Lama tentang pembuatan patung Allah itu terkait dengan penampakannya yang tanpa rupa, sekarang Dia nampak "Dengan Rupa", masihkah larangan itu berlaku? Jelas tidak. Keberadaan Allah yang azali dan ghaib itu tetap tak dapat digambarkan, namun keberadaan penampakanNya sebagai manusia yang telah didengar, dilihat, disaksikan dan diraba dengan tangan itu jelas dapat dan harus digambarkan untuk menegaskan bahwa Allah sekarang sudah menampakkan Diri bukan tanpa rupa lagi, namun "DENGAN RUPA".

Karena pada saat membuat patung Allah dalam Perjanjian Lama masih dilarang saja, patung yang bukan Allah malah diperintahkan untuk membuat untuk tujuan ibadah, apalagi sekarang. Itulah sebabnya ada Ikon. Ikon menegaskan makna Inkarnasi Kristus. Yang digambarkan bukan keilahianNya yang tak nampak, namun pribadiNya yang menyatakan Diri dalam penampakan Manusia itu. Jadi Ikon punya fungsi Dogmatis dan Theologis, bukan hanya sekedar hiasan. Oleh karena itu bentuknya bersifat simbolis bukan menggambarkan bentuk manusia natural, namun bentuk simbol dogmatis. Mengapa tidak membuat patung saja kalau begitu? Karena yang digambarkan adalah fungsi theologis dan dogmatisNya, bukan hanya sekedar keindahan estetika naturalnya, maka penmggambaran itu harus sesuai dengan julukan theologia bagi penampakan Kristus itu. Ketika Kristus menampakkan Diri, Dia tak disebut sebagai "PatungNya Allah", namun sebagai "Gambar Allah" (Kolose 1:15, II Korintus 4:4, Ibrani 1:3), itulah sebabnya rekaman inkarnasiNya bukan berwujud patung namun "Gambar," yang bahasa Yunaninya berbunyi "Ikon". Konsisten dengan makna theologis bagi Inkarnasi Kristus inilah Gereja Orthodox tak pernah menggunakan patung, meskipun Perjanjian Lama mengizinkan pembuatan patung, sebab tolok-ukurnya adalah Inkarnasi (Penjelmaan) Firman Allah sebagai manusia. Mengapa ada juga Ikon orang kudus, bukan Kristus saja? Karena orang-orang kudus itu adalah yang "ditentukan dari semula untuk menjadi serupa dengan Gambaran AnakNya" (Roma 8:29).

Jadi mereka adalah "keserupaan Gambar Kristus", sebagai dampak langsung dari Inkarnasi, itulah sebabnya mereka juga digambarkan. Jika dibandingkan apa yang terdapat di dalam Agama Islam, Ikonografi dalam pemahaman Gereja Orthodox itu sejajar dengan Kaligrafi dalam pemahaman Islam. Dalam Islam, terlebih-lebih kaum Wahabi, segala bentuk gambaran manusia suci, terutama Nabi, apalagi Allah itu haram hukumnya. Ini konsisten dengan ajaran Islam bahwa Allah itu ghaib dan berbeda sama sekali dengan makhluknya, serta larangan yang keras dalam Islam akan syirik (menyekutukan Allah). Allah yang ghaib itu, menurut Islam, sebagaimana juga menurut Iman Orthodox, telah memberikan Wahyu kepada manusia melalui "FirmanNya" yang diturunkan. Dalam Islam turunNya Firman Allah itu berwujud Kitab Al-Qur'an kepada Baginda Nabi, sedangkan dalam Iman Kristen Orthodox turunnya Firman itu berwujud manusia Sang Junjungan Agung Yesus Kristus (Isa Almasih) melalui kelahiranNya oleh Maryam. Jadi paralelnya antara Islam dan Kristen Orthodox adalah: Al-Qur'an sebagai Firman Allah yang Nuzul, dengan Yesus Kristus sebagai Firman Allah yang Menjadi Manusia, Nabi Muhammad sebagai Sang Penerima dan Pelahir Firman Allah melalui ucapan-ucapan Kalam Suci itu dari mulutnya, dengan Siti Maryam yang menerima Firman Allah dalam kandungannya dan melahirkannya. Kebuta-hurufan Nabi Muhammad agar kalimat-kalimat Al-Qur'an yang diucapkan itu bukan berasal dari kepandaiannya sendiri namun murni dari Allah, dengan Keperawanan Siti Maryam agar Bayi yang dilahirkan itu bukan karena perbuatan manusia namun semata-mata mukjizat dari Allah. Karena Firman dalam Islam itu menjadi Al-Qur'an yang berbahasa Arab, maka seni agamawi atau seni Tauhid Islam itu yang terutama sekali adalah berwujud kandungan Kitab Suci Al-Qur'an yaitu ayat-ayatNya yang berbahasa Arab: Kaligrafi. Sedangkan dalam Iman Kristen Orthodox karena Firman itu diturunkan dalam wujud manusia Yesus Kristus, maka seni keimanan atau seni theologia dari iman Kristen Orthodox adalah wujud kemanusiaan Kristus, yaitu gambar (ikon): Ikonografi. Hormat orang Kristen Orthodox terhadap Ikon adalah sebanding dengan hormat umat Muslimin terhadap huruf dari ayat-ayat suci Al-Qur'an. Sebagaimana umat Muslimin mencium Al-Qur'an sebagai tanda hormat atas isinya, demikianlah orang Orthodox mencium ikon sebagai tanda hormat akan isi ajaran yang digambarkan disitu.


Gelar-gelar Yesus Kristus

Dalam Pengakuan Iman ini beberapa gelar Yesus Kristus disebutkan, diantaranya adalah nama manusiaNya: ”Yesus”, dan gelar pengangkatanNya sebagai Mesias: ”Kristus” (”Almasih”). Gelar yang lain adalah: Tuhan, Anak Allah, Terang dan Allah Sejati. Karena Pengakuan Iman ini tidak menjelaskan secara rinci, karena sifatnya yang berupa ringkasan saja, dari arti gelar-gelar itu, marilah kita bahas makna gelar-gelar ini terutama gelar “Tuhan” karena justru itulah yang sering menjadi masalah. Sebagai Firman yang telah menjadi manusia, dan sebagai yang telah dibangkitkan Allah, Kristus disapa dengan gelar “Tuhan” baik oleh Perjanjian Baru itu sendiri, maupun oleh Pengakuan Iman Gereja ini. Dalam penggunaan bahasa sehari-hari kata “Tuhan” langsung dimengerti sebagai “Allah”. Sehingga menyebut Yesus sebagai “Tuhan” langsung membuat kesan bahwa Allah yang Esa itu adalah Yesus itu. Apalagi jika itu dikaitkan dengan pengakuan Islam ”Tiada Tuhan, selain Allah”, menyebut Yesus sebagai Tuhan berarti akan difahami bahwa umat Kristen berbuat syirik (mempersekutukan Allah), karena ada Tuhan lain disamping Allah, yaitu Tuhan Yesus. Padahal bukan demikian ajaran Perjanjian Baru maupun Iman Kristen. Kata “Tuhan” (”κυριον” ; “Kyrios”) yang digunakan kepada Yesus dalam Perjanjian Baru itu mempunyai 3 latar-belakang:

  1. Kata ini menterjemahkan kata “YHWH” (bhs. Ibrani: Yod-Heh-Vav-Heh; יהוה) (sering dibaca Yehuwah atau Yahweh) sebagai Nama Allah sendiri dalam Alkitab Ibrani. Orang Yahudi menganggap kata ini sangat suci sekali sehingga takut untuk mengucapkannya, sebagai gantinya setiap ada kata “YHWH” ini mereka baca dengan bunyi “Adonay” (“Tuhanku”). Pada waktu Akitab Ibrani diterjemahkan oleh ummat Yahudi ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta), maka setiap kali ada kata “YHWH” bunyi bacaannya “Adonay” (Yunani: ”Kyrios”) itulah yang ditulis dalam terjemahan. Maka “Kyrios” bermakna Nama Allah sendiri. Dan dengan mengikuti tradisi ini maka terjemahan Perjanjian Lama bahasa Indonesia selalu menulis “TUHAN” (dengan huruf besar semua untuk terjemahan bahasa Ibrani YHWH tadi). Dalam Alkitab bahasa Arab baik sebutan ”ar-Rabb” dan ”as-Sayid” sama-sama muncul sebagai terjemahan nama-nama Allah YHWH (TUHAN) dan Adonay (Tuhan).
  2. Yesus disebut Tuhan dalam makna ”Rabb” (Gusti, Penguasa), karena Allah telah melimpahkan kuasaNya di langit dan di bumi (Matius 28:18; Kisah 2:36; Flp. 2:11).
  3. Kata ”Kyrios” dalam makna harafiahnya menunjuk kepada sebutan penghormatan, kepenguasaan atau kepada sesuatu yang dipertuan. Pada saat Yesus hidup di atas dunia ini kata “Kyrios” yang digunakan orang-orang sezamanNya untuk menyapa Dia itu seyogyanya dimengerti sebagai sebutan penghormatan saja: ”Lord, Mister, Sir, Tuan, Pak, Gusti”, dan memanglah demikian maknanya. Gelar-gelar penghormatan ini dalam bahasa Arab ditemui paralelnya sebagai gelar ”as-Sayid; Sayidina” (Gusti, Pangeran), suatu gelar yang juga diterapkan bagi Nabi Muhammad (Sayidina Muhammad). Patut dicatat, kendati penerapan gelar as-Sayid itu bagi Yesus maupun Muhammad dapat diperbandingkan, tetapi tidak sepenuhnya dapat disamakan. Maksudnya, alasan theologis di belakang penerapan gelar yang sama tersebut di atas. 

Namun ketika Yesus telah dimuliakan, sebutan “Kyrios” (“Tuhan”) untuk Yesus ini mempunyai makna sebagai “Penguasa” atau “Yang Dipertuan”. Jadi kata “Tuhan” (”Kyrios”) di sini tak langsung menunjuk kepada makna “Allah” (“Theos”). Itulah sebabnya sebutan “Allah” (“Theos”) bagi Sang Bapa, itu dibedakan penggunaanya dengan sebutan “Kyrios” (“Tuhan”) bagi Yesus Kristus. Sehingga “Tuhan Yesus” maknanya bukan “Allah Yesus” namun “Sang Penguasa Yesus”. Hal ini dibuktikan dalam penggunaannya dalam ayat-ayat berikut ini: ”...Yesus adalah Tuhan….Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati…” (Roma 10:9-10), “Allah, yang membangkitkan Tuhan…” (I Kor.6:14), “…satu Allah saja, yaitu Bapa,…satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus…” (I Kor.8:6), dan masih banyak yang lain lagi. Ayat-ayat di atas jelas membedakan “Allah” yaitu “Bapa” dengan “Tuhan” yaitu Yesus Kristus, yang dibangkitkan oleh “Allah” atau “Bapa” ini.
            Sejakkapan Yesus menerima gelar “Tuhan” ini? Sejak kebangkitanNya. Karena sesudah bangkit dari antara orang mati Dia mengatakan kepada para muridNya:

”KepadaKu telah diberikan (berarti: ada yang “memberikan”, yaitu Allah sendiri) SEGALA KUASA (Kepenguasaan mutlak: Jabatan Tuhan) di sorga dan di bumi”
(Matius 28:18)

Makna pelimpahan kekuasaan dalam Matius 28:18 tersebut di atas, sekalipun tidak persis sama, kira-kira sejajar dengan ungkapan Al Qur’an, s. Ali Imran 3:45 mengenai Yesus:

”Al-Masih ’Isa bnu Maryama wajihan fi al-dunya wa al-akhirah” (”Al-Masih ’Isa putra Maryam yang terkemuka di dunia dan di akhirat”)
(Al Qur’an, s. Ali Imran 3:45)

Dengan demikian karena Allah yang memberikan “SEGALA KUASA” di sorga dan di bumi kepada Yesus yang telah bangkit ini, maka Allah pulalah yang mengangkat Yesus menjadi “Penguasa Mutlak” atau “Tuhan” atas sorga dan bumi ini. Inilah yang dikatakan dalam Kisah 2:36:

”Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang telah kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus”
(Kisah 2:36)

Penerapan gelar Adonay (Tuhan) bagi Sang Mesias (Kristus) dalam iman Kristen berarti melalui MesiasNya Allah menyatakan ke-Tuhanan-Nya. Dalam makna ini, Yesus bi-idzinillah (dengan izin Allah) bergelar ”Tuhan” (”Rabb”) dan ”Kristus” (”Al-Masih”) (Kisah 2:36) dan ”Yesus Kristus adalah Tuhan bagi kemuliaan Allah, Bapa” (Flp. 2:11).
Yesus diangkat sebagai Penguasa Mutlak atau “Kyrios” (“Tuhan”) ini memiliki tiga tujuan:

a.) Untuk menunjukkan bahwa Dia adalah Adam yang terakhir yang telah memulihkan kepenguasaan Adam atas alam, yang hilang karena kejatuhan.

b.) Untuk menunjukkan bahwa Yesus yang manusia itu sungguh-sungguh Kalimatullah yang menjelma sebagai manusia. Karena Allah selalu melaksanakan kepenguasaanNya atas alam melalui kalimatNya sekarang kuasa yang sama atau ke-Tuhanan Allah yang sama dan hanya satu itu, dilaksanakan melalui manusia Yesus Kristus, sehingga Yesus disebut Tuhan, dengan demikian Yesus tetaplah Kalimatullah yang satu dan yang sama, karena melalui Kalimtullah itu Allah melaksanakan kuasa KetuhananNya sendiri. Dengan demikian baik Allah maupun KalimatNya tak berubah, baik dalam hakekatNya maupun dalam hubunganNya, meskipun Kalimat itu telah nuzul sebagai manusia.

c.) Untuk tujuan keselamatan manusia, karena dengan kuasa mutlak sebagai “Penguasa” atau “Tuhan” ini      Yesus Kristus akan mengubah tubuh manusia yang hina ini sehingga menjadi serupa dengan TubuhNya yang mulia pada Hari Kebangkitan nanti (Filipi 3:20-21).

Jadi gelar “Tuhan” bagi Yesus bukanlah dalam makna “Ilah” yang diangkat sebagai sekutu Allah, sebagaimana yang sering kita dengar ketika saudara-saudara Muslim mengucapkan “La Ilaha illallah“ (“Tiada Ilah/Tuhan  selain Allah”). Sebab Ilah artinya makhluk yang didewakan dan disejajarkan dengan Allah, padahal Tuhan bagi Yesus adalah gelar yang dikaruniakan Allah sendiri, terhadap “FirmanNya” sendiri yang dimuliakan setelah menjelma menjadi manusia.


Karya Kristus



Penjelmaan (inkarnasi, dari Bahasa Latin: "in + carnus/daging + tio" [incarnatio] = menjadi daging) adalah permulaan Karya Kristus sesudah turun dari Sorga. Dan tujuan semua karya itu adalah "untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita". Dengan demikian Dia turunkan Kristus karena ingin kita menjadi selamat. tetapi keselamatan tak terjadi begitu saja, namun melalui "disalibkan bagi keselamatan"kita, dan penyaliban ini bukanlah suatu peristiwa khayal dan dongeng namun peristiwa “sejarah” yang terjadi "dibawah pemerintahan Pontius Pilatus" dan dalam peristiwa itu Yesus Kristus benar-benar "menderita sengsara" dan akhirnya "dikuburkan". Karena turunNya dari dari Sorga, penjelmaanNya dan penyaliban serta penguburanNya itu "untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita", dan di atas telah kita lihat bahwa manusia itu dalam keadaan tidak selamat dan berdosa yang ditandai dengan kematian, maka agar manusia dilepaskan dari keberadaan kematian itu maka "pada hari ketiga Dia telah bangkit". Dengan bangkitNya itu Dia mengalahkan kuasa maut. Dan setelah bangkit "Dia telah naik ke Sorga " agar manusiapun boleh lepas dari kuasa maut dan akhirnya juga boleh naik ke Sorga seperti Kristus, karena semua karya Kristus itu untuk "kita manusia". Namun bukan hanya naik ke Sorga saja, setelah naik ke Sorga, Kristus "duduk di sebelah kanan Sang Bapa" artinya masuk dalam kemuliaan dan kuasa Allah sendiri, sehingga manusiapun pada akhirnya ikut manunggal dalam Kuasa dan Kemuliaan Allah yang sama.

Saudara-saudara Muslimin biasanya menolak Penyaliban Isa Almasih berlandaskan Surah An-Nissa 157:
"Dan perkataan mereka (umat Yahudi): Sesungguhnya kami telah membunuh Isa Anak Maryam, Utusan Allah. Dan sebenarnya mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibkannya, tetapi diserupakan kepada mereka ("syubiha lahum")......"

Kebanyakan umat Muslimin mentafsirkan ayat ini dengan mengatakan bahwa Isa tidak disalib, namun orang lain yang diserupakan seperti Isa oleh Allah -biasanya Yudas Iskariot yang ditunjuk- sebagai ganti Isa. Sedangkan Isa sendiri diangkat oleh Allah ke Sorga. Namun tidak semua pemikir Muslim mengajarkan demikian: Yusuf Syueib mengatakan bahwa Isa memang disalib, tetapi hanya pingsan saja, lalu setelah siuman melarikan diri ke Qumran hidup dengan ibunya bersama sekte Esseni dan wafat disana. Drs. Hasbullah Bakry mengatakan yang sama seperti Yusuf Syuaib, namun tidak tahu kemana akhir hidup Isa. Umat Ahmadiyyah juga mengatakan yang sama, bahwa Isa memang disalib dan pingsan, namun setelah sadar ia melarikan diri ke Kashmir India, dimana kuburannya masih ada sampai sekarang. Kelihatannya sarjana-sarjana Muslim dan umat Ahmadiyyah yang mengakui penyaliban Isa itu disebabkan adanya ayat-ayat yang mengatakan:

"Dan keselamatan untuk aku, di hari aku dilahirkan, di hari aku wafat...." (Surah Maryam 33), "Ketika Allah mengatakan: Hai Isa! Sesungguhnya Aku akan mematikanmu....." (Surah Ali Imran 55) ".....Dan setelah Engkau (Allah) mewafatkan aku (Isa), Engkaulah Pengawas mereka....." (Al-Maidah 117).

Dan ayat-ayat ini diambil secara literal, bahwa Isa memang akan mati, oleh karena itu yakin bahwa yang disalib memang Isa. Sedangkan yang tak percaya pada penyalibannya biasanya mengambil ayat dari An-Nisa 157 diatas:

"....mereka tidak membunuhnya dan menyalibkannya...".

Dan kelompok ini yang mengakui Isa diangkat ke Sorga, karena memang ada ayat:

"Tetapi, Allah telah mengangkat Isa kepadaNya...." (An-Nisa 158), ".....Hai Isa sesungguhnya Aku akan mematikanmu dan mengangkatmu kepadaKU...." (Al Imran 55).
Bagaimana sesudah mati ini lalu diangkat, ada ayat lain:

".....di hari aku dibangkitkan hidup kembali" (Maryam 33). 

Sebagai orang Kristen, kalau diizinkan untuk memahami An-Nisa 157 itu;
  • Pertama kita perlu menegaskan bahwa tidak ada bukti dari Al-Qur'an maupun Hadits yang mengatakan bahwa orang bernama Yudas Iskariot (Yahudza) yang disalib setelah diubah rupa. Bahkan kalau menurut Injil, Yudas itu mati bunuh diri dengan mati gantung (Matius 27:5), dan kemudian ketika terjadinya gempa bumi hebat akibat kematian Yesus (Matius 27:51), Yudas tubuhnya jatuh tertelungkup -- dari gantungannya -- sehingga isi perutnya tumpah keluar (Kisah Para Rasul 1:18).
  • Yang kedua, yang dikritik oleh An-Nisa 157 itu adalah pengakuan orang Yahudi bahwa "kami telah membunuh Isa Anak Maryam". Padahal menurut faktanya yang membunuh Isa adalah Pontius Pilatus (Gubernur Romawi): "Kata Pilatus kepada mereka:" Ambillah Dia dan hakimilah Dia menurut Tauratmu." Kata orang Yahudi itu:" Kami tidak diperkenankan membunuh seseorang" (Yohanes 18: 31) Kata Pilatus kepada mereka: "Ambil Dia dan salibkan Dia......" (Yohanes 19:6). Jadi berdasarkan fakta ini jika orang Yahudi memaksakan diri mengatakan "kami telah membunuh Isa Anak Maryam" jelas tidak demikian faktanya, dengan singkat ditolak oleh data Injil dan secara tepat dikatakan Al-Qur'an "mereka tidak membunuhnya" sebab yang membunuh adalah Pontius Pilatus. Juga pada waktu penyaliban dikatakan oleh Injil:
"Kemudian serdadu-serdadu wali negeri membawa Yesus.....berjalan keluar kota...di suatu tempat bernama Golgota.....Sesudah menyalibkan Dia mereka membagi-bagi pakaianNya...." (Matius 27:27-35).

Data Injil ini menunjukkan bahwa orang Yahudi, tepat seperti yang dikatakan Al-Qur'an: "tidak menyalibkannya", sebab memang yang menyalib adalah serdadu-serdadu Romawi. Jika orang-orang Yahudi memaksakan diri mengatakan merekalah yang membunuh dan menyalibkan Isa, yang faktanya tidak demikian, jelas itu adalah "syubiha lahum", "diserupakan bagi mereka", artinya itu hanya khayalan mereka saja, sebab mereka tak pernah melakukan hal itu secara langsung dengan tangan mereka. Bahwa memang Isa tak pernah dibunuh maupun disalib orang Yahudi sebab ia dibunuh oleh perintah Gubernur Romawi serta disalib oleh serdadu-serdadunya, dan tak bisa dibunuh oleh mereka secara tuntas karena ia "dibangkitkan hidup kembali" dan Allah telah mengangkat Ia ke sorga, kepada Allah sendiri. Inilah suatu usaha pemahaman Kristen akan masalah ini, berdasarkan data yang ia lihat dari Al-Qur'an, dengan keterangan data sejarah dari Injil.

Penegasan tentang fakta kesejarahan dari peristiwa Penyaliban, Kematian, Penguburan dan Kebangkitan Yesus Kristus itu sangat sentral sekali dalam pemahaman Iman Kristen Orthodox karena melalui peristiwa inilah kesalamatan datang ke dalam dunia


Wasana Wacana

Demikianlah telah selesai dialog kita yang pertama bagian kedua ini, semogalah apa yang telah kita bahas bersama ini akan dapat menciptakan suasana yang sejak antar pemeluk agama-agama yang berbeda di Indonesia . Semoga usaha untuk mencari titik temu dari tradisi agama kita masing-masing ini akan menolong kita untuk menjalin persaudaraan yang lebih akrab, bagi persatuan dan kesatuan bangsa serta kekokohan nasionalisme kita. Semoga demikian.

1 komentar: